“Bagaimana
mungkin gambar di foto bisa bergerak bahkan berteriak? Mereka seperti berada di
dalam penjara. Mata mereka terlihat memerah dan wajah mereka pucat. Bola mata
mereka hitam kelam seperti lubang tanpa dasar”
(Hlm.
67)
Judul : Kamera Pengisap Jiwa
Penulis : Ruwi Meita
Editor : Ry Azzura & Ario Sasongko
Proofreader : Funy D.R.W
Layout : Irene Yunita
Desain
sampul : Gita Mariana
Ilustrasi
sampul : Rudiyanto
Penerbit : Bukune
Cetakan : Pertama, Agustus 2014
Tebal : 132 hlm
ISBN : 602-220-135-7
*Blurb:
CEKREEEK!
“Terlambat.
Kamera tua itu sudah memotret kamu dan keluargamu. Tidak ada satu pun yang bisa
selamat.” Anak perempuan itu berbicara dengan tatapan kosong. Dia pergi dengan
cepat, Anabel tidak bisa menemukannya.
Anabel
tidak ingin percaya. Namun, keanehan demi keanehan terus menghampiri.
Keluarganya melakukan kegiatan yang sama terus-menerus. Papa berkebun, Mama
memasak, dan adiknya bermain trampoline, tanpa makan, mandi, atau tidur! Dan,
ah… apa sebenarnya makhluk mengerikan yang dilihatnya itu? Dia menjerat leher
keluarga Anabel dan mengambil jiwa mereka….
Keluarga Anabel baru saja mendapatkan
hadiah berlibur ke sebuah villa di daerah Plateau Dieng selama satu minggu. Hadiah
tersebut datang dari Pak Harta Wijaya selaku bos dari Ayah Anabel yang selalu rutin
memberikan undian berhadiah kepada semua karyawannya. Sesaat setelah sampai di
villa tersebut, Anabel dan keluarga disambut oleh hawa pegunungan yang dingin
dengan balutan kabut tebal yang membuat villa itu seolah berada di atas awan.
Awalnya, Anabel merasa kurang suka dengan liburannya kali ini. Namun, Mama
begitu meyakinkannya bahwa liburan kali ini akan menjadi liburan terindah,
meski sebenarnya hati Anabel berkata lain.
Seperti apakah dunia Anabel?
Dunia Anabel adalah sebuah kamera polaroid yang
dibelinya dari hasil menabung selama dua tahun, dan refill kertas foto yang
harganya lumayan menguras uang saku.
Anabel sedikit bingung, akankah
villa sebesar ini hanya diurus oleh Pak Simhar saja? Kondisi fisik yang sudah
renta tidak memungkinkan Pak Simhar untuk melakukan itu semua. Pak Simhar
adalah seorang laki-laki tua yang menjaga villa milik Pak Harta Wijaya tersebut.
Dia aneh, begitu pikir Anabel. Matanya yang sebelah terbuat dari kaca, dan dia
selalu berjalan seperti zombie. Tidak menekuk kaki sedikit pun saat berjalan.
Di
sudut lorong dia melihatnya. Gadis cilik berambut panjang dengan wajah pucat
yang sedang berdiri mematung. Dia menatap lekat Anabel dengan gelisah
Villa
itu sangat besar. Anabel sangat suka dengan kamar yang ia tempati bersama Sigi,
adiknya. Selain karena tempatnya luas, juga menyimpan banyak sekali pakaian
bagus di dalamnya. Hari itu, dia dan keluarganya diminta untuk melakukan foto
bersama sebagai bentuk rasa hormat Pak Harta Wijaya terhadap semua karyawannya
yang telah berkunjung. Anabel memandang semua foto yang terpajang di dinding.
Semua foto itu diambil menggunakan kamera commodore tua yang tertutup kain
hitam di sudut ruangan. Aneh rasanya, semua foto itu adalah gambar sepasang
suami istri dengan kedua anaknya, sama seperti keluarga Anabel. Lebih aneh
lagi, semua keluarga yang ada di foto itu mengenakan pakaian serba hijau sama
dengan yang Anabel dan keluarganya kenakan kini.
“Commodore
yang bertugas menangkap jiwa kalian. Sekali dipotret, artinya kalian sudah memasuki
alam lain. Sebuah dunia yang sedikit demi sedikit membius kalian. Senyum dan
kamu akan mati”
Tunggu
sebentar! Siapa gadis itu? Anabel melihatnya. Dan, ah… dimana dia? Lampu yang
menyorot ke arahnya membuat Anabel kesusahan untuk melihat dengan jelas.
Akankah
Anabel berhasil mencari tahu tentang keberadaan gadis misterius itu? Dan,
kenapa dia terlihat menutup-nutupi sesuatu? Gadis itu terlihat hendak
menyampaikan sesuatu….
***
Sebelumnya, aku ingin mengucapkan
terima kasih sama Mbak Ruwi Meita yang sudah menghadiahkan buku ini untukku.
Sangat berkesan sekali dapat dua buku berTTD sekaligus dari penulisnya
langsung. Ok! Cukup. :D
‘Kamera
Pengisap Jiwa’ merupakan satu dari tiga buku lain yang tergabung dalam ‘SERI
TAKUT” yang diterbitkan oleh Bukune. Mempunyai kemasan yang ringan,
segar, dan tentu saja asyik. Sebagai novel dengan genre horor, menurutku novel
ini memberi nuansa baru dari segi ceritanya. Entah karena pengetahuanku tentang
novel yang masih minim atau apa, tapi yang jelas menurutku novel ini menyajikan
sebuah cerita yang fresh dan terkesan
tidak mainstream. Pernahkah kalian
berpikir tentang sebuah kamera yang bisa mengambil jiwa manusia dalam sekali
potret?
Tentu saja tidak. Oleh karena itulah
aku menyebut novel ini menyajikan sebuah cerita yang segar. Bagaimana dengan
pendapat kalian? Tinggalkan corat coret di bawah ya, hehe.
Novel ini dibuka dengan pertengkaran
kecil antara Anabel dengan adiknya, Sigi. Lewat bagian ini kita bisa
menyimpulkan seperti apa karakter dan watak dari kedua tokoh tersebut. Terlebih
Sigi, adik Anabel ini memiliki kepribadian yang bandel, suka usil dan hyperaktif. Hal ini dideskripsikan
secara langsung dan jelas oleh si penulis. Sedangkan Anabel adalah gadis remaja
yang sangat menyukai dunia fotografi. Tak heran apabila ia sering menghabiskan
waktunya dengan kamera dan refill kertas fotonya. Berbicara mengenai kedua
tokoh ini, pada dasarnya mereka mempunyai kepribadian yang serupa, yaitu
sama-sama tak ingin mengalah dan egois. Tak heran apabila keduanya saling berselisih,
tak akan ada titik temunya. Pada akhirnya, Ibu lah yang menjadi penengah antara
keduanya. Jika membaca novel ini dari awal sampai akhir, menurutku tokoh Anabel
lebih mendominasi setiap ceritanya. Hampir setiap part, Anabel selalu ambil
bagian. *yaiyalah..diakantokohutama :D
Oh iya, pada saat awal membaca buku
ini, aku mengira jika Sigi itu adalah laki-laki. Namun ternyata dugaanku salah.
Sigi itu perempuan loh. Awalnya aku menganggap Sigi itu laki-laki adalah karena
2 faktor, yaitu:
- Dari namanya. Coba pikir, disaat kalian mendengar nama Sigi untuk pertama kalinya, kalian pasti mengira bahwa Sigi itu nama laki-laki kan? Jelas sekali, jarang-jarang kita mendengar nama perempuan yang seperti itu. Ya, nggak? Terungkapnya jika Sigi itu adalah perempuan yaitu saat ia mencoba mengenakan gaun di kamar villa. Dari situ, aku baru tahu jika Sigi itu perempuan. Tapi.. ya namanya juga manusia, meski sudah tahu Sigi itu perempuan, namun bayang-bayang jika Sigi itu laki-laki tetap saja melekat di ingatanku dari awal membaca sampai akhir, hehe.
- Karakternya. Karakter bandel, jahil dan usil pasti sudah sangat melekat di diri laki-laki. Nah, inilah hal yang juga membuatku menganggap jika Sigi itu laki-laki. Tapi, di lain sisi, bagiku mbak Ruwi Meita hebat. Menciptakan tokoh perempuan dengan karakter ‘nakal’ yang pada dasarnya, itu sangatlah tidak mungkin. Tapi, sebelumnya maaf ya Mbak, hehe. Menurut apa yang aku dapat,penggambaran karakter perempuan dari Sigi ini kurang kuat. Sehingga mungkin banyak pembaca (termasuk aku) yang menganggap Sigi itu laki-laki, meski sebenarnya kita sudah tahu jika dia itu perempuan, hehe. Ini hanya pendapatku ya, Mbak :D
Ok!
Lanjut. Jika dilihat dari gaya bahasanya, menurutku tidak terlalu ruwat dan
jelas. Apa yang diceritakan mengalir begitu saja. Kalimatnya tidak bertele-tele
sehingga apa yang disampaikan benar-benar bisa dipahami dengan baik oleh
pembaca. Sangat cocok jika memang didedikasikan untuk kalangan remaja. Dan,
meski bergenre horror, novel ini tidak seperti horror lain yang lebih menguatkan
kesan seramnya lewat penampakan hantu pada umumnya. Namun, lebih ke semacam
terror dan kejanggalan yang dialami keluarga Anabel dan tak jarang membuat kita
bergidik ketakutan. Menurutku itu yang lebih mendominasi cerita ini.
Meski
begitu, ada juga loh beberapa pesan moral yang bisa kita dapat dari buku ini,
antara lain:
1. Jangan
suka berantem sama kakak atau adik sendiri, hehe. Sederhana sih sebenarnya,
tapi menurutku itu penting.
2. Sayangi
keluarga. Ya, lewat cerita ini secara tidak langsung kita juga diajarkan untuk
peduli dan sayang terhadap keluarga. Terbukti saat Anabel sedang dalam bahaya,
dia lebih bersikeras untuk menyelamatkan anggota keluarganya terlebih dahulu.
Dia tidak ingin pergi dan melihat mereka terbunuh begitu saja.
3. Dan
yang terakhir, jangan melakukan hal yang tidak benar hanya demi mendapat
kesuksesan (seperti Pak Harta Wijaya). Karena itu sama saja kita menyekutukan
Tuhan. Ingat itu, hehe. Ada ilmu agamanya juga loh buku ini J
Ok!
Secara keseluruhan aku suka sekali dengan buku ini. Recommended sekali buat kalian penikmat novel horror. Dan, satu
pesan yang ingin aku sampaikan buat Mbak Ruwi Meita “Semoga kita bisa cepat
bertemu ya, Mbak. Sangat ngefans sekali, beri komen juga untuk reviewku ini,
hehe ^_^”
Aku
persembahkan 4 dari 5 bintang untuk Anabel dan keluarga!
Terima
kasih!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar