Judul : Rembulan Tenggelam di Wajahmu
Penulis : Tere Liye
Cetakan : XXV, Februari 2016
Tebal : iv + 426 hlm
Penerbit : Republika
Kategori : Novel
ISBN : 978 – 979 – 1102 – 46 – 9 |
Blurb:
Tutup
mata kita. Tutup pikiran kita dari carut marut kehidupan. Mari berpikir takjim
sejenak. Bayangkan saat ini ada satu malaikat bersayap indah datang kepada
kita, lantas lembut berkata: “Aku memberikan kau kesempatan hebat. Lima
kesempatan untuk bertanya tentang rahasia kehidupan, dan aku akan menjawabnya
langsung sekarang. Lima pertanyaan. Lima jawaban. Apakah pertanyaan pertamamu?
Maka
apakah kita akan bertanya: Apakah itu cinta? Apakah hidup ini adil? Apakah kaya
adalah segalanya? Apakah kita memiliki pilihan dalam hidup? Apakah makna
kehilangan?
Ray
(tokoh utama dalam kisah ini), ternyata memiliki kecamuk pertanyaan sendiri.
Lima pertanyaan sebelum akhirnya dia mengerti makna hidup dan kehidupannya.
Siapkan energi Anda untuk memasuki
dunia ‘fantasi’ tere liye tentang perjalanan hidup. Di sini hanya ada satu
rumus: semua urusan adalah sederhana. Maka mulailah membaca dengan menghela
napas lega.
***
“Begitulah
kehidupan. Robek-tidaknya sehelai daun di hutan paling tersembunyi semua sudah
ditentukan. Menguap atau menetesnya sebulir embun yang menggelayut di bunga
anggrek di dahan paling tinggi, hutan paling jauh semua sudah ditentukan…”
Hlm.
56
“Bagi
manusia, hidup ini juga sebab-akibat, Ray. Bedanya, bagi manusia sebab-akibat
itu membentuk peta dengan ukuran raksasa. Kehidupanmu menyebabkan perubahan
garis kehidupan orang lain, kehidupan orang lain mengakibatkan garis kehidupan
orang lainnya lagi, kemudian entah pada siklus keberapa, kembali lagi ke garis
kehidupanmu… Saling memengaruhi, saling berinteraksi…”
Hlm.
57
Setiap
manusia memiliki pertanyaan dalam hidupnya. Mengungkung bak parasit yang mudah
sekali membuat manusia terjerembab apabila terus terjebak di dalamnya. Tak
jarang, banyak pula manusia yang berhasil menemukan jawaban atas pertanyaan tersebut,
dan tidak sedikit pula yang sebaliknya. Menjemput akhir hidup tanpa memiliki
satu pun jawaban yang bisa diketahui. Sebenarnya, bukan karena semesta tidak
memberikan jawaban, melainkan karena sebagian orang yang tidak menyadari
jawaban tersebut. Pola pikir manusia yang sering memandang kehidupan dari satu
sisi, membuat mereka cenderung tidak menemukan arti kehidupan yang
sesungguhnya. Tidak menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyannya.
Ray
atau Rehan, memiliki lima pertanyaan dalam hidupnya. Rentang waktu enam puluh
tahun yang dijalaninya, banyak sekali pengalaman hidup yang berhasil dilalui. Jatuh-bangun,
asam-manis, mau pun pahit-getir kehidupan sekali pun pernah ia rasakan. Dari
segala bentuk liku kehidupan itu, muncul lima pertanyaan yang seringkali
membuat Ray merasa kosong. Bingung atas jalan hidupnya dan mengutuk semesta
atas kehidupan yang tidak adil baginya.
Di
novel ini, mari kita berusaha menjawab lima pertanyaan itu. Menemui titik
terangnya dan mengambil intisarinya. Percayalah, semesta dan isinya akan
memberikan semua jawaban terbaik lebih dari apa yang sudah kita kira.
Bersama
Tere Liye, mari temukan makna kehidupan yang sesungguhnya…
***
“Kalian
mungkin memiliki masa lalu yang buruk, tapi kalian memiliki kepal tangan untuk
mengubahnya.”
Hlm.
96
“Tahukah
kau, kita bisa menukar banyak hal menyakitkan yang dilakukan orang lain dengan
sesuatu yang lebih hakiki, lebih abadi… Rasa sakit yang timbul karena perbuatan
aniaya dan menyakitkan dari orang lain itu sementara, Ray. Pemahaman dan
penerimaan tulus dari kejadian yang menyakitkan itulah yang abadi…”
Hlm.
110
“Buat
apa kehidupan panjang yang baik jika di penghujung sebelum maut menjemput
berakhir dengan keburukan. Lebih baik kehidupan panjang yang buruk tapi di
penghujung sebelum maut datang berakhir dengan kebaikan…”
Hlm.
166
Rembulan
Tenggelam di Wajahmu adalah buku kesekian dari Tere Liye yang berhasil aku
baca. Sama seperti buku-buku sebelumnya, Tere Liye mampu menghadirkan sebuah
cerita yang tidak hanya menghibur, tapi juga sarat akan makna dan pesan moral.
Melalui tokoh utamanya—Ray—penulis secara tidak langsung mengajarkan manusia
bagaimana kita menyikapi hidup dari sisi yang lebih baik. Banyak pelajaran tersurat mau pun tersirat yang sejatinya bisa
dikutip dari buku ini. Melalui kata-katanya yang sangat dalam, Tere Liye seolah menampar kita semua tentang kerasnya
kehidupan. Didukung dengan banyak cerita
yang menggambarkan masa kelam dan menyakitkan dari si tokoh utama, novel ini
benar-benar mampu mengubah sudut pandang manusia terhadap kehidupannya. Dari
sekian banyak buku Tere Liye yang aku baca, aku bisa menyimpulakan bahwa kita
tidak hanya merasa terhibur, tapi juga belajar. Belajar tentang banyak hal yang
sangat berguna untuk membangun moral kita.
Meski
banyak diselipi oleh pesan moral, namun aku rasa si penulis tidak terkesan
menggurui. Semua mengalir begitu saja sehingga mampu pembaca terima dan pahami
dengan mudah. Sesekali juga membuat kita merenung, memunculkan niat untuk
memperbaiki diri, dan menyadari semua ketidaksempurnaan dalam hidup kita.
Selain itu, yang sangat aku suka dari Tere Liye adalah penulisan narasinya. Ya,
meski di buku ini narasinya sangat padat, tapi sama sekali tidak membuat kita
bosan. Tere Liye berhasil mengantisipasi kebosanan kita dengan narasi indah
yang ia tulis. Seperti misal: menggambarkan segala keadaan di sekitar dengan
begitu detail, memunculkan setiap daya tariknya, dan hiruk pikuk di dalamnya.
Terlebih saat penulis menggunakan setting waktu pada malam hari raya, terasa
sekali keceriaan dan keramaian yang ada di dalamnya.
Kebiasaan
memandang rembulan yang dilakukan oleh tokoh Ray di sini juga menjadi daya
tarik tersendiri. Dan rupanya keberadaan rembulan di sini turut menjadi benang
merah di ending-nya, aku suka sekali. Selain itu, setiap menulis cerita, Tere
Liye memang tidak cuma-cuma. Selalu menggambarkan fase kehidupan manusia dari
kecil hingga dewasa. Membuat setiap bukunya seakan mirip dengan biografi
seseorang secara lengkap. Tapi meski begitu kita tidak bisa menyebut ini
membosankan, justru aku rasa upaya ini
bisa membuat kita memiliki ikatan tersendiri dengan tokoh-tokohnya. Dan tokoh
favoritku di sini sudah pasti Ray. Aku suka dengan kebiasaannya memandang
rembulan.
Oh
iya, saat membuka bab pertama buku ini, kita akan disuguhi oleh cerita tentang
Rinai. Seorang gadis kecil yang hidup di Panti. Di bab ini, kita pasti akan
mengira jika keseluruhan cerita akan berpusat pada Rinai dan segala cerita hidupnya yang banyak
mengundang tanya, tapi rupanya salah. Memasuki bab 2 dan sampai akhir, Ray lah
tokoh utama dalam buku ini. Sama sekali tidak ada hubungannya dengan Rinai.
Lalu, sebagai apa keberadaan Rinai di sini? Itulah yang patut kita apresiasi
kepada penulis. Tokoh Rinai rupanya turut menjadi benang merah di akhir
ceritanya. Menjadi kepingan puzzle terakhir yang berhasil menyempurnakan
seluruh susunan cerita. Benar-benar tidak terduga dan tidak bisa tertebak
sebelumnya.
Selain
itu, seperti yang sudah aku tulis di review PULANG, setiap tokoh di sini sangat
berperan penting dalam melengkapi cerita dan saling terikat. Awalnya, kita
menganggap banyak tokoh yang bermunculan adalah orang asing, dalam arti tidak
memiliki hubungan dengan tokoh lain dan kejadian-kejadian sebelumnya. Tapi
rupanya bukan begitu sebenarnya, masing-masing tokoh ibarat mata rantai. Saling
terikat dan berhubungan. Banyak cerita tentang masa lalu mereka yang perlahan
muncul ke permukaan dan menggenapi kekosongan cerita. Utuh. Lengkap. Menyatu.
Secara
keseluruhan, buku ini merupakan buku yang sarat akan makna dan filosofis, tapi
percayalah, ini sama sekali tidak membuat kita kewalahan. Justru kita bisa
banyak belajar, terutama tentang makna kehidupan. Memaknai kehidupan dari sisi
yang lebih terang.
Seterang
rembulan.
Terima kasih!
***
“Apa
pun bentuk kehilangan itu, ketahuilah, cara terbaik untuk memahaminya adalah
selalu dari sisi yang pergi. Bukan dari sisi yang ditinggalakan…”
Hlm.
315
“Ada
satu janji Tuhan yang sungguh hebat, yang nilainya beribu kali tak terhingga
dibandingkan menatap rembulan ciptaanNya. Tahukah kau? Itulah janji menatap
wajahNya. Menatap wajah Tuhan. Tanpa tabir, tanpa pembatas… Saat itu terjadi
maka sungguh seluruh rembulan di semesta alam tenggelam tiada artinya. Sungguh
seluruh pesona dunia akan layu. Percayalah selalu atas janji itu, Ray, maka
hidup kita setiap hari kan terasa indah…”
Hlm.
424
wah quotesnya bagus-bagus ya :D
BalasHapusaaah belum sempet baca rembulan tenggelam di wajahmu, smeoga bisa berkesempatan baca :D