Blurb:
Dalam
sejarah kehidupan di dunia, benda mati hampir selalu tidak dihiraukan. Tidak
ada yang mau repot-repot memikirkan perasaan benda mati, apalagi memerhatikan
kebutuhannya. Kau bahkan tak pernah tahu kan, bahwa maneken bernama Claudy—yang
bekerja keras di etalase terdepan toko busana Medilon Shakespeare—mempunyai
perasaan. Mimpi-mimpinya dilambungkan untuk kemudian dihempaskan lagi hingga
hanya bisa bergantung pada nasib dan keajaiban. Ya, keajaiban.
Novel
ini akan membuka mata hatimu dengan menempatkanmu pada posisi benda mati yang
tak dihiraukan, meski sedang berjuang mati-matian untuk mencapai mimpi-mimpi.
Kau akan melihat dari sudut pandang yang berbeda, dan semoga itu akan membuatmu
semakin mengerti, betapa kami, aku dan Caludy, iri kepada kalian.
***
“Tak ada
yang tak mungkin, karena kau hidup di bawah awan. Kau diperbolehkan bermimpi
setinggi awan dan bisa berusaha meraihnya.
Coba
bayangkan jika kau hidup di atas awan, di manakah kau menggantung mimpimu?”
Claudia / Claudy adalah sosok
maneken cantik yang terpajang di etalase utama sebuah toko busana milik seorang
manager cantik; Sophie Claudia Fleur. Adalah Medilon Shakespeare, sebuah toko
busana milik Sophie yang paling berpengaruh di kota. Semenjak dipindahkan ke
etalase utama, Claudy—maneken—merasa bahwa dirinya seakan lebih bebas semenjak
pertama kali diciptakan. Claudy menamainya etalase ‘milikku’. Namun, semua itu berubah ketika sebuah maneken lain
ternyata juga diletakkan satu etalase bersamanya. Maneken itu bernama Fereli. Claudy
merasa terganggu dengan kehadiran Fereli. Bagaimana tidak, kini ia harus berbagi
tempat dengan maneken asing dalam satu etalase. Etalase yang sudah ia anggap
miliknya sendiri. Bagaimana bisa ia berbagi tempat—bahkan yang sudah ia anggap
sebagai rumah sendiri—dengan maneken yang tak ia kenal?
Namun seiring lamanya mereka berada dalam satu
etalase dan menjadi dua model utama Medilon Shakespeare, tak dipungkiri
kedekatan terjalin antar keduanya. Tak hanya itu, kedekatan antara Claudy dan
Fereli juga menimbulkan benih-benih cinta dan membawa mereka ke hubungan yang
lebih intens. Kehadiran Claudy dan Fereli sebagai model maneken utama juga
memberi kebanggaan tersendiri bagi Sophie. Banyak pelanggan yang berdatangan ke
toko busananya itu. ‘Maneken ini seolah
benar-benar hidup, dan terlihat bahagia sebagai sepasang kekasih’,
begitulah kira-kira yang pelanggan ucapkan saat melihat pesona Claudy dan
Fereli di etalase utama Medilon Shakespeare.
Namun,
rupanya sebuah petaka besar terjadi pada pemilik Medilon Shakespeare: Sophie.
Ya, petaka mengejutkan yang datang dari orang terkasihnya berhasil membuat
Sophie merasa terpukul dan sangat frustasi. Namun, semua rasa frustasinya itu
ia lampiaskan kepada kedua maneken yang menjadi kebangaan Medilon Shakespeare
selama ini. Ya, Claudy dan Fereli. Mereka tak luput dari rasa amarah Sophie
kala itu.
Sebenarnya,
apakah petaka yang dialami oleh Sophie sehingga ia berubah frustasi seperti itu?
Dan,
bagaimanakah nasib Claudy-Fereli selanjutnya? Mampukah mereka terbebas dari
pelampiasan amarah Sophie?
Atau,
apakah ini akan menjadi akhir yang tragis untuk kebersamaan mereka?
***
“Kau kira hanya manusia saja yang memiliki obsesi
terhadap cinta? Jangan membuatku tertawa. Aku pun sebagai benda yang dipajang
di sebuah toko punya obsesi itu dan akan memperjuangkannya.”
Kesan
yang aku dapat saat pertama kali membaca buku ini adalah it’s different! Selain karena ini adalah kali pertamanya aku
membaca buku bergenre fantasi, juga karena buku ini mengusung ide cerita yang
tak biasa. Maneken menjadi pokok bahasan utama dalam buku ini. Dan uniknya, tak
hanya itu, tokoh utama dalam buku ini juga sebuah maneken. Ya, maneken adalah
benda mati. Lalu, bagaimana bisa jadi tokoh utama? Itu yang menarik. Aku seolah
menemukan sebuah angin segar yang berhasil dihadirkan oleh penulis melalui ide ceritanya
yang menarik.
Di
buku ini, penulis bercerita menggunakan sudut pandang orang pertama ‘aku’.
Dimana ‘aku’ ini bukanlah manusia, melainkan maneken. Sudut pandang ‘aku’ dituturkan
melalui kedua tokoh maneken—Claudy dan Fereli—secara bergantian. Di sini,
secara otomatis kita dituntut untuk memposisikan diri sebagai benda mati. Segala
keadaan, maupun suasananya dijelaskan secara langsung melalui tokoh maneken
ini dengan menggunakan setiap indera dan apa saja yang berhasil dirasakan dari si maneken
tersebut. Tak bisa dipungkiri, sudut pandang dari sosok maneken cukup membuatku
tertarik. Asumsi dan persepsi yang mereka tuturkan terhadap kehidupan manusia
dan dunia luar memberiku sebuah pandangan yang baru. Tidak hanya itu, berperan
sebagai benda mati, mau tak mau juga membuat kita harus merasakan seperti apa
perasaan dan pola pikir yang diutarakan oleh kedua tokoh maneken ini. Betapa
mereka merasa tak diperhatikan dan menyimpan keirian terhadap kehidupan
manusia. Di satu sisi, sebenarnya ini juga bisa membuat manusia merasa bersyukur.
Ya, bersyukur bahwa kita—manusia—lebih berhak melakukan setiap aktivitas dengan
leluasa. Tidak seperti maneken yang ada di buku ini. Untuk mengekspresikan
kebebasan saja, mereka seolah tidak ada harapan dan cenderung mustahil.
Oh
iya, berbicara tentang benda mati, aku jadi teringat dengan apa yang dikatakan
oleh Papaku beberapa hari lalu. Waktu itu kita lagi nyuci mobil, dan beliau berkata
‘Kita nggak boleh menganggap remeh benda
mati, kalau kita rawat dengan baik dan telaten, nanti mereka juga akan
memberikan respon baik kepada kita’. Jadi, aku rasa tidak salah apabila
penulis mengangkat cerita tentang keberadaan benda mati yang cenderung dianggap
kurang penting atau bahkan tak berguna ini. Secara tidak langsung, buku Maneken
ini berhasil memengaruhi persepsi dan spekulasi manusia terhadap benda mati
menjadi lebih baik. Semoga saja, setelah membaca buku ini, kita bisa lebih
menghargai keberadaan abiotik-abiotik di luar sana.
Selain itu, meski buku ini
tergolong ke dalam genre fantasi, namun ada satu part yang membuatku ingin
mempertanyakan tentang kebenarannya. Yaitu pada hlm. 166, :
‘Maka bila dalam kehidupan manusia ada desas
desus maneken atau boneka dapat bergerak sendiri itu benar, bukan mitos. Hanya
saja bergeraknya kami tidak akan pernah diketahui dan diungkap manusia’.
Ingin
aku yakini kebenarannya, tapi ini novel fantasi. Ingin aku abaikan, tapi ya, gimana ya? Di lain sisi, sebenarnya part ini juga menguatkan
mitos yang beredar dalam masyarakat tentang benda mati yang suka gerak-gerak
sendiri. Maka dari itulah, susah juga jika pernyataan di atas aku abaikan
begitu saja.
Selain itu, pemberian karakter
pada setiap tokoh menurutku juga cukup kuat. Misal, pada kedua tokoh maneken,
keduanya memiliki karakter yang cukup kuat dan dominan. Claudy adalah maneken yang
sangat suka berfantasi dengan pikirannya, dan agak sensitif menurutku. Terbukti
saat mengetahui bahwa Fereli satu etalase bersamanya, ia justru merasa jutek dan
cuek dengan kehadirannya. Jika Fereli, maneken ini menurutku pembawaannya cool, tidak banyak bicara, dan berlagak
berkelas dengan kemampuan bahasa Perancisnya. Karakter kuat lain juga ada pada Sophie,
sangat khas dan cukup mudah dikenali. Sophie juga merupakan sosok yang selalu
ingin benar di setiap detailnya dan ingin semuanya terlihat maksimal atau
sempurna. Hmm… Miss Perfect lah
istilahnya. Kehadiran beberapa tokoh figuran seperti Vince, Deborah, Nichole,
dan lain-lain juga membuat buku ini nampak tidak sepi. Dalam arti, semua tokoh
ikut ambil peran di setiap cerita dan tidak terkesan sebagai tempelan saja.
Namun, di balik beberapa
kelebihan itu, ada juga kesalahan yang ingin aku koreksi dari buku ini.
Sebenarnya kesalahan ini tidak begitu nampak, butuh kejelian untuk
mengetahuinya. Yaitu tentang kekonsistenan penyebutan nama. Pertama, pada
halaman 79, pada kalimat:
‘Kau
romantis sekali, Bailey’ (hlm 79)
Pada dialog di atas, yang
berbicara adalah Sophie dan ditujukan kepada kekasihnya. Aku koreksi karena di
halaman sebelumnya (78) panggilan sayang Sophie kepada kekasihnya adalah
‘Fereli’ bukan Bailey.
Yang kedua pada halaman 120,
pada kalimat:
‘Menyelamatkan
Sophie, dan kami akan terbang
bersama di udara. Melayang terbang tak terbayang’.
Penulisan yang benar seharusnya
‘menyelamatkan Claudia’, bukan Sophie. Karena yang berbicara saat itu adalah
Fereli—maneken.
Sebenarnya kesalahan di atas
tidak terlalu bermasalah, namun hanya untuk koreksi ke depannya saja semoga
bisa lebih baik dan diperhatikan lagi.
Banyak pesan moral yang bisa
kita kutip dari buku ini. Salah satunya adalah untuk menghargai keberadaan
benda mati yang ada di sekitar kita. Kita hidup di dunia tidak selalunya akan berinteraksi
terhadap sesama manusia, ada kalanya keberadaan benda mati juga kita perlukan. Intinya,
di sini penulis berusaha mengubah persepsi kita tentang benda mati lewat
beberapa pesan moral yang tersirat dalam buku Maneken ini.
Sebelum berakhir, aku hadiahkan 3
jempol untuk kisah cinta Claudy
dan Fereli.
Terima kasih!
***
RESENSI INI DIIKUTSERTAKAN DALAM ‘GEBYAR
RESENSI MANEKEN’ YANG DIADAKAN OLEH PENERBIT REPUBLIKA
Maneken. Aku belum berkesempatan baca novel ini, meskipun ada keinginan untuk membacanya. Dari yang kubaca dari reviewmu ini, aku jadi makin sadar diri dengan keberadaan benda mati di sekitarku. Rasanya aku kurang merawat mereka *lirik laptop yang nggak pernah dishutdown*
BalasHapusTauk ah, aku harus sayang2 benda mati habis baca reviewmu ini. ��
Ya harus dong. Tanpa benda mati pun kita pasti juga ngga bisa apa-apa. Semoga bisa cepet baca bukunya ya Mputt
HapusWah! Buku yg menarik krn tokoh utamanya bukanlah makhluk hidup, melainkan benda mati: maneken!
BalasHapusBaca review ini jadi bikin aku penasaran deh kisahnya, terutama dgn apa yg terjadi stlh sebuah petaka besar menimpa Sophie & ia melampiaskannya pd maneken2nya. Trus penasaran juga dengan seberapa dalam penulis bisa menggambarkan perasaan sebuah benda mati & deskripsi sekitar yg dpt ditangkap oleh maneken tsb thdp sekitarnya. Pasti menarik deh!
Ya, yang menarik di sini tuh adalah cara penulis mendeskripsikan pandangan maneken terhadap dunia luar. Bagus banget Mba, semoga bisa cepet baca yaa :))
HapusWih, tokoh utamanya maneken! Aku setuju, ini unik banget, sesuatu yang beda dibanding novel lain. Jadi kebayang kayak dongeng2 di majalah B**o di mana tokohnya benda mati, bisa mikir, dan bisa merasakan. Aku jadi penasaran pengin baca novel ini. Kalau dilihat dari reviewnya sih seru 😉
BalasHapusHmm baru pertama kali ya menemui novel dengan tokoh benda mati? Sama, hehe. Ayo coba baca Mbak, seru dan rekomen nih buku!
HapusSetuju sama kata-katanya Bintang di atas. It's diffrent, ide ceritanya benar-benar nggak biasa. Keren. Gimana bisa penulis mengambil sudut pandang dr benda mati yaitu sebuah maneken. Aku rasa butuh pemikiran yg luar biasa hebatnya, kok jd dibuat penasaran jg ya! Pengen deh bacanya :) ih Bintang bisaan aja nih buat review yg bikin aku bertanya-tanya dan pastinya pengen baca buat nemuin jawabannya hahaha
BalasHapusIya, penulis keren banget ya Ness. Apalagi di sini manekennya pada jatuh cinta satu sama lain. Hmm gimana ya kira-kira? Hahaha. Tujuannya review kan juga untuk bikin orang penasaran? Ya, ngga?
HapusMoga bisa cepet baca ya ness
Wah, seru nih kayaknya. Maneken yang bercerita. Bahkan, maneken dan kisah romance-nya. Jadi penasaran sama konflik-konfliknya juga penyelesaiannya. :D
BalasHapusKeren lo Mbak, ada satu part juga yang di luar nalar kita. Tapi bener2 awesome. Rekomen!
HapusSetuju nih, novel ini unik. Berasa baca cerpen surealis yang suka menghidupkan benda-bedan mati. Duh jadi makin penasaran sama buku ini.
BalasHapusImajinasi liar si penulis patut diacungi jempol ya?
HapusBintang, kakak belum baca novel ini. Lempar dong ke sini. Review kamu bikin penasaraaaann :D
BalasHapusTangkaapp ya Ka Intaaannn *lempaarrrr
HapusHiks aku sedih lagi kalau inget novel ini :'(
BalasHapusMasih sama kayak dulu. Penasaran banget gimana benda mati menjadi tokoh utama.
Moga bisa cepet baca ya Tya. Ga rugi kok baca ni novel. :)
HapusAku belum dapat kesempatan juga sama novel ini. Teringat boneka Annabelle nggak. Dia nyata lhooo menurut beberapa sumber terkait. Kalau aku menangkap pesannya tidak hanya benda mati yang harus dihargai tapi seluruh kehidupan memiliki peranannya masing-masing dan kita harus berusaha menjaganya.
BalasHapusJadi keinget boneka Annabelle dan segala historynya. Menurutku tidak hanya benda mati saja yang harus dihargai tapi seluruh kehidupan memiliki perannya masing2 dan kita tetap menjaga serta melestarikannya.
BalasHapusHahah, iya ya, jadi keinget Anabelle. Tapi bedanya Anabelle kan serem , kalo ini nggak. Manis, lucu, gemesin, seru, hahaha.
HapusYupp, benda mati juga memiliki peran penting dalam kehidupan. *pelukbukudanlaptopkesayangan :D
Benda mati juga punya perasaan. Waktu itu aku pernah tweet tentang hal ini. Karena sebuah benda juga mempunyai atom-atom penyusun. Apabila diperlakukan dengan baik, dia juga akan merespon dengan baik. Misal benda yang rusak, sudah dibenerin berkali-kali tapi tetap rusak, saat dipeluk penuh rasa sayang dan dibisikin "tolong jangan rusak lagi, aku capek benerinnya" tahunya besoknya dia nggak rusak lagi.
BalasHapusAku hanya membayangkan kalau novel ini diangkat ke film, akan seperti apa jadinya? Akankah sama seperti sinetron Boneka Poppy atau MV lagu Gee dari SNSD? :D
Bener banget Kak Aya. Ayahku juga pernah bilang gitu: kalau kita memperlakukan bend amati dengan baik, maka mereka juga akan memberi respon yang baik kepada kita.
Hapus.
Iya nih, ide ceritanya seru, pasti bakal lebih seru kalau di-film-in. Hmmm.. mirip MV Gee mungkin, aku juga pernah lihat MV itu, hehe
Penasaran sama cerita ini. Jadi, keinget film Toy Story.. Menurutku sih, benda mati itu punya arti lhooo.. Selama kita memperlakukan dng baik, kita akan mendapatkan hal yg baik juga dari benda tsb..
BalasHapusYap, ternyata banyak ya film yang mengangkat cerita serupa (menghidupkan benda mati).
HapusAh, aku jadi penasaran banget kalau novel ini di-film-in, setuju nggak Kak? Hehe
Wah saya belum pernah melahap novel yang peran utamanya benda mati. Saya ngebayangin novel ini di film-kan, pasti unik banget!
BalasHapus'Maka bila dalam kehidupan manusia ada desas desus maneken atau boneka dapat bergerak sendiri itu benar, bukan mitos. Hanya saja bergeraknya kami tidak akan pernah diketahui dan diungkap manusia’.
Sebenernya agak merinding dengernya. Kalau seandainya saya ada di pihak yang menentang mitos ini, saya pun mungkin akan berpikir ulang, kalau... ya bisa aja kan? Ah susah dijelasin pokoknya XD
Anw, review-nya keren! Bikin penasaran. Saya pikir buku ini worth to read :)
Yes, worth to read! Semoga aja ada PH yang mengangkat novel ini ke film, ya?
HapusSemoga kau bisa cepet baca buku ini ya, Ann. *cepetkegramed, hahaha
Kalau dari penggarapan ide cerita, saya juga merasa kagum. Sebab menggunakan 'aku' dari benda mati. Pasti membutuhkan penyesuaian yang mendalam. Sebab seajaib-ajaibnya benda mati yang bisa hidup, harusnya benda mati tetapi memiliki kekhasan sendiri. pasti seru bisa membaca buku ini.
BalasHapusYa, itulah yang patut kita apresiasi. Salut buat penulis yang mampu meremark dirinya jadi benda mati selama penggarapan novel ini.
HapusSemoga bisa cepat baca, ya!
Setuju. Ide ceritanya tidak biasa. Dan bahkan sangat langka. Terimakasih sudah mereview, Kak. Saya jadi punya alasan untuk tertarik membacanya! Hehe :)
BalasHapusSama-sama. Semoga bisa cepat membaca buku ini, ya. Thanks sudah berkunjung :))
HapusWaaah sudah lama ga baca novel bergenre fantasi, at least setuju sama kamu dek, novel ini bener2 beda dan unik, ada sense dimana kita berfikir kalo selama ini kita selalu acuh sama benda mati, padahal "mereka" juga punya dunia yang mungkin kita saja yg tidak sadar akan dunia mereka hehe. Well, nice review! Recommended lah hehe jadi beneran mau nyari tuh novel abis ujian ntar wkwk have a good luck ya buat kedepannya✌️
BalasHapusYuppp, habis ujian langsung ke gramed borong ini ya, Kak, hehe. Makasiih
HapusMenurut pendapatku, buku dengan tokoh utama benda mati memiliki sejumlah kekurangan, seperti cerita yang kurang berkembang, pergerakan tokoh-tokoh hanya disitu-situ saja (kadang bisa membosankan) dan jalan cerita yang kurang lepas. Dan biasanya buku yang dihasilkan tebalnya tipis. Tapi kelihatannya tokoh Sophie didalam cerita cukup berperan untuk menghidupkan cerita lewat konflik yang dia bawa. Tema buku ini bisa bikin penasaran pembacanya.
BalasHapusOverall, buku ini jauh dari kata membosankan kok. Ayo coba dibaca Kak, hehe
HapusBahkan aku baru tau kalo ini literally tentang maneken. Genrenya fantasi ya? Kayaknya bakal jadi bacaanku selanjutnya nih
BalasHapusIya, fantasi La. Ayooo La cepetan ke Gramed mumpung masih restock, hehe
HapusAku suka dengan ide ceritanya yang unik. Tapi belum sempet beli. Bintang beliin dong. :v
BalasHapusHayoookk besok ke Gramed, hahaha.
HapusIni tuh buku wishlist banget. Belum sempet beli tapi huhu... aku penasaran kaya apa kisah cinta dua maneken. Kan mereka benda mati, gimana cara penulis menghidupkan cerita. Nice review Bin ;)
BalasHapus