Halo
teman pemaca semua!
Uhuuy!
Postingan pertama di bulan Februari. Bulan ini memang sangat sibuk sekali.
Banyak sekali tugas sekolah yang harus diselesaikan, untuk membuat postingan
ini saja harus curi-curi waktu dulu. Beberapa buku yang mestinya harus di-review
terbengkalai begitu saja. Khawatir juga sebenarnya, soalnya beberapa buku itu
sudah saya baca bulan lalu, hihi. Semoga saja nggak lupa sama ceritanya, *eh
kok malah jadi curhat gini yak? Wkwkwk. Well, saatnya kembali fokus.
Pada
postingan kali ini, aku ingin berbagi post tentang ‘Kriiing Kriiing Penulis’. Ada
sedikit hasil bincang-bincangku via Line dengan salah satu penulis lokal. Penasaran,
siapa? Hehe. Oh iya, ini adalah postingan ‘Kriiing Kriiing Penulis’ kedua di
blogku. Setelah sebelumnya aku sempat pula melakukan interview bersama Mbak Nia
Sutardi, tepatnya pada akhir bulan Desember lalu.Terus siapa sih penulis yang
aku interview kali ini? Penulis yang telah berbaik hati meluangkan waktunya
tersebut adalah Mas Sangaji Munkian—penulis novel Maneken.
Kemarin, rasanya
senang sekali bisa berkesempatan untuk berbincang santai dan berbagi pengalaman
dengan Mas Sangaji. Meski ada beberapa kendala salah satunya adalah sama-sama
ketiduran pas lagi interview, tapi tak apalah, hehe. Semoga obrolan singkatku dengan
Mas Sangaji berikut bisa memberi manfaat atau pun motivasi untuk kalian semua.
Sumber: Twitter @sangajimunkian |
Oke,
Selamat
menyimak!
1.
Kalau boleh tahu, passion menulis Mas
Sangaji dimulai sejak kapan?
“Menulis telah resmi menjadi passion-ku
sejak SMA. Saat itu, aku mulai menggilai bacaan fiksi seperti cerpen, puisi dan
novel.
Bacaan fiksi sejatinya bersifat tidak
mengendap setelah dibaca, tetapi bergema lalu menjelma kisah lain di pikiran
yang mendesak untuk diceritakan. Dari situlah awal aku menulis. Terdorong dari
hal sederhana bernama membaca. Yang awalnya berupa cerita pendek saja,
bait-bait puisi yang lama-lama menovel, dan menulis pun teguh sebagai passion.”
2.
Dari situ, pernah tidak berpikiran bahwa
‘apa iya aku bisa nulis buku?’ Pasti akan kan yang namanya keraguan?
“Pasti dong.
Di awal akan muncul rasa tidak percaya pada diri sendiri, apalagi jika
melihat jejeran buku orang yang numpuk, atau kawan/kenalan yang sudah bikin
buku. Tetapi itu hal yang perlu disingkirkan dalam benak diri.
Sebab siapa lagi yang akan jadi yang pertama dan utama percaya pada
kemampuan diri jika bukan diri kita sendiri? Maka bicaralah pada diri sendiri
bahwa; jika dia bisa, kenapa aku tidak? Menulis buku itu adalah perkara kuantitas
(akumulasi kalimat, paragraf) yang mana semuanya dimulai dari torehan satu kata,
dua kata yang jadi kalimat dan seterusnya. Itulah yang membangun buku. Jadi,
pada intinya, siapa pun kita modalnya sama, langkahnya sama, cuma yang
membedakan adalah ikhtikad dan action buat nulis, plus bagaimana membasmi benalu ragu pada dirimu.”
3.
Di samping kesibukan yang begitu padat,
bagaimanakah cara Mas Sangaji membagi waktunya dengan menulis?
“Dengan cara membuat celah menulis.
Jika seharian beraktivitas, ya pas mau
tidur, cukup 10 menit saja misalnya. Jika lelah seharian bikin mumet buat nulis
kisah fiksi, maka tulis aja kisah pribadi. Yang penting nulis. Meski separagraf
atau pun sekalimat saja.”
4.
Bagaimana cara Mas Sangaji menyikapi pembaca
yang memberikan kritik terhadap buku, namun tidak bersifat membangun (hanya
merendahkan saja) ?
“Sejatinya, tulisan apapun yang
dicetuskan oleh kita, mau sebuah buku atau sebaris kalimat itu adalah bagian
dari tubuh kita (anatomi lain yang hanya dipunyai penulis). Namun saat tulisan
itu dikeluarkan, diposting, dipublish dan dibaca orang lain, maka itu bukan
milik kita lagi. Anatomi itu sudah dimiliki orang lain, untuk diinterpretasikan
melalui kesan, pengalaman dan opininya.
Kepemilikan atas hal tersebut adalah
absolut, sehingga penulis tak bisa menggugat. Penulis cukup berterima kasih
saja karena orang yang memebrikan interpretasi itu bersedia waktu tuk membaca
tulisannya. Baik atau buruk, pujian atau cacian, pada intinya tetaplah
berharga.”
5.
Di novel Maneken, tokoh utamanya adalah
benda mati, dan menggunakan PoV 1. Otomatis, Mas Sangaji menulis dengan
memposisikan diri sebagai benda mati pula. Lantas, adakah kesulitan?
“Kesulitannya adalah pada pembuatan
kesan dan penggambaran karakter melalui PoV. Kesan di sini yaitu bagaimana
menyampaikan narasi kepada pembaca secara wajar dalam sudut pandang benda mati
yang notabene-nya minim pengetahuan tentang dunia luar, namun perlahan
pengetahuan mereka harus berkembang.
Penggambaran karakter dalam benda mati
yaitu bagaimana menunjukkan kekuatan karakter melalui PoV tersebut. Untunglah
dari awal aku sudah membuat patokan tegas, bahwa PoV benda mati Claudia adalah
maneken yang menggebu-gebu dan mudah terbalas emosi/perasaan (baper), sementara
PoV benda mati Fereli adalah kalem dan gentleman.
Selebihnya membuat PoV melalui benda
mati amat sangat menyenangkan. Kita seakan benar-benar menjadi benda mati
tersebut.”
6.
Sebenarnya, apa tujuan Mas Sangaji mengusung
maneken sebagai konsep ceritanya?
“Tujuannya sederhana saja, aku ingin
menulis sesuatu yang aku tulis. Adapun konsep maneken itu berasal dari
‘imajinasi liar’ ketika berjalan ke pertokoan baju/butik. Di sana selalu ada
maneken-maneken yang dipajang, nah imajinasi liar bekerja, bagaimana jika
boneka peraga itu sebetulnya punya pikiran, punya kehidupan sendiri, dapat
berkomunikasi antar boneka. Hanya saja kita terlalu sibuk dan terlalu tak
memercayai hal tersebut.
Kemudian melalui meneken pun aku ingin
mengisahkan sesuatu dari sudut pandang istimewa, sudut padang yang tak biasa.
Maneken sebagai benda mati, mempunyai karakteristik seperti manusia yang sangat
menggiurkan untuk dikisahkan.”
7.
Dalam penulisan Maneken, butuh waktu berapa
lama dan berapa kali revisi?
“Aku punya catatan waktu, yakni dari
tanggal 16 Juli 2013 – 30 Oktober 2013. Mengenai revisi, tidak terlalu banyak.
Kalau tidak salah revisi satu untuk pengembangan plot, bab dan karakter, revisi
kedua untuk memutuskan nasib Sophie, dan terakhir untuk memoles bagian yang
cocok dan tidak cocok dimasukkan, seperti ritual ‘memanusiakan Fereli’
misalnya.”
8.
Yang terakhir, selain sibuk dengan pelatihan
kerja dsb, adakah sebuah buku yang tengah dipersiapkan? Boleh kali kasih
bocoran, hehe :)
“Aku punya beberapa naskah yang siap
setor ke penerbit. Tahun ini ada 2 naskah yang aku pinang ke dua penerbit mayo,
lampunya bisa dikatakan hijau (doakan saja) semoga tahun ini dua duanya bisa
terbit.
Dua naskah itu temanya fantasi dengan
bubuhan romance. Sepertinya aku menemukan genre pribadi. Sebetulnya memberikan
bocoran seperti ini akan membuat naskahku kurang surprise, tapi berhubung Mas
Bintang Ach dan para pembaca ini kece, aku kasih deh. Hehe
Pertama, judulnya adalah ‘M A J A V A’ ; Hati hati dengan keinginan
yang kau imbuh. Dahulu kala ada orang yang menyaksikan keindahan bintang jatuh.
Tetapi justru bintang jatuh itulah memusnahkan dirinya hingga luruh tak bersisa
bersama orang lain yang tak berdosa. Orang –orang yang bernasib pahit.
Kedua judulnya ‘A T M A G A R I’ ; Bagaimana jika di dalam dirimu tidak hanya ada
dirimu. Maksudku di dalam raga tubuhmu bukan Cuma dirimu yang berjelaga. Ada
yang lain, sesuatu yang lain yang turut menempati dan bercokol di sana. Aku
merasa eksistensiku Cuma seonggok pelana yang ditunggangi oleh seorang
pengelana. Dan dia mengaku diriku. Dia yang terbelenggu.
*Judul bisa saja berubah, dan kedua
buku ini masih dalam tahap konfirmasi lanjutan ya gaes. Belum seratus persen
fix!
Nah, itu tadi
adalah bincang-bincang singkatku dengan Mas Sangaji.
Bagaimana?
Memotivasi sekali ya, aku paling suka dengan kutipan ini “Sejatinya, tulisan apapun yang dicetuskan
oleh kita, mau sebuah buku atau sebaris kalimat itu adalah bagian dari tubuh
kita (anatomi lain yang hanya dipunyai penulis). Namun saat tulisan itu
dikeluarkan, diposting, dipublish dan dibaca orang lain, maka itu bukan milik
kita lagi. Anatomi itu sudah dimiliki orang lain, untuk diinterpretasikan
melalui kesan, pengalaman dan opininya.”
Setuju sekali
dengan kutipan dari Mas Sangaji di atas, pada dasarnya tulisan adalah
kepemilikan. Sehingga, saat tulisan itu berpindah dari satu tangan ke tangan
lain, maka mereka yang membaca tulisan itulah yang berhak memilikinya. Siapa
pun itu. Oh iya, di atas tadi kami sempat pula menyinggung tentang salah satu
novel tulisan Mas Sangaji, yaitu Maneken. Bagi kalian yang penasaran dengan
novelnya, segera beli ya. Ceritanya menarik, kalian akan diajak melihat
kehidupan dari sisi yang berbeda, sisi yang tak pernah kita rasakan sebelumnya.
Tapi, jika kalian masih ragu untuk beli, bisa baca review Maneken di blogku ini
dulu, klik disini ya.
Oh iya gaes,
bagi kalian yang ingin berbincang langsung atau sekadar berbagi pengalaman dengan
Mas Sangaji sama sepertiku, caranya mudah kok. Mas Sangaji Munkian bisa kalian
sapa lewat email-nya di: sjmunkian@gmail.com
, atau bisa juga di IG / Path / Twitter /
Fb / Tumblr / Goodreads dengan username yang sama: sjmunkian.
Terima kasih!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar