Blurb:
Di pojok selatan Jakarta, kau akan
menemukannya. Tempat itu tak sepanas bagian Jakarta lainnya. Langit di sana
sering berubah seolah mengikuti suasana hati penghuninya. Kau akan bisa
menemukannya dengan mudah. Ada banyak rumah di sana. Orang menyebut tempat itu
Blue Valley.
Jika kau berjalan ke salah satu blok, kau akan menemukan rumah yang setiap pagi dipenuhi nyanyian Rihanna. Seorang pemuda kribo yang selalu menenteng kamera tinggal di sana bersama tantenya. Dia sering kali bersikap dingin. Dia menyimpan duka. Sisa penyesalan terdalam dua tahun lalu.
Ada gadis yang menantinya, dan ingin menamai hubungan mereka yang kian dekat. Namun, pemuda itu selalu ragu. Dia menyukai gadis itu, tetapi... selalu merasa bersalah jika memberikan tempat yang sengaja dia kosongkan di hatinya. Namanya Rinaldo. Panggil dia Aldo, tapi jangan tanya kapan dia akan melepas lajang.
Jika kau berjalan ke salah satu blok, kau akan menemukan rumah yang setiap pagi dipenuhi nyanyian Rihanna. Seorang pemuda kribo yang selalu menenteng kamera tinggal di sana bersama tantenya. Dia sering kali bersikap dingin. Dia menyimpan duka. Sisa penyesalan terdalam dua tahun lalu.
Ada gadis yang menantinya, dan ingin menamai hubungan mereka yang kian dekat. Namun, pemuda itu selalu ragu. Dia menyukai gadis itu, tetapi... selalu merasa bersalah jika memberikan tempat yang sengaja dia kosongkan di hatinya. Namanya Rinaldo. Panggil dia Aldo, tapi jangan tanya kapan dia akan melepas lajang.
“Kalau
ada hal yang paling aku takutin, itu adalah kehilangan kamu, tapi kau lebih
takut kalau aku melewatkan kamu.”
Hlm.
185
Selamat
datang di cluster Blue Valley. Di
rumah bernomor 16, kalian akan menemukannya. Seorang pemuda kribo yang tinggal
bersama seorang tantenya yang bernama Tante Fitri. Salah satu tanda bahwa Tante
Fitri sedang berada di rumah adalah terdengarnya suara penyanyi Rihanna ke seluruh
sudut kompleks setiap pagi. Berbeda dengan Aldo yang setiap paginya selalu ia
isi dengan membuat omelet, Tante Fitri justru lebih memilih menyalakan musik
keras-keras. Dan, lagu siapa lagi yang ia putar jika bukan dari penyanyi
favoritnya, Rihanna.
Berbeda
dengan Tante Fitri yang cenderung heboh dan rumpi, pemuda kribo kita—Aldo—justru
lebih sering menutup dirinya dari lingkungan sekitar. Kegiatannya hanya sebatas
di rumah, dan bekerja sebagai fotografer makanan. Itu pun kalau ada yang
memanggilnya.
Tahukah
kalian apa yang lebih menarik lagi dari pemuda kribo kita yang satu ini? Ya.
Dia memiliki pandangan yang unik terhadap pernikahan. Menurutnya, pernikahan
adalah hal konyol. Dan orang yang terikat dalam pernikahan adalah orang yang…
bodoh. Bagaimana tidak, sebodoh itukah mereka memandang pernikahan?
Sampai-sampai rela untuk menukarkan kebebasan mereka dengan ritual konyol
tersebut. Itulah yang selama ini
tertanam dalam hati dan pikiran Aldo. Tepatnya, setelah Ibu dan kekasihnya
pergi meninggalkannya beberapa tahun lalu.
Tapi,
bagaimana ceritanya jika Aldo bertemu dengan orang yang sama dengannya? Jenny,
seorang koki kue yang memiliki pandangan serupa seperti Aldo terhadap
pernikahan. Keduanya mulai mengenal saat Aldo ikut menangani proyek sebuah kafe
bernama UNO milik Dinda, sahabatnya. Akibat kesamaan itulah, keduanya mulai
menjadi kian dekat. Bahkan tak segan keduanya sering menunjukkan kebersamaan di
banyak tempat.
Namun,
semakin dekat hubungan mereka, rupanya sedikit demi sedikit malah semakin
mengubah pandangan mereka terhadap sebuah hubungan. Di saat Aldo merasa bahwa
menjalin hubungan akan kembali membawanya pada kehilangan, Jenny justru
bersikap sebaliknya. Membuat Aldo meyakini bahwa di dunia ini, ia tidak bisa
hidup sendiri….
***
“…hal
yang paling menyakitkan dari memiliki seseorang yang sangat mengenal dirimu
adalah saat dia tahu apa yang kamu takuti, tetapi orang itu tetap melakukannya.”
Hlm.
118
“Semua
orang pernah mengalami kehilangan, tapi yang lebih penting adalah gimana kamu jalanin
hidup setelah itu.”
Hlm.
127
Akhirnya,
aku berhasil menamatkan seri Blue Valley. Elegi Rinaldo dari Bernard Batubara menjadi
sebuah penutup yang manis untukku. Teruntuk Falcon, ditunggu seri-seri buku
berikutnya. Semoga makin kreatif dan banyak menerbitkan buku-buku bagus!
Elegi
Rinaldo adalah buku Bara yang kesepuluh. Dari kesepuluh buku tersebut, aku
sudah membaca 2 novel—termasuk Elegi Rinaldo ini—dan 3 kumpulan cerpen. Sebelum
membaca Elegi Rinaldo, imej buku-buku Bara yang terbentuk di otakku adalah
sebuah buku yang sarat dengan kalimat puitis, mendayu-dayu, dan diksi yang
indah. Namun, menurutku sendiri, tiga hal tadi tidak banyak aku temukan di
Elegi Rinaldo ini.
Elegi
Rinaldo adalah sebuah novel yang sederhana. Mulai dari konfliknya, pemilihan
kata dan gaya bahasanya, serba sederhana. Untuk ide ceritanya sendiri, sangat
sederhana pula. Tentang seorang pemuda yang enggan menjalin hubungan karena masih
trauma terhadap kehilangan yang pernah ia alami di masa lalu. Ide cerita yang
sederhana ini, dari awal menuju pertengahan juga dikemas dengan sangat
sederhana. Saking sederhananya, aku sampai merasa bosan dan istirahat baca buku
ini dulu selama kurang lebih 3 hari. Yang aku tangkap dari setengah buku ini
adalah ceritanya yang cenderung datar, biasa saja, dan hubungan antar tokohnya
tidak begitu diikat dengan chemistry
yang kuat. Aku pribadi pun kurang bisa menemukan ikatan tersendiri baik dengan
tokohnya atau pun setiap adegannya. Seperti
misal, kissing scene yang ada di
salah satu halamannya hanya berlalu begitu saja dan tidak membekas apa-apa. Tahu-tahu,
main cium saja, tanpa menggugah emosi sedikit pun. Itu menurutku.
Namun,
hal yang berbeda justru aku dapatkan pada
saat menuju pertengahan cerita sampai ending. Dari sini, aku merasa bahwa emosi
dan chemistry baik dari Aldo mau pun
Jenny lebih kuat dan terasa, juga asyik untuk dimainkan. Konflik-konflik kecil
yang mewarnai hubungan mereka, disampaikan dengan cukup baik, sehingga tak bisa
dipungkiri kalau bikin aku jadi malah antusias sama jalan ceritanya. Ada
beberapa adegan yang sempat membuatku tersenyum, geram, bahkan sempat marah
pula sama Aldo. Aldo ini, menurutku adalah sosok yang bermuka dua. Sama seperti
kata Jenny, dia sok nggak ngebutuhin orang lain, tapi sebenarnya dia itu kesepian,
dan membutuhkan seseorang untuk mengobati kesendiriannya.
Tentang
perubahan pola pikir Aldo dan Jenny terhadap prinsip hidup mereka terkait
pernikahan, menjelang ending menurutku juga berhasil dijelaskan secara logis.
Jadi, kita yang membacanya tidak dibuat aneh dengan perubahan tersebut. Kok tiba-tiba Aldo nggak konsisten gini?
Tidak, kita nggak akan bertanya hal seperti itu, karena perubahan tersebut
memang didasari alasan yang logis, dan melibatkan tokoh secara emosional (?)
Jadi, terlepas dari setengah cerita buku ini yang cenderung datar, dan tidak
adanya diksi atau kata-kata yang indah sama seperti buku-buku Bara yang lain, overall Elegi Rinaldo berhasil
disampaikan dengan cukup manis, dan cukup mampu membekas di hati setelah
membacanya.
Sebelum
beranjak, ingin sebentar saja mengutarakan ketidakpuasanku terhadap buku ini.
Pertama, karena tidak adanya cameo dari 4 novel lain di Seri Blue Valley, jadi
nuansa Blue Valley-nya terkesan hambar—ini hanya masalah selera sebenarnya. Tapi
balik lagi, mungkin ini juga dipengaruhi karena kepribadian Aldo yang introvert. Tapi kalau introvert kok agresif—main kiss-kiss aja? Ah sudahlah. Kedua,
mungkin ini bisa lebih disebut kesalahan? Yaitu pada halaman 111 dan 112. Sebenarnya,
Jenny ngunggah foto Aldo di Instagram itu pagi atau malam? Pada halaman 111—saat
Jenny ngunggah foto itu, setting waktu sudah jelas pagi. Tapi di halaman 112,
Jenny bilang…. semalam?
Secara
keseluruhan, Elegi Rinaldo ini sangat ringan dan easy to read. Namun anehnya, terasa begitu manis sekali. Spesial
buat kamu yang memiliki pandangan berbeda terhadap sebuah hubungan dan ingin
mengubah cara pandang itu secepatnya. Selamat membaca!
Terima
kasih!
***
“You’re
different. That’s the thing about you that I like the most.”
Hlm.
82
Yah, saya kira buku Bang Bara ini bakal lebih mengejutkan. Tapi, biar begitu saya masih penasaran dengan jalan ceritanya hahaha.
BalasHapusCeritanya sederhana, tapi cukup berkesan. Semoga bisa baca secepatnya ya, Mas :))
HapusIntrovert masa bisa asal kiss dah :P hahaha. Menurutku rinaldo ini pria biasa aja. Kurang digali karakternya Pas baca aku buku ini sempat berekspektasi kalau buku ini bakal melankolis dan gloomy seperti Cinta adalah Cara Terbaik Untuk Bunuh Diri. Unpredictable standar ^^
BalasHapusNah maka dari itu, aku juga bingung hehe. Iya ceritanya cenderung standar, sejauh ini buku favoritku dari Bara tetep Metafora Padma dan Jika Aku Milikmu
Hapusnice review kak :D
BalasHapusTerima kasih ya, :)
Hapus