Judul : Bercinta
Dalam Tahajjudku
Penulis :
Anshela
Cetakan : Pertama, Juli
2015
Tebal : 184 hlm
Penerbit : Diva Press
Kategori : Novel
ISBN : 978 – 602 –
279 – 159 – 1
Blurb:
“Terkadang
cinta bisa membuat orang jadi gila. Mampu mengubah seseorang hingga melakukan
sesuatu di luar kebiasaan. Nggak jarang,
cinta sangat menyiksa batin. Ketika nggak dijaga dengan baik, maka setan yang
berkuasa. Cinta sudah jadi fitrah manusia. Jadi, kalau kamu cinta seseorang,
sebaiknya karena Allah.”
Mencintai
karena Allah? Kisi tak paham maksudnya. Awalnya, ia hanya gadis manja yang
tidak pernah menyukai kajian keagamaan, lalu ikut rohis untuk keperluan majalah
sekolah. Setelah tahu siapa yang mengampu kegiatan sekolah adalah Bangga
as-Salam, ustadz muda bersuara lembut dan berwajah teduh, Kisi merasakan
bahagia, juga kepedihan karena cinta. Namun, apakah cintanya benar karena Allah
atau semata titisan nafsu?
***
“…hatimu seperti intan. Keras
sekali. Untuk membuatnya berlubang meski setitik saja diperlukan ketelatenan pembuatnya.
Seperti itu hatimu. Nggak akan bisa membuatnya berlubang kalau nggak karena
kesadaran dan kemauan yang keras. Jangan sampai hatimu seperti itu selamanya!
Kalau terus-terusan, seumur hidup kamu akan dihinggapi rasa benci dan dengki
pada diri sendiri dan pada orang-orang di sekitarmu.”
Hlm. 138
Jika
kamu bertemu dengan seorang gadis yang manja, cerewet, egois dan kurang baik
dalam bertata krama, tidak salah lagi jika gadis itu bernama Kisi. Kisi
sebenarnya adalah seorang gadis remaja pada umumnya. Namun, setiap sikapnya
yang kadang menjengkelkan, membentuk ia menjadi pribadi yang jauh dari kesan
sholeha. Jika berbicara tentang ilmu beragama, Kisi termasuk salah satu orang
yang enggan membicarakan hal ini. Dia dibesarkan menjadi seorang gadis yang minim
akan kajian agama dan sejenisnya. Bukan berarti di keluarganya tidak diajarkan
agama, namun Kisi lah yang tidak mau untuk menerapkannya.
Hari demi hari, kehidupan Kisi masih
berjalan seperti biasa. Hingga pada akhirnya kabar itu datang dan mengubah semuanya
menjadi gelap. Papanya meninggal dalam sebuah kecelakaan. Kisi yang waktu itu
tak memiliki firasat apapun, jelas sangat kaget. Ia bersama Mamanya tak bisa
melakukan apa-apa lagi selain menangis meratapi kepergian sang Papa. Saat itu,
kehidupan sangatlah gelap dan kelam bagi Kisi.
“Ingat, kita ini ibarat musafir
yang setelah berjalan jauh, maka harus istirahat. Nah, seperti itulah hidup.
Kita hanya antre di depan pintu kematian. Suatu saat, kita semua pasti mati dan
melewati pintu itu.”
Hlm. 35
Namun, seiring berjalannya hari,
berita tentang kematian Papa bisa mulai ia lupakan. Kini, Kisi tengah dibuat
berbunga-bunga dengan kehidupan asmaranya. Adalah Mauricio Iglesias atau yang
biasa dipanggil Mauris. Cowok bule dengan titel keren dan tampan di sekolah ini
adalah adik kelas Kisi. Bukan tidak mungkin ini akan menjadi bahan perhatian
tersendiri bagi Kisi. Semenjak beberapa hari terakhir, Kisi mulai menaruh hati
pada cowok idamannya ini. Tak jarang, ia suka cari perhatian darinya dengan
mengikutinya ke perpustakaan, berjalan di depan kelasnya, dan mengaji di
masjid.
Mengaji? Di masjid? Ya, semenjak
mengetahui Mauris ikut mengaji di salah satu masjid dekat rumahnya, Kisi
berinisiatif untuk ikut mengaji pula. Dengan ditemani Riris—sahabatnya—mereka
berangkat ke masjid setiap sore. Riris sebenarnya tahu jika niat Kisi mengaji
ke masjid bukan karena Allah, tapi karena Mauris. Tapi mau gimana lagi,
temannya yang satu ini benar-benar telah dibutakan oleh cinta. Seiring
berjalannya hari, kebimbangan mulai terjadi dalam hati Kisi. Di masjid, dia
juga bertemu dengan seorang ustaz yang tak kalah tampan. Orang-orang
memanggilnya Ustaz Bangga. Perhatian Kisi kini terbagi dua, Mauris dan Ustaz
Bangga. Lantas, sebenarnya siapakah yang benar-benar Kisi harapkan?
Mauris si cowok bule dengan wajah
yang tampan dan cool…
atau, Ustaz Bangga dengan senyumnya
yang tulus dan rajin beribadah?
***
Well,
ini adalah kali kedua aku membaca buku romance dengan balutan unsur religi.
Setelah sebelumnya, aku sempat pula membaca buku dengan genre yang sama yaitu Engkau Cahaya Hatiku karangan Nia Sutardi. Ada rasa senang tersendiri bisa
membaca cerita cinta namun juga dengan kajian ilmu agama di dalamnya. Rasa
senang karena aku tidak hanya mendapat sisi manis dari segi romance-nya saja, tapi
juga mendapat manfaat untuk bisa memaknai cinta dari segi agama pula. Pandangan
cinta melalui segi agama menimbulkan persepsi tersendiri bagi pembaca. Cinta
dari segi agama tidak terkesan berlebih dan ada batas-batasnya. Bukan berarti
tidak begitu dieksplor, namun lewat segi agama kita bisa mendapat persepsi yang
lebih positif dari ‘cinta’. Ini menjadi poin plus untuk novel ini.
Poin
plus lain datang dari alur. Dengan menggunakan alur maju mundur, penulis
membuka cerita dengan adegan di masa sekarang. Hingga kemudian flashback ke
masa lalu, dan kembali lagi ke masa awal di lembar terakhir. Namun, di sini
tetap saja ada yang ingin aku kritisi. Yaitu, adegan pembuka buku ini terlalu
spoiler. Terlalu membeberkan adegan yang sebenarnya itu adalah bagian dari ending
cerita. Yang cukup disayangkan di sini adalah karena penulis menyebutkan nama.
Aku rasa akan lebih baik jika penulis menggunakan kata ganti ‘wanita itu,
lelaki itu atau seseorang itu’. Biar timbul rasa penasaran di benak pembaca.
Dengan menyebut nama seperti itu, pembaca bisa dengan mudah menebak ending
ceritanya. Apalagi adegan yang disampaikan di pembuka ini juga merupakan bagian
ending. Jadi kurang ‘surprise’ aja ke belakangnya.
Selain
itu, pemberian karakter pada setiap tokoh juga cukup memikat. Terlebih Kisi,
aku sering terlibat emosi dengannya karena perubahan emosinya yang terkesan
tiba-tiba dan tidak bisa diprediksi. Dengan sifatnya sebagai remaja yang cukup
labil, mau tidak mau membuat kita mengikuti cara berpikirnya yang terkesan
tidak masuk akal. Tapi aku rasa seru juga, Kisi merupakan sebuah bentuk
interpretasi dari kebanyakan remaja jaman sekarang. Yang cukup membuatku salut
di sini adalah penokohannya terbilang konsisten. Lagi-lagi pada Kisi, meski ia
sudah berniat untuk mengubah sikapnya menjadi lebih baik, tapi sikap egois dan
labilnya masih tetap ada. Tokoh Kisi di buku ini terbilang sangat khas,
karakternya kuat sekali.
Seperti
yang aku bilang di atas, meski beberapa adegan ending sudah terbocorkan di awal
cerita, namun beberapa surprise juga tidak lepas dari buku ini. Terlebih saat
terungkapnya siapa jati diri Mauris yang sebenarnya. Aku kira, dalam buku ini
Kisi akan terlibat kisah percintaan dengan Mauris. Tapi rupanya keadaan justru
berubah 180 derajat. Seketika, titel Mauris di mataku sudah tidak begitu
berkesan lagi. Namun, aku rasa terungkapnya jati diri Mauris ini penempatannya
kurang tepat. Menurutku akan lebih baik jika diletakkan di pertengahan atau
menjelang ending cerita, jangan di awal. Karena, menuju pertengahan cerita, penulis
justru menghilangkan tokoh Mauris ini. Padahal, kalau saja Mauris ini tetap ada
sampai akhir cerita, pasti konflik yang dirasa akan lebih seru.
Dengan
menggunakan sudut pandang orang ketiga, seharusnya membuat penulis untuk lebih
leluasa bercerita lewat sudut pandang banyak tokoh. Tapi, aku rasa ini tidak
terlalu dilakukan oleh penulis. Cukup disayangkan. Misalnya, pada saat kematian
Papa Kisi, kronologis ceritanya tidak begitu dieksplor. Jadi, kurang masuk akal
saja jika Papa Kisi tiba-tiba meninggal tanpa tahu lebih jelas seperti apa
kronologisnya. Meski penulis sudah menyebutkan jika penyebabnya adalah
kecelakaan, tapi menurutku akan lebih baik jika adegan kecelakaan itu juga
turut diceritakan. Juga saat menjelang ending, pada adegan di mana Velly terbaring
lemah di rumah sakit, kronologis ceritanya tidak diceritakan sama sekali. Akan
lebih bagus jika penulis juga bercerita lewat sudut pandang Velly, tentang
kesakitannya, tentang kesedihannya. Pasti feel nya akan lebih sampai ke hati
pembaca.
But,
overall, buku ini banyak memberi ilmu. Terutama untuk memaknai cinta dari segi
agama. Kalian patut untuk mencobanya!
Terima
kasih!
***
“Kesombongan akan kemampuan diri
yang berlebihan telah membuat orang semakin tidak percaya akan adanya campur
tangan Tuhan.”
Hlm. 66
Tidak ada komentar:
Posting Komentar