Judul : Jika Aku
Milikmu
Penulis :
Bernard Batubara
Tahun terbit : 2015
Cetakan : Pertama
Tebal : x + 262 hlm
Penerbit : GagasMedia
Kategori : Novel
ISBN : 978 – 979 –
780 – 839 – 6
Blurb:
Bisakah cinta tumbuh tanpa
keragu-raguan?
[Sarif]
Bila suatu ketika cinta datang dan
menghampirimu, mampukah kau menerima ketidaksempurnaan yang dibawa oleh cinta?
[Nur]
Berapa lama yang dibutuhkan untuk
mengubah keragu-raguan menjadi cinta? Mungkin tidak selama waktu yang
diperlukan untuk memupuk luka.
[Mei]
Di dalam setiap alunan melodi rindu,
ada satu nada yang berbeda. Seperti perasaan ganjil tentang cinta yang tidak
semestinya—yang saat ini kurasa.
***
Jika suatu hari nanti, tiba waktunya
kau untuk mencintai, bisakah kau memberikan cinta kepada orang yang tidak sempurna?
***
“Berapa lama waktu yang dibutuhkan
seseorang untuk yakin bahwa dia benar-benar sedang jatuh cinta?”
Sudah
lama Sarif Tizarudin menyimpan perasaan cinta kepada gadis yang ada di
depannya, Nuraini Abubakar. Namun, sampai sekarang ungkapan itu tak pernah
keluar dari mulutnya. Menimbulkan banyak keraguan yang sempat membuat dirinya
bertanya ‘apakah perasaan ini benar-benar
cinta, atau hanya sesuatu yang menyerupai cinta?’
Hingga
saat keduanya berpisah di pintu keberangkatan Bandara Supadio Pontianak,
perasaan itu masih terpendam begitu saja. Saat itu Sarif hendak berangkat ke
Jakarta untuk melanjutkan studinya di perguruan tinggi. Keduanya sama-sama
berpisah dengan menyimpan sebuah kekecewaan. Kekecewaan yang disebabkan oleh
perasaan yang tak mampu diungkapkan.
“Sementara Nur, merasa kecewa
terlalu menyesak di dadanya. Sekuat mungkin, ia menahan air matanya.
Mungkin benar, tak pernah ada cinta
di hati Sarif yang diperuntukkan baginya.”
Hlm. 2
Empat
tahun berikutnya, secara tak sengaja, keduanya kembali bertemu. Pertemuan itu
kembali menorehkan kenangan yang dulu sempat terukir antar keduanya. Di mata
Sarif, Nur adalah penyihir berbiola. Sama seperti Ayahnya, Pangsuma
Abubakar—seorang violis legendaris di kotanya. Yang mampu menghipnotis semua
orang lewat melodi dari setiap gesekan dawai dan busur indahnya. Sejak saat
itu, Sarif memandang Nur dengan cara yang berbeda. Dan, mungkin juga menganggap
Nur sebagai sosok yang berbeda. Dan, sejak itulah pula, Sarif menyadari satu
hal ‘dia telah jatuh cinta’.
Namun,
empat tahun berlalu bukan berarti memberi banyak perubahan pada diri Sarif.
Cinta itu tetap ada, tidak berubah sedikit pun atau pun hilang tanpa jejak.
Namun, keragu-raguan itu, masih ada. Terus menghantui pikirannya, dan kembali
menyisakan sebuah pertanyaan. Pertanyaan penuh keraguan ‘jika aku milikmu, apakah kita akan bahagia atau justru akan terluka?’
***
“Satu-satunya hal yang membuat kita
bertahan dengan segala hal yang tidak kita sukai adalah orang yang kita cintai”
Hlm. 50
‘Jika
Aku Milikmu’ adalah buku ketiga dari seri LOVE Cycle yang dikeluarkan
GagasMedia. Memang, jika dilihat dari tampilan luarnya, buku ini berbeda dengan
dua buku Love Cycle yang dirilis sebelumnya. Buku ini bercerita tentang sebuah
cinta dan impian. Cinta dengan penuh keraguan dan impian yang tertunda. Saat
mengetahui jika tema yang diangkat adalah keraguan dalam sebentuk hubungan, aku
sempat mengira jika dari awal hingga akhir buku ini hanya bercerita tentang
rasa cinta yang tak pernah terungkap. Cinta antara dua orang yang sama-sama
ragu untuk menjalani hubungan sebagai sepasang kekasih. Namun, ternyata
dugaanku salah besar. Seiring kita membuka lembar demi lembarnya, akan tersaji
satu per satu adegan manis dan romantis dari sepasang kekasih, Sarif dan Nur.
Cara
penulis menggambarkan setiap adegan romantis terbilang sangat pandai. Kerap
kali aku dibuat senyum sendiri membayangkan setiap adegan romantis yang terjalin
antara Sarif dan Nur. Diceritakan lewat sudut pandang orang ketiga, membuat
penulis lebih leluasa untuk bercerita melalui sudut pandang banyak tokoh.
Begitu juga dengan aku sebagai pembaca yang begitu menikmati jalan cerita yang
dibawa oleh setiap tokoh. Alurnya yang maju mundur juga tak kalah membuat
ceritanya kian menarik. Membawa serentetan kisah di masa lalu yang membuat
setiap cerita di buku ini memiliki latar belakang yang logis. Jauh dari kesan
tidak masuk akal maupun mengada-ngada.
Kehadiran
tokoh Mei sebagai orang ketiga dalam hubungan Sarif dan Nur juga kian menambah
keseruan konflik di buku ini. Dari situ, kita bisa merasakan bagaimana sulitnya
hubungan sepasang kekasih ketika sedang diterpa masalah. Namun, dari situ juga
kita bisa mendapat pelajaran bahwa, selalu ada jalan keluar dari setiap masalah
asal selalu dilandasi rasa kepercayaan antara kedua pihak.
Selain
itu, buku ini juga mengangkat unsur lokalitas. Kota Pontianak yang menjadi
pilihannya—kota kelahiran penulis. Jika kamu membaca buku ini, pasti kamu akan
setuju jika unsur lokalitasnya sangat kental. Banyak part / bagian yang
mengambil latar kota Pontianak atau bahkan mengangkat budaya di kota Pontianak.
Tidak mungkin jika aku ceritakan satu persatu. Selain karena banyak sekali,
bukankah itu juga terlalu spoiler? Biarkan kalian saja yang mengetahuinya
nanti. Caranya? Ya Beli! Hahaha.
Ok,
aku kasih bocoran dikit aja. Unsur lokalitas di buku ini diangkat lewat
beberapa tempat di Pontianak yang menjadi latar dalam cerita. Seperti pinggiran
Sungai Kapuas—yang menjadi tempat kencan favorit Sarif dan Nur. Juga yang lain
seperti unsur kebudayaan semacam perayaan Imlek besar-besaran dan kompleks
perumahan Radakng yang menjadi khas dari kota khatulistiwa tersebut. Selain
itu, ada juga beberapa keresahan—aku menyebutnya keresahan—di Pontianak yang
juga dimasukkan ke dalam cerita. Seperti masalah pembalakan liar yang sering
terjadi, dan keadaan Sungai Kapuas yang mulai tercemar. Aku rasa, buku ini
cocok juga kalau dimasukin ke Seri Indonesiana dari Gagas, hehe. Tapi, ya nggak
mungkinlah.
Oh
ya, ada satu part di buku ini yang membuatku bingung.
Yaitu
pada halaman 74 ; ‘Nuraini Abubakar
berusia tujuh belas tahun. Tepat tujuh
belas tahun, tidak kurang dan tidak lebih’
…dan
pada halaman 78 ; ‘Pagi itu tujuh hari kemudian, pada hari ulang
tahunnya, Nur melangkah keluar rumah…’
Coba
fokus ke tulisan yang aku cetak tebal. Pada hlm. 74, disitu disebutkan bahwa
Nur tepat berusia tujuh belas tahun, tidak kurang dan tidak lebih. Sementara di
hlm. 78, juga disebutkan bahwa hari itu—tepat tujuh hari sesudahnya—adalah juga
hari ulang tahun Nur. Jadi, yang bener, ulang tahun Nur itu tujuh hari
sebelumnya, atau tujuh hari sesudahnya? Ehmm, bingung? Iya.
Tidak
selamanya keraguan akan membuat seseorang takut untuk mengungkapkan perasaan.
Buktinya, keraguan yang ada di buku ini tidak membuatku takut untuk mengatakan
bahwa ‘aku telah jatuh cinta pada setiap ceritanya’
Terima
kasih!
***
“Ada yang lebih penting dari cinta
dan impian, yaitu impian seseorang yang kita cintai.”
Bagus reviewnya, mas
BalasHapus