“Kamu
masih ingat mantera itu? Kamu bisa memajukan waktu atau mundur, tapi apakah
kamu pernah bertanya apa waktu itu beku?”
(Hlm.
119)
Penulis: Ruwi Meita
Editor: Ry Azzura &
Ario Sasongko
Penyelaras Aksara: Funy
RDW
Penata Letak: Irene
Yunita & Erina Puspitasari
Desain & Ilustrasi
sampul: Dedy Koerniawan & Ayu
Widjaja
Cetakan: Pertama, April
2015
Jml halaman: iv + 134
halaman
Penerbit: Bukune
ISBN: 98-602-220-155-7
*Blurb:
Ori
terbangun dari tidur dengan panik. Keringat mengucur deras dan detak jantung seakan
berlomba dengan napasnya. Mimpi buruk itu terulang lagi. Menyisakan suara yang
terus terngiang di telinganya. “Cepat temukan wanita itu atau hidupmu adalah
taruhannya!”
Dia
bangkit untuk mengambil segelas air di meja rias. Kemudian, sudut matanya menangkap
sebuah bayangan di cermin. Betapa terkejut Ori dengan apa yang dilihatnya;
perempuan tua dengan rambut putih, kulit keriput, punggung bungkuk, dan tatapan
yang menyeramkan!
“Tidak!
Tidak mungkin! Apakah wanita mengerikan itu… AKU?!”
***
Dengan
kemampuan pergi ke masa lalu dan masa depan sesuka hati, Ori mengubah cerita
hidupnya. Nilai ulangannya kini membaik, janji-janji selalu ia tepati, dan
semua hal buruk bisa dicegahnya. Ya, kehadiran kalender misterius itu merupakan
anugerah bagi Ori.
Namun,
apa yang harus dia lakukan, jika semua kebahagiaan itu mesti dibayar dengan
nyawa?
***
Gadis itu bernama Oriana,
teman-teman sering memanggilnya dengan sebutan Miss. P atau Miss Pelupa.
Hari-hari Ori selalu diwarnai oleh kesialan atas kecerobohannya sendiri. Mulai
dari tersiram air cucian piring, diejek kenek angkot bergigi tongos, dan
berbagai kecerobohan lain yang tak jarang membuat Bundanya naik pitam.
“Makanya,
jadi anak tuh, jangan pelupa. Kamu itu lebih parah dari nenek-nenek loh”
(hlm. 16)
“Ori, kamu
sial karena tidak berhati-hati,” kata Ayah.
(hlm. 18)
Siang itu seseorang
dari panti baru saja mengirimkan sebuah almanak ke rumah Oriana. Bentuknya yang
bernuansa etnik, dan sampulnya yang terbuat dari anyaman kayu tipis, jelas
menarik perhatian Oriana. Terlebih dengan batu pipih mengilat berwarna merah
yang terletak pada bagian tengah atas almanak. Sekilas, nampak seperti mata
yang tengah marah.
“Jadi, Bunda
beli kalender itu dari panti asuhan?” tanyaku sambil mengambil tempe hangat di
meja makan.
(hlm. 15)
“Apa beda kalender dengan almanak?”
“Beda. Kalender itu bisa dikatakan bentuk sederhana dari almanak,
sedang almanak itu lebih rumit dari kalender. Di dalam almanak tidak hanya
terdapat penanggalan, namun ada keterangan mengenai prakiraan cuaca, musim,
letak bulan dan bintang”
(hlm. 17)
Namun, mengingat apa yang telah
dialaminya selama ini, Ori menemukan sebuah arti lain dari almanak itu. Bukan
sekadar penanggalan biasa, melainkan sebuah mesin waktu. Benda ajaib yang bisa
membawanya jauh ke masa depan dan ke masa lalu dengan sesuka hati. Memperbaiki
semua kesialan di masa lalu, dan mengetahui apa yang akan terjadi di masa
depan. Hari-hari berikutnya, Oriana sering melakukan sebuah perjalanan waktu.
Hidupnya bagai tupai, yang bisa melompat-lompat kemana saja yang ia mau. Ya,
melompat di antara mimpi dan kehidupan nyata. Kadang maju tiga hari, kadang
mundur seminggu. Semuanya terasa menyenangkan. Hanya sekadar mengucapkan
manteranya, dan kau akan dibawa ke masa yang kau inginkan.
“Kau sang penjelajah waktu. Hanya
kau sang empunya masa. Bukalah lembaran kayu. Lantunkan sebuah mantera. Waktu
maju, waktu mundur. Pada suatu ketika waktu beku. Semua bisa terjadi saat
kau….TERKUTUK.”
(hlm. 26)
Namun, dibalik
kesenangannya itu, akankah Ori tahu bahwa harga yang harus dibayar untuk itu semua
sangatlah mahal? Bahkan dengan nyawa?
“Satu hari lompatan waktu, akan menghisap satu tahun
umurmu.”
(hlm. 118)
***
“Menulis horror telah
menjadi hasrat yang tak bisa dibendung”
Sedikit kutipan dari mbak Ruwi Meita.
Aku memang salah seorang penikmat cerita-cerita horror. Jadi, tidak heran
apabila buku-buku horror banyak bertengger di rak bukuku (masih banyakan
romance sih sebenarnya, hehe). Salah satunya adalah karya-karya dari Mbak Ruwi
Meita ini. Selain membaca, aku juga suka menulis beberapa cerita horror. Dan,
menurutku itu sudah menjadi suatu kebutuhan. Cerita-cerita di buku Mbak Ruwi
Meita banyak yang menjadi inspirasi di setiap ceritaku (bukan berarti jiplak
ya, Mbak :D). Dan, aku setuju dengan sedikit kutipan dari Mbak Ruwi Meita di
atas. Menulis horror memang menjadi hasrat yang tak bisa dibendung. Kadang
jikalau kita sudah mencintai suatu hal, pikiran tentang hal yang kita cintai
itu akan muncul kapan saja, dan dalam keadaan apa pun. Sama halnya dengan
menulis horror. Aku sudah terlanjur cinta dengan dunia horror, jadi
inspirasi-inspirasi tentang segala hal berbau horror pun sering bermunculan. Kapan
saja, dimana saja, dan tumbuh menjadi sebuah kebiasaan. Entah itu karena
didasari hal sepele atau bukan. Jadi… emm, gimana yaa… I can’t stop it! Rasanya, andrenaline
untuk nulis semakin terpacu gitu. Dan, mungkin.. seperti yang Mbak Ruwi Meita
bilang, ini sudah menjadi hasrat yang tidak bisa dibendung. Hasrat ini sudah
terlalu kuat.
*Kembali ke review*
Ok! Sebagai penikmat buku horror,
tidak mungkin jika buku ini aku biarkan tak tersentuh begitu saja karena takut
dengan ceritanya. Rasanya sangat tertantang sekali untuk menuntaskannya sampai
selesai. Buku ini memiliki daya tarik kuat terutama bagi penikmat cerita horor.
Pertama, bisa dilihat dari sampulnya. Di gambar, nampak jelas seorang gadis
yang tengah ketakutan dengan menyembunyikan muka dan memeluk kedua kakinya
erat. Lalu, apanya yang seram? Lihat di belakang! Ada sepasang mata
menyala-nyala yang mengintai di balik rak buku. Huuuu… serem yaaa, hehe. Dari
situ sudah tergambar jelas bahwa buku ini menyimpan banyak cerita yang siap
membuat pembaca bergidik ketakutan
Buku ini menceritakan tentang
perjalanan waktu yang dilakukan oleh Oriana. Meski sebenarnya, cerita tentang
perjalanan waktu sudah banyak digunakan, namun ini adalah buku pertama yang aku
baca. Di buku ini, Ori (tokoh utama) melakukan perjalanan waktu dengan sebuah
benda yang disebut almanak. Oh iya, lewat cerita di buku ini kita juga dapat
pengetahuan tentang apa itu almanak, terutama untuk kalian yang belum tahu.
Ternyata, jika di Jawa almanak lebih mengarah ke Primbon. Dan juga, almanak
disebut sebagai bentuk reinterpretasi dari kalender. Bedanya, almanak itu lebih
rumit. Dalam almanak terdapat prakiraan cuaca, musim, dan sistem tatasurya
seperti letak bulan/bintang.
Cerita
di buku ini semakin menarik tatkala almanak yang biasa Oriana gunakan untuk
melakukan perjalanan waktu ternyata membawa serentetan terror bagi
kehidupannya. Terutama adalah dengan kemunculan sosok nenek tua bersuara
mendesis yang sering menjumpainya.
“Separuh wajah nenek-nenek sedang mengintaiku dari
ujung lorong. Matanya menatapku tajam. Rambut putihnya menjuntai sampai lantai”
(hlm. 49)
Lewat tokoh Oriana,
kita diajak merasakan bagaimana rasanya melakukan perjalanan waktu. Meski pada
dasarnya sedikit bingung dengan ceritanya, namun semakin ke belakang aku
semakin bisa menyesuaikan dengan jalan ceritanya dan menelusuri setiap kejadian
yang terjadi. Aku rasa memang tepat jika buku ini mengusung tagline ‘Ketika
Waktu dan Kematian Dalam Genggamanmu’. Perjalanan waktu yang dilakukan Oriana
memang awalnya menyenangkan, tapi dibalik semua itu ternyata ada sesuatu yang
jahat menunggu di sana. Ya, kutukan. Melakukan perjalanan waktu ini sama saja
menghisap umur Oriana. Seperti sedikit kutipan di atas ‘Satu hari lompatan waktu, akan menghisap satu tahun umurmu.’ Pernyataan
ini semakin kuat tatkala Oriana menerima kutukan itu. Meski konflik ini terjadi
di beberapa lembar terakhir buku ini, namun aku rasa tidak mengurangi kepuasan
setiap cerita. Dan, aku yakin yakin pembaca pun pasti masih bisa menikmatinya.
Ehm,
jika berbicara mengenai tokoh. Menurutku, setiap tokoh disini memiliki karakter
yang sama-sama kuat. Misal saja, Fla (teman Oriana) penggambaran tentang watak
Fla diuraikan secara langsung di bagian awal buku ini. Jadi, saat kita baru
membaca buku ini pada bab pertama, kita sudah bisa menyimpulkan seperti apa
karakter Fla tersebut. Memiliki watak yang angkuh, dan mendapat julukan Nona
Sempurna. Bagaimana tidak, Fla selalu terlihat cantik, dan selalu menginginkan
sesuatu yang sempurna sampai detail-detailnya. Seperti pada saat itu ia
mengenakan anting, sepatu, tas, jam tangan dengan warna yang senada. Lain halnya dengan Ori, tak begitu memperhatikan
penampilan, ceroboh, dan selalu sial hari-harinya. Mungkin hal ini lah yang
mendasari kenapa Ori melakukan perjalanan waktu. Agar dia tidak selalu sial,
hehe.
Emm.. apalagi, ya? Oh iya, saat
membaca Days Of Terror ini, aku sedikit terbayang-bayang dengan cerita di buku
‘Kamera Pengisap Jiwa’. Eh, bukan terbayang ceritanya ding, lebih tepatnya
dengan satu kutipan di buku itu. ‘Berhati-hatilah
dengan kesukaanmu’ kutipan ini menurutku cocok juga jika ditempatkan di
buku ini, hehe. Setuju, nggak? :) *abaikan *nggakpenting.
Well! Langsung saja, buku ini
recommended sekali untuk kalian yang butuh bacaan ringan. Cocok untuk sekadar
mengisi waktu luang. Dan, kamuuu! Iya kamu, yang sembunyi di balik tumpukan
buku romance, ayo dong move on, hehe.
Buku ini sangat menantang buat kalian! Ihiiyy ~
Ok! To the point aja yah, 4 of
5 stars untuk perjalanan waktu bersama Oriana ^_^
Terima kasih!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar