Selasa, 15 Desember 2015

[Book Review] r.i.s.a.r.a - Risa Saraswati & Sara Wijayanto


“Kini aku lebih peka, bisa lebih mendengarkan dan berkomunikasi dengan makhluk gaib. Sampai akhirnya aku bisa menuliskan cerita curhatan mereka. Sampai tua, aku tidak akan pernah berhenti untuk belajar terus menyelaraskan energi dan kemampuan ini.”
(hlm. 20)

Judul                           : r.i.s.a.r.a
Penulis                        : Risa Saraswati dan Sara Wijayanto
Editor                          : Dewi Fita
Proof Reader              : Adham T. Fusama
Desain sampul            : Dwi Anissa Anindhika
Tata letak                    : Dwi Anissa Anindhika
Artwork                       : Anindito Wisnu Sampurno (IG: @aninditowisnu)
Fotografer                  : @vino_max (IG: viartgallery)
Cetakan                      : Keempat, Agustus 2015
Tebal                           :iv + 162 hlm.
Penerbit                      : Rak Buku
ISBN                           : 602711402-9

*Blurb:
Dewi Saraswati yang menaungi nama kami berdua telah mempertemukan kami untuk pertama kalinya. Risa Saraswati, dan Saraswati Wijayanto. Pertemanan kami adalah pertemanan yang rumit. Pernahkah kalian melakukan obrolan tentang hantu seolah hantu adalah manusia yang normal? Tak banyak yang melakukannya, namun kami melakukan hal itu hampir setiap hari.
Risara adalah nama kami. Risa dan Sara. Setiap malam Jumat kami berceracau di dunia maya tentang hantu di dunia maya. Mungkin kalian ingin tahu apa jadinya jika kami berceracau dalam sebuah buku. Jangankan kalian, kami pun sangat penasaran.

Pembicaraan tentang “Mereka” yang hampir setiap hari kami temui, lelucon kami tentang “Mereka”, bahkan ketakutan-ketakutan kami yang mungkin kalian tak pernah tahu, semua ada dalam anak pertama kami ini.
Selamat datang di dunia kami, dunia “Risara”

***


            Sedikit sinopsis yang tertulis di atas sebenarnya cukup untuk membuatku penasaran dengan isi ceritanya. Sebuah cerita kolaborasi antara dua orang yang sama-sama memiliki kemampuan lebih untuk melihat ‘hantu’. Sebenarnya, cerita tentang hantu sudah terlalu marak di Indonesia, baik melalui buku, film, atau bentuk lainnya. Banyak orang yang menganggap jika hantu adalah sosok yang menyeramkan dan menakutkan. Entahlah, itu dari sudut pandang orang lain. Dan, sudut pandang diriku juga sepertinya, hehe. Namun, apa jadinya apabila kita diajak ‘melihat’ hantu dari sisi yang berbeda?

            Sisi yang berbeda dari sudut pandang seorang Risa Saraswati dan Sara Wijayanto?
            Lewat buku ini, kita akan mengetahuinya…
Sisi lain dari sosok yang biasa orang sebut sebagai ‘Hantu’….

***

Aku memang sudah cukup lama mengidam-idamkan buku ini, dan akhirnya sekarang kesampaian. Bukan beli, tapi gratis, hehe. Dari penulisnya pula, hmmm.. something! Maka dari itu, aku ucapkan beribu terima kasih kepada Nyai Damar atau Sara Wijayanto yang telah menghadiahkan buku ini untukku. Rasanya senang bisa ikut serta meramaikan kuisnya kemarin dan menjawab semua pertanyaannya. Terlebih pas tahu kalau menang dan dapat buku ini. Aku ucapkan juga sukses untuk mini albumnya, semoga laris di pasaran, dan… salam buat Suti, hihihi. ^_^

Ok! Aku ingin me-review buku ini. Semoga suka ya, dan semoga pula ke depannya bisa lebih baik lagi.
Dalam dunia perbukuan, nama Risa Saraswati memang sudah tidak asing lagi. Gemar menulis dan menerbitkan buku-buku bertema horor, terutama tentang kelima sahabatnya, yaitu anak-anak hantu Belanda. Dan, kali ini Risa kembali menulis sebuah buku. Tidak sendiri, melainkan berdua. Sebuah buku duet bersama partner terbaiknya (manusia ya, bukan hantu). Yup, siapa lagi kalau bukan Saraswati Wijayanto atau yang biasa dikenal Sara Wijayanto (istrinya Demian).

Jika berbicara mengenai Risa, pasti sudah tidak ada yang meragukan lagi keahlian menulisnya. Dan, semua tahu itu. Tapi apa jadinya jika Sara Wijayanto menulis? Meski pun dalam bentuk buku duet, namun kemampuan Sara dalam menulis benar-benar diuji dalam buku ini. Dan mungkin saja Risa juga ambil peran dalam membantu Sara menulis. Emm, mungkin saja, hehe.

Berbicara mengenai buku-buku karya Risa Saraswati, sangatlah identik dengan hal-hal bernuansa horor, tapi menyenangkan. Hal demikian juga terdapat pada buku ini, buku risara. Buku ini sama seperti buku-buku Risa yang sebelumnya (bedanya yang ini duet), bercerita tentang hantu, mulai dari kehidupan ‘mereka’ saat masih hidup hingga meninggal seperti sekarang. Cukup menarik sebenarnya, selain karena kita diajak melihat sisi berbeda dari kehidupan para hantu, di sini Risa dan Sara juga menganggap hantu bukan sebagai makhluk yang ditakuti, namun dikasihani. Banyak hantu yang datang kepada Risa dan Sara lalu menceritakan kronologi kehidupan mereka sampai meninggal. Cukup menyedihkan, dan prihatin membaca semua itu.

Buku ini sebenarnya layaknya buku diary. Dimana Risa dan Sara sama-sama menulis dan bercerita secara bergantian. Layaknya kedua anak yang saling bercerita gitu lah. Tentang asal muasal mereka, sahabat hantu mereka, dan semua hal yang tidak jauh dari dunia-dunia gaib. Tidak ada yang terlalu istimewa sebenarnya, karena cerita-cerita seperti ini pun sudah sering aku temui di buku-buku yang sebelumnya. Seperti Danur, dan Maddah. Penambahan Sara sebagai sudut pandang baru di sini menurutku juga tidak terlalu membuat buku ini nampak berbeda. Sudut pandang keduanya sama, dalam arti tidak ada perbedaan  saat keduanya sedang bercerita. Bukan berarti tidak puas dalam membaca buku ini, tapi lebih ke ciri khas keduanya saja. Semua cerita ini bagus, hanya saja ada sesuatu yang harusnya menjadi pembeda antara sudut pandang Risa dan Sara. Bisa dari gaya menulisnya, mungkin? *itumenurutku. 

Sebenarnya, aku cukup tertarik dengan cerita di awal bab. Di mana pada bab itu menceritakan tentang dua gadis yang hidup di masa perang. Dan anehnya, kedua gadis itu memiliki wajah yang mirip dengan Risa dan Sara. Hanya saja nama mereka berbeda, yang mirip Sara bernama Damar, dan yang mirip Risa bernama Laras. Hal itu juga yang mendasari kenapa keduanya saling memanggil dengan sebutan Laras-Damar. Bisa dibilang Risa dan Sara itu bentuk reinkarnasi dari Laras dan Damar. Awalnya, sebenarnya memang sulit untuk mempercayai cerita ini. Tapi, gimana ya… ini benar-benar yang mereka alami. Memang cukup mustahil ya jika untuk dipercayai. Tapi itu tergantung kalian sih sebenarnya. 

Sebenarnya cerita tentang Laras dan Damar di atas cukup menarik. Tapi sayangnya, kenapa hanya ada di awal bab saja? Bukannya akan lebih menarik jika penulis bercerita menggunakan sudut pandang Laras dan Damar? Bercerita tentang kehidupan keduanya di masa perang pasti akan seru. Selain itu, juga untuk memberi suatu variasi di cerita ini. Soalnya, waktu membaca cerita itu di awal Bab pasti banyak pembaca yang bertanya-tanya ‘Ini bener nggak ya? Terus kelanjutan cerita mereka gimana?’ Pasti akan lebih menarik lagi jika Laras dan Damar tidak hanya menjadi pembuka cerita saja, namun juga menjadi daya tarik tersendiri yang mengombinasi isi buku ini.

Selain itu, aku juga sedikit terganggu dengan kalimat berisi perkenalan yang Sara gunakan pada awal ia akan bercerita. Terlalu klise, Nyai. Itu menurutku, sih. Tidak harus selalu menggunakan kata ‘Kenalkan, namaku, ….. Anak dari… dan, blablabla.…’ Bisa lebih sedikit dimodifikasi menjadi lebih menarik dan terkesan tidak klise. Atau, mungkin saja ini dilakukan karena banyak orang yang belum terlalu mengenal Sara. Jadi, kalimat seperti itu ia gunakan. Emm, mungkin saja.

But, overall aku cukup puas membaca buku ini. Lega karena rasa penasaranku akan buku ini terjawab sudah. Dan, hasilnya juga tidak mengecewakan. Aku selalu mengagumi buku-buku horor. Aku selalu menaruh ekspektasi yang setinggi-tingginya untuk buku-buku Risa, termasuk r.i.s.a.r.a  ini. Untuk kalian berdua, Damar si kerupuk, dan Laras si bakso, tetap bersahabat ya! Alangkah kurang nikmatnya jikalau makan bakso tanpa ditemani kerupuk. Whahahaha…:D

Pokoknya ditunggu karya-karya kalian berikutnya. Ya, ‘kalian’. Tidak hanya Risa atau Sara saja, tapi dua-duanya. Sebuah karya duet lagi. Yang terpenting sih buku, hehe. Cepet rilis buku kedua ya kalian. Pasti sudah banyak cerita yang ingin kalian sampaikan, dan pasti banyak juga pembaca yang menantikannya.

Ok! Atas rasa kepuasanku karena sudah membaca buku ini, aku berikan 3,5 of 5 stars untuk kedua primadona Dewi Saraswati.

Terima kasih!
 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar