Judul : Glaze
Penulis : Windry Ramadhina
Tahun terbit : 2017
Tebal : 396 hlm
Penerbit : Roro Raya Sejahtera
(Imprint Twigora)
Kategori : Novel
ISBN : 978 – 602 – 60748 – 2 – 9 |
Blurb:
Seperti glasir di permukaan keramik, aku
merasakanmu sepanjang waktu.
Mataku tak lelah menatapmu, diam-diam mengabadikan senyumanmu di benakku.
Telingaku mengenali musik dalam tawamu, membuatku selalu rindu mendengar cerita-ceritamu.
Bahkan ketika kita berjauhan, aku selalu bisa membayangkanmu duduk bersisian denganku.
Seperti glasir di permukaan keramik, kepergianmu kini membungkusku dalam kelabu.
Ruang di pelukanku terasa kosong tanpa dirimu.
Dadaku selalu sesak karena tumpukan kesedihan mengenang cintamu.
Bahkan ketika aku ingin melupakanmu, bayanganmu datang untuk mengingatkan betapa besar kehilanganku.
Aku menyesal telah membuatmu terluka, tapi apa dayaku?
Aku yang dulu begitu bodoh dan naif, terlambat menyadari kalau kau adalah definisi bahagiaku.
Mataku tak lelah menatapmu, diam-diam mengabadikan senyumanmu di benakku.
Telingaku mengenali musik dalam tawamu, membuatku selalu rindu mendengar cerita-ceritamu.
Bahkan ketika kita berjauhan, aku selalu bisa membayangkanmu duduk bersisian denganku.
Seperti glasir di permukaan keramik, kepergianmu kini membungkusku dalam kelabu.
Ruang di pelukanku terasa kosong tanpa dirimu.
Dadaku selalu sesak karena tumpukan kesedihan mengenang cintamu.
Bahkan ketika aku ingin melupakanmu, bayanganmu datang untuk mengingatkan betapa besar kehilanganku.
Aku menyesal telah membuatmu terluka, tapi apa dayaku?
Aku yang dulu begitu bodoh dan naif, terlambat menyadari kalau kau adalah definisi bahagiaku.
***
Beberapa
orang yang mendengar ini mungkin akan merasa kesal denganku. Tapi, apa boleh buat?
Memang seperti ini kenyataannya. Namaku Kalle. Dan, Eliot, adikku yang memiliki
kelainan jantung baru saja meninggal. Menyusul kedua orangtua kami yang telah
lama pergi. Anehnya, aku tidak sedih dengan kepergiannya. Aku justru, lega dan
tidak terbebani lagi.
Hidup
sebagai anak pertama dan memiliki seorang adik yang ‘penyakitan’ memang
membuatku diperlakukan secara tidak adil. Oleh kedua orangtuaku terutama.
Perhatian yang seharusnya turut dilimpahkan ke aku, justru didapat oleh adikku
sepenuhnya. Bahkan, aku dituntut untuk selalu menjaga, mengawasi, dan
melindungi Eliot. Hey, Eliot anak laki-laki,
sudah besar, membiarkan dia tanpa pengawasan sebentar saja tidak akan
membunuhnya! Karena itulah, aku kadang merasa tidak bebas dalam hidup.
Gara-gara Eliot.
Sampai
hari pada saat ia meninggal, aku tidak merasakan kesedihan, atau pun menyesal atas
apa yang aku lakukan selama ini. Aku kehilangan, memang. Otakku pun turut
memutar ulang satu-dua kenangan yang pernah kita lalui bersama. Tapi, aku tidak
sedih. Begitu juga para pelayat yang hadir saat itu, mereka kelihatan biasa
saja.
Setelah
Eliot meninggal, kupikir bebanku terhadapku bisa berkurang. Tapi, ternyata tidak.
Ketika aku menemukan rekaman yang berisi pesan terakhir dari Eliot, pundakku
rasanya kembali dipikuli beban, cukup berat. Yakni, dia memintaku untuk menjaga
kekasihnya.
Kara.
Nama perempuan itu. Sayang, penampilannya tidak secantik namanya. Perempuan
ceroboh dengan banyak noda di baju dan wajahnya, rambut yang berantakan, dan
suka menerobos ke pagar rumah orang.
Huh
Eliot, sudah mati, tapi kau masih saja merepotkan!
***
Alhamdulillah
senang sekali bisa berkesempatan untuk membaca buku kesepuluh dari salah satu
penulis favoritku, Mba Windry Ramadhina. Lebih senang lagi ketika bisa menjadi salah
satu host untuk event BlogTour ini. Sekali lagi aku berterima kasih.
Glaze,
adalah buku kesepuluh dari Windry Ramadhina, tapi menjadi buku pertama yang
diterbitkan bersama Roro Raya (Twigora). Dilihat dari segi ide cerita,
sebenarnya sangatlah sederhana. Seorang kakak yang mendapat wasiat dari adiknya
yang sudah meninggal untuk menjaga sang kekasih. Dari sini, kita sudah bisa
menyimpulkan bahwa buku ini menyimpan cerita-cerita yang sendu, muram, dan
penuh kesedihan.
Ya,
benar. Pada bagian awal buku, pembaca akan diajak untuk ber-mellow terlebih
dahulu dengan meninggalnya Eliot. Bagaimana orang-orang terdekat mengenangnya,
meratapi kesedihannya, membuat kita ikut hanyut ke dalamnya. Harus diakui,
penulis memang jago membuat nuansa cerita sebegitu kelamnya yang kemudian juga
ikut membuat pembaca larut.
Bagi
kalian yang tidak sabaran dengan cerita sedih seperti ini, pasti akan mudah
merasa bosan. Pada awalnya aku juga begitu. Tapi semakin kita mengikuti alur
cerita, halaman demi halaman yang terlewati akan membawa kita pada satu kisah
yang manis, lucu, dan penuh tanda tanya. Jangan terlebih dahulu menghakimi
kalau buku ini isinya full sedih, diisi dengan adegan tangis menangis.
Sesungguhnya tidak, kalau kalian mau sedikti bersabar, maka isi cerita ini
sungguh beragam.
Kita
fokus pada dua tokoh utama cerita ini, Kara dan Kalle. Kara, seorang perempuan
pecinta seni, sangat tercermin dari caranya berpenampilan mau pun bersikap. Aku
pernah mendengar satu pepatah, entah aku mendengarnya di mana, dan diucapkan
oleh siapa, bahwasanya seni itu berantakan. Dan itu ada pada diri Kara.
Sosoknya yang menyukai seni, terutama seni keramik, sangat selaras dengan
karakter mau pun penampilannya yang digambarkan penulis—berantakan dan
cenderung acuh tak acuh pada penampilan juga keadaan. Seolah-olah penulis ingin
menggambarkan Kara sebagai sebuah cerminan karya seni. Memiliki banyak
kerumitan, sulit ditebak, dan memancarkan sejuta ekspresi.
Kalle,
menurutku adalah tipikal tokoh yang sangat umum. Dingin, berpenampilan rapi, dan
mudah disukai perempuan. Didukung dengan profesinya sebagai pengusaha sukses,
kian membuat sosoknya seakan tidak memiliki celah. Tapi jika boleh jujur,
pemilihan profesi dan karakter tokoh seperti ini sudah sering aku temukan—beberapa
di antaranya juga ada di novel Mba Windry yang sebelumnya. Kalian tahu, Kalle reminds me to Diyan in Orange, really.
Sepanjang
buku ini, aku sangat menyukai bagaimana Kalle dan Kara berkomunikasi satu sama
lain. Bagaimana penulis membawa hubungan mereka menjadi lebih dekat sangat
asyik untuk diikuti. Unsur drama-drama sedihnya mulai sedikit demi sedikit
dikurangi, dan intensitas pertemuan Kalle dan kara menjadi semakin sering. Kara
yang kerap menunjukkan kerikuhan dan kepolosannya sangat lucu jika disandingkan
dengan Kalle yang dingin. Pada beberapa bagian, kita akan menertawai Kara yang
tidak pandai bersikap di depan Kalle. Belum lagi, ditambah penampilannya yang
tidak memenuhi standar, hahaha. I think that’s
really sweet, anyway.
Dan
satu lagi, yang menjadi ciri khas dari beberapa buku Mba Windry adalah
dimasukkannya sesuatu-sesuatu yang baru, yang menarik, yang asyik, dan disajikan
dengan cukup detil. Jika di novel Last
Forever kita akan menemukan seluk beluk dalam dunia film dokumenter, dan di
Walking After You kita akan menjumpai
kue-kue Prancis yang manis, maka di novel ini, penulis mencoba mengenalkan
dunia seni keramik kepada kita. Inilah yang selalu saya suka dari Mba Windry,
apa yang coba ia angkat dalam bukunya diulas dengan cukup detail.
Untuk
keseluruhan, novel Glaze ini sangat manis. Kalian wajib baca karya kesepuluh
dari Windry Ramadhina ini. Dan, mengutip apa yang Mba Windry katakan di
postingan wawancara sebelumnya, sedikit cinta tidak akan berbahaya,
kok.
***
PHOTO
CHALLENGE !!!
Seperti
biasa, tiap kali mengadakan event blogtour seperti ini, Twigora akan meminta
para host untuk melakukan photo challenge. Dan challenge kali ini cukup mudah
sebenarnya, yakni memfoto buku Glaze bersama benda yang berawal dengan huruf ‘K’.
Nah,
yuk intip punyaku:
KURSI
PUTAARRR!!
Hahahaha.
Kenapa aku memilih kursi putar untuk foto bareng novel GLAZE? Simple sih, karena
di kursi inilah aku menyelesaikan membaca novel GLAZE. Sambil bebaperan, sambil
puter-puteran, hahahahaha.
Dan
guys, jangan lupa juga untuk berkunjung ke dua postingan ini, adalah
wawancaraku bersama penulis, dan… GIVEAWAYYY NOVEL GLAZE. YEAY! Let’s check link below!
BACA JUGA:
- - Giveaway Novel GLAZE (soon)
kok baper ya :(
BalasHapusDan selalu lebih menarik perhatian perempuan sih tipe cowok dingin yang susah diraih itu. Lebih menantang. 😃
BalasHapusHmm, aku jadi gitu deh, hwahaha
Hapusblurb.nya indah ya? kursinya juga indah :D
BalasHapusHMM THANKS LO, HAHAHA
HapusSelalu suka tulisan ka windry. Menurutku sendiri selalu terasa bittersweet. Apakah yang ini juga begitu?
BalasHapusIya, bittersweet. Ah, jadi ngingetin aku ke ORANGE hehe
HapusHuaaaa, aku langsug jatuh cinta dengan Kalle!
BalasHapusPemikiran dingin (bahkan mendekati sadis) tapi berasa kocak:
"Huh Eliot, sudah mati, tapi kau masih saja merepotkan!"
Heeee Kalle punyanya Kara, hahaha
Hapusjadi penasaran sama Glaze!! aku udah lama suka karya2nya Windry. apa ya, tipe2 buku dia tuh menyenangkan narasinya. dan tentu aja ada bagian2 yang makjlebin (?) jantung *halah. gak sabar pengin baca. yah kalo menang sih haha 😂😂
BalasHapusNAH, narasinya bikin ga bosen, indah, pokoknya best lah
Hapus"Namaku Kalle. Dan, Eliot, adikku"
BalasHapusHahahaha, aku kira awalnya Kalle itu cewek, wkwkwk. Ternyata lelaki. Sadarnya pas baca bagian review, si elliot yang nitip kekasihnya, Kara ke Kalle.. Yaa ampun salah fokuss..
Hwahahahahaha
HapusSelalu suka aq caranya mereview. Padat dan informatif.
BalasHapusEmang yah klu pecinta seni it rada2 berantakan hihi. Jadi makin penasaran sama tokoh Kara itu gimana.
Thank you :))
HapusYg jadi pertanyaan...kan Kalle dan Eliot kakak adik. Kenapa namanya gak mirip ya? Misalnnya Kalle dan Killie gitu ��
BalasHapusHahahaha, ask it to the writer
HapusDulu...pas baca blurb-nya bernuansa sedih, aku kurang tertarik sama novel ini, karena nggak suka cerita yang bikin nyesek :(
BalasHapusTapi baca review ini jadi berubah pikiran dan malah jadi penasaran :D
Ga semua bagian novel ini sedih kok, santai aja
HapusPertama kali baca blurb nya kirain Kalle itu cewek lah ternyata cowok ya :D
BalasHapusNah loh, dua orang bilang gini haha
HapusBiasanya aku menghindari buku dengan kesan sendu, dan sepertinya itu nggak berlaku untuk novel Glaze ini.
BalasHapusmalah jadi penasaran bagaimana kak Windry menarik pembaca untuk hanyut dalam tulisannya.
Nah loh, jadi penasaran kan...
Kalle segitunya yaa sama adiknya.
lalu apakah dia akan melakukan wasiat Eliot? dengan ikhlas? atau terpaksa?
disini aku jadi penasaran sama Eliot, kak Bin kok nggak nyinggung Eliot sih):
Yaahh maaf ya, gimana ya. Pas nulis resensi, fokusku uda ke Kalle Kara aja, hahaha. Kalau mau tau lebih soal Eliot, beli dan baca bukunya ya hehe
Hapus"Dan satu lagi, yang menjadi ciri khas dari beberapa buku Mba Windry adalah dimasukkannya sesuatu-sesuatu yang baru, yang menarik, yang asyik, dan disajikan dengan cukup detil."
BalasHapusSependapat banget sama ini!
Aku jadi kecanduan sama novelnya mbak Windry sejak baca Interlude. Mbak Win selalu menghadirkan sesuatu yang unik, dari sudut pandang yang sama sekali asing bagiku. Setiap baca ceritanya, jadi seolah-olah masuk banget ke dunia yang diciptakan mbak Win.
Bener banget. Ah, aku belum baca Interlude :((
Hapus