Judul : Ghost Next
Door
Penulis :
Oke Sudrajat
Cetakan : Pertama, Maret
2015
Tebal : 170 hlm
Penerbit : Grasindo
Kategori : Novel
ISBN : 978 – 602 –
251 – 925 – 6
Blurb:
Andrea
bingung, sebagai drakula dan berasal dari Italia harus beradaptasi dengan kultur
di Indonesia. Biasa makan pizza dan spageti Andrea harus mencoba nasi goreng
dan sate. Awalnya pengin muntah, lama-lama muntah beneran.
Dia juga
bertemu hantu-hantu made in Indonesia seperti Pocan yang berkarakter genit,
suka lompat maju mundur cantik ala Syahrini. Lalu ada Sani, yaitu Sundel Bolong
yang suka berubah wujud jadi wanita cantik biar bisa makan gratis dari Mang
Diman, si tukang sate. Ada Wewe Gembel yang suka amsuk angina. Dan, Suster
Ngesot yang suka sebel kalau ada lomba lari.
Mereka berlima
membantu Andrea sang Drakula untuk ngerjain Alexa yang merebut Jo dari sisi
Andrea. Tujuannya, agar Alexa kapok mendekati Jo yang sangat disukai oleh
Andrea.
Mampukah
Alexa selamat dari niat jahat para hantu sahabat sang Drakula Andrea? Hanya
keluarga Pak Jamal yang dapat menolong Alexa dari perangkap para hantu.
Sementara Jo lari tunggang langgang meninggalkan Alexa dari kejaran Andrea,
takut digigit dan diisap darahnya sama drakula Andrea.
***
“Tidak ada yang
meragukan perasaanku padamu, Jo… tapi ada sesuatu yang tak kamu ketahui tentang
diriku. Aku merasa kita seperti terburu-buru untuk saling suka, aku takut ini
hanya sementara.”
Hlm. 72
Beberapa
hari belakangan, Jo dibuat terpesona dengan seorang cewek misterius yang tak
sengaja ia temui di halaman rumah Pak Jamal. Niat hati ingin menemuinya, Jo
malah mendapati pipinya yang sakit karena ditampar Pak Jamal. Dikiranya, Jo
ingin mencuri di rumahnya saat itu. Sebagai laki-laki yang tak mengenal putus
asa, Jo terus berusaha untuk bisa bertemu dengan cewek misterius yang memiliki
wajah cantik tersebut.
Andrea, si Drakula cantik :) |
Tapi
siapa sangka, jika cewek misterius yang konon bernama Andrea itu ternyata
bukanlah manusia. Andrea adalah seorang drakula dari Italia yang nyasar ke
rumah Pak Jamal karena terjatuh saat berada di mobil ekspedisi pengiriman
barang. Sebagai orang asing yang baru pertama kali berada di Indonesia, bukan
tidak mungkin akan menyulitkan Andrea untuk kembali ke negaranya di Italia.
Hingga pada akhirnya ia meminta kepada Pak Jamal dan keluarga untuk mengijinkannya
tinggal sementara di rumahnya. Awalnya, mereka keberatan. Bagaimana tidak,
orang mana yang ingin drakula tinggal di rumahnya? Namun, setelah beberapa kali
Andrea meyakinkah bahwa semua akan baik-baik saja, akhirnya Pak Jamal dan
keluarga bersedia menampung Andrea.
Alasan
lain kenapa Andrea ingin tinggal di rumah Pak Jamal adalah karena laki-laki
tampan yang beberapa hari lalu ditemuinya. Laki-laki itu tinggal bersebelahan
dengan rumah Pak Jamal. Dan kini, akhirnya Andrea tahu, laki-laki yang diidamkannya
itu bernama Jo. Yup, tak disangka ternyata keduanya saling menyukai. Hanya
saja, mereka belum saling mengenal. Hingga pada suatu hari, Jo sangat berniat
untuk menemui Andrea—cewek misterius—di rumah Pak Jamal. Usahanya ternyata
tidak sia-sia, Jo berhasil bertemu dengan cewek itu dan mengenalnya. Begitu
pula dengan Andrea, ia senang bisa berkenalan dengan Jo dan menjadi kekasihnya.
What?! Kekasihnya?!? Ya, karena memang pada saat itu Jo melamar Andrea untuk
menjadi kekasihnya, dan Jo tidak tahu jika Andrea adalah drakula.
Namun,
rupanya hubungan aneh antara manusia dan drakula itu tidak berjalan mulus.
Melalui pertunujukkan musik underground,
Jo mengenal Alexa. Seorang cewek yang tak kalah menarik perhatiannya. Perlahan,
perasaan Jo mulai terbagi dua. Andrea yang mengetahui hal itu, jelas dibuat
geram dan cemburu. Dia bersama teman hantu lainnya berniat untuk mencelakakan
Alexa agar ia kapok dan tak lagi menganggu hubungannya bersama Jo.
Lantas,
apakah misi Andrea dan teman-teman hantunya untuk menyingkirkan Alexa berhasil?
Dan, apakah dia mampu merebut kembali hati Jo, kekasihnya?
***
Well,
ini adalah kali pertama aku membaca buku bergenre horor komedi. Meski begitu,
aku sangat menikmati setiap cerita di dalamnya. Menurutku, cerita di ‘Ghost
Next Door’ ini dikemas secara ringan, mudah dimengerti, dan menghibur. Sebagai
buku yang juga menyajikan unsur komedi, bacaan seperti ini terkesan tidak
membosankan. Lewat keahlian tangan penulis, beberapa adegan lucu di dalamnya
berhasil memancing gelak tawa. Unsur komedi ini dikuatkan lewat karakter maupun
tingkah laku beberapa tokoh. Seperti tokoh Tante Mona yang digambarkan sebagai
janda genit, dan Bu Jamal dengan karakter tulalitnya. Seperti pada adegan di
bawah ini:
“Woi Pak! Dikira karung
beras apa? Maen seret aja!” Bu Jamal kesakitan diseret Pak Jamal ke belakang
untuk kabur menghindar dari drakula cewek yang sedang ngambek.
Hlm.
22
“Kalian itu ya? Iri aja
sih lihat kita berdua? Pengen ya digandeng akyu? tanya Tante Mona kepedean.
Hlm.
35
“Jangan lupa bawa obat
nyamuk oles, Ton..” kata maminya menyela.
“Ih, buat apa, Mi?”
tanya Tono tak mengerti kata-kata maminya.
“Ya buat jaga-jagalah..
siapa tahu dengan diolesin obat nyamuk di leher kamu, dia gak jadi gigit leher
kamu.”
Emangnya drakula takut
obat nyamuk, Mi? Dia kan bukan nyamuk?”
Hlm.
86
Beberapa
adegan di atas menurutku cukup mengundang tawa. Apalagi kalau diperankan lewat
karakternya Bu Jamal yang tulalit, hihihi. Selain itu, yang membuat buku ini
menjadi bacaan yang cukup ringan adalah karena pemilihan kosakatanya. Penulis
menggunakan kosakata dan gaya bahasa sehari-hari yang kekinian. Hal ini sangat
memungkinkan pembaca untuk dengan mudah memahami setiap kalimat yang dibaca.
Selain itu, seperti yang sudah aku tulis di atas, buku ‘Ghost Next Door’ ini
bergenre horkom (horor komedi). Tanpa pemberitahuan langsung dari penulis, hal
ini sebenarnya sudah bisa kita tangkap saat pertama kali melihat cover dan
judulnya. Ya, meski buku ini ada perpaduan horornya pula, namun yang aku
rasakan justru tidak ada kesan seramnya sama sekali. Sebenarnya tidak masalah
sih, karena unsur komedi yang ada di buku ini juga tidak memungkinkan penulis
untuk menampilkan adegan-adegan mencekam layaknya film atau buku pure horor.
Namun,
buku ini disebut memiliki unsur horor adalah karena tokohnya. Pertama, Andrea
si Drakula, dan beberapa hantu lokal seperti Sani si Sundel Bolong,
Pocan—pocong cantik—Wewe gembel, dan Suster ngesot. Dan, lagi-lagi unsur
komedilah yang ditonjolkan lewat tokoh-tokoh hantu ini. Misal, karakter Pocan
yang suka bergaya genit, dan centil ala artis Syahrini, kerap mengundang tawa.
Bukan kesalahan menurutku, tapi sebuah pepaduan yang bagus. Cara penulis dalam mengemas
unsur horor untuk dijadikan bahan hiburan sungguh sangat menarik. Lagi pun,
tidak selamanya tokoh hantu harus selalu menggunakan embel embel menyeramkan.
Selain
horor dan komedi, buku ini juga menyajikan cerita romance. Romance di sini
bukan sekedar selingan saja, namun hampir keseluruhan buku ini bercerita
tentang romance (bukan pure romance sebenarnya). Unsur romance ditunjukkan lewat kisah cinta antara Jo dan Andrea si drakula. Konflik
semakin terasa tatkala muncul Alexa sebagai orang ketiga di hubungan mereka.
Dan, menuju lembar terakhir, penulis membawa kita ke ending yang tidak terduga
sebelumnya. Sungguh, pada awalnya aku sudah menebak ending cerita ini akan
seperti apa, namun ternyata dugaanku salah. Dan, penulis ternyata memiliki
kisah lain yang aku rasa bagus untuk menjadi pilihan ending cerita ini.
Namun,
ada beberapa kekurangan yang perlu dikritisi dari buku ini. Pertama, dari hal
yang amat sangat sepele. Typo. Ya, penulis dan editor harus lebih jeli untuk
meminimalisir kesalahan penulisan di buku ini. Masih ada beberapa kata yang
kurang tepat ejaannya dan tanpa spasi. Selain itu, aku juga menemukan keanehan
di halaman 25. Di situ ada adegan di mana Andrea, Pak Jamal dan Bu Jamal berada
di satu tempat, yaitu di dapur dekat pintu belakang rumah. Intinya, mereka ada
di bagian rumah yang paling belakang. Tapi entah kenapa, di situ diceritakan Bu
Jamal bisa melihat Jo yang sedang berada di depan teras rumahnya. Hayoo looohh…
gimana ini? Aku rasa, kurang masuk akal saja. Gimana ceritanya orang yang ada
di dapur belakang bisa melihat tetangga yang duduk di teras? Seharusnya ini
bisa diakali oleh penulis dengan cara menggambarkan keadaan tempat yang lebih detail
lagi. Misal, di dapur ada jendela yang mengarah langsung ke halaman rumah Jo
atau apalah gitu. Biar rada masuk akal saja. Itu menurutku sih.
Selanjutnya,
ada juga keanehan lain—aku sebenarnya menyebut ini sebagai kesalahan—yaitu pada
bab 6 dan 7. Di bab 6 pada adegan ketika Andrea bertemu Jo, dan di bab 7 pada
adegan saat Alexa berlatih musik underground
di kampus. Sebenarnya, dua kejadian itu berlangsung dalam satu hari / pada hari
yang sama, hanya saja beda waktu. Tapi entah kenapa, di bab 7, penulis
menyebutkan jika adegan yang ada di bab 6 terjadi kemarin / satu hari
sebelumnya. Aku menyebut ini salah, karena jika dibaca dari awal, sudah
jelas-jelas dua cerita ini berlangsung pada hari yang sama. Aku nggak tahu
apakah pembaca lain juga sependapat denganku atau tidak. Yang jelas, aku
menganggap ini perlu diperhatikan lagi.
Namun,
terlepas dari beberapa kekurangan yang sudah aku tulis di atas, buku ini
mempunyai cerita yang ringan dan menghibur. Jumlah halaman yang tidak terlalu
banyak juga membuat buku ini cenderung tidak muluk atau membosankan. Kalian
patut mencobanya gaes, lumayan bisa untuk obat bagi yang sedang galau, hehe!
Oh
iya, sampai lupa. Kalian dapet salam nih, dari Pocan, hihi…..
Pocan, si Pocong cantik :) |
Terima
kasih!
***
“Ingat sahabatku, kamu
dan Jo lain dunia, tetap tidak akan klop satu sama lain. Satunya hantu, satunya
lagi manusia… sampai kapan pun perbedaan itu tidak bisa diabaikan, tak akan ada
kebahagiaan antara kalian!”
Hlm. 155
Thx udah resensi buku sy, salam kenal...
BalasHapus