Judul : Sincerely Yours
Penulis : Tia Widiana
Tahun terbit : 2015
Tebal : 246 hlm
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Kategori : Novel (Amore)
ISBN : 978 – 602 – 03 – 2050 -2
|
Blurb :
Sebagai penulis novel thriller, orang kerap
menyangka isi kepala Inge hanya seputar urusan pembunuhan. Terlebih lagi
sikapnya yang pendiam dan lebih banyak mengurung diri di kamar.
Namun di mata Alan, Inge semanis penulis romance. Inge teman yang menyenangkan dalam segala hal. Alan dengan mudah dapat membayangkan Inge menjadi perempuan yang ingin ia nikahi, bukan Ruby… perempuan yang selama ini berstatus kekasih Alan.
Alan mewakili segala yang Inge inginkan dalam hidup. Kecuali satu hal… Inge tidak ingin mengulangi hal yang membuat hatinya terluka bertahun-tahun. Inge tidak mau Alan meninggalkan Ruby demi bersama dirinya.
Sebagai penulis, Inge selalu tahu bagaimana cerita yang ditulisnya akan berakhir. Tapi untuk kali ini, Inge tidak tahu bagaimana akhir kisahnya dengan Alan….
Namun di mata Alan, Inge semanis penulis romance. Inge teman yang menyenangkan dalam segala hal. Alan dengan mudah dapat membayangkan Inge menjadi perempuan yang ingin ia nikahi, bukan Ruby… perempuan yang selama ini berstatus kekasih Alan.
Alan mewakili segala yang Inge inginkan dalam hidup. Kecuali satu hal… Inge tidak ingin mengulangi hal yang membuat hatinya terluka bertahun-tahun. Inge tidak mau Alan meninggalkan Ruby demi bersama dirinya.
Sebagai penulis, Inge selalu tahu bagaimana cerita yang ditulisnya akan berakhir. Tapi untuk kali ini, Inge tidak tahu bagaimana akhir kisahnya dengan Alan….
***
“Sebagai penulis misteri, aku sudah
mengeluarkan segala pikiran gelapku dalam buku, sehingga tidak ada lagi yang
tersisa.”
Hlm. 43
Seorang
pekerja sekaligus pemilik Lindung Tentram—sebuah kantor teknisi yang
menyediakan jasa pelayanan urusan rumah tangga—yang bernama Alan, sedang
tergeletak tak berdaya di sofa rumah Nanda. Adalah Bu Brata penyebabnya. Ketika
Alan sedang memperbaiki kabinet dapur di rumah tersebut,tiba-tiba ia mengeluh
sakit kepala. Melihat hal demikian, Bu Brata segera sigap dan memberikan sebuah tabung obat yang diyakini
berisi aspirin, tapi rupanya bukan. Tabung obat itu berisi Esilgan. Alhasil, menjadi
seperti inilah keadaan Alan sekarang. Kondisinya tak jauh berbeda dengan orang
yang banyak menenggak minuman beralkohol. Teler.
Demi
menjaga figur sebagai tetangga yang baik, Inge bersedia membantu Nanda dengan
membawa Alan ke rumahnya. Setidaknya, saat Bu Brata pulang dari berbelanja
nanti, ia tidak bingung mengapa Alan masih berada di rumahnya, dan dengan
kondisi yang mengenaskan pula. Sore itu, hingga pagi harinya, Alan tertidur
pulas di sofa rumah Inge. Bayangkan, kurang baik apa Inge? Mau menerima orang
asing tidur semalam penuh di rumahnya.
Insiden
‘tidur semalam’ itu rupanya mampu mengubah hubungan Inge dan Alan yang awalnya
masih merasa asing, menjadi semakin dekat. Berawal dari saling berbagi makanan,
bahkan pakaian, Alan bisa dibilang menaruh perhatian tersendiri terhadap Inge.
Begitu pula Inge. Lihatlah, betapa ia merasa kesepian setiap kali Alan beranjak
pulang dari rumahnya.
Semakin
berjalannya waktu, hubungan Alan-Inge tak hanya sebatas makan siang bersama
saja, melainkan lebih. Inge bahkan sering kali mengunjungi Alan ke kantornya,
yang juga merangkap sebagai rumah. Menghabiskan waktu untuk menulis naskah,
bahkan hingga terlarut di sana. Pekerjaannya sebagai penulis novel, memang
membuat Inge secara tak sadar banyak menghabiskan waktu untuk tepekur di depan
layar komputer dan menulis cerita.
Namun
sungguh disayangkan, hal tak terduga justru terjadi saat mereka mulai menemukan
kenyamanan. Karena tidak memiliki antisipasi apa pun, Inge bingung harus
berbuat apa ketika seorang wanita cantik hadir dalam hubungan keduanya. Dialah
Ruby. Seorang pengacara cantik, pandai, dan berpenampilan menarik yang rupanya masih
berstatus sebagai kekasih Ruby.
Akankah
kisah Alan dan Inge akan berakhir dengan indah sesuai harapan? Atau justru
seperti novel-novel thriller yang
Inge tulis, yang selalu berakhir kejam dan menyakitkan?
***
“Aku hampir lupa betapa menyenangkannya berada
di dekatmu.”
Hlm. 94
“Hidup terlalu pendek kalau hanya dihabiskan
untuk menderita dan menyesal. Apa salah mengejar kebahagiaan?
Hlm. 166
Sebagai
seorang penulis yang berhasil mempublikasikan karyanya lewat sebuah lomba, Tia
Widiani bisa dibilang memiliki writing skill yang cukup bagus. Sincerely Yours,
buku tulisannya yang berlabel ‘AMORE’ terbitan Gramedia ini bisa dibilang tidak
kalah saing dengan novel berlabel sama lainnya, terutama dari segi cerita.
Novel
Sincerely Yours mengangkat kehidupan tokoh utamanya—Inge—yang berprofesi
sebagai seorang penulis. Namun aku rasa, kenyataan ini tidak terlalu diperkuat
oleh Kak Tia Widiana. Dengan ketebalan hampir mencapai 250 halaman, bisa
dibilang Sincerely Yours hanya terfokus pada dua konflik utamanya, yaitu
mengenai Ibu Inge dan kisah cinta Inge bersama Alan. Sisi profesi dari tokoh
utamanya (penulis) hanya dapat aku nikmati sekilas saja tanpa detil yang lebih
lanjut. Lebih tepatnya ketika memasuki pertengahan sampai akhir cerita. Bahkan
pada bab-bab awal aku sempat dibuat tidak ingat bahwa Inge ini adalah seorang
penulis. Namun, aku seolah tersadar dan kembali mulai menyesuaikan jalan ceritanya
ketika memasuki pertengahan. Beberapa rutinitas kepenulisan mulai dimasukkan ke
dalam cerita. Mulai dari macam-macam/tipe penulis, percakapan singkat Inge
dengan editornya, dan kegiatan menulisnya itu sendiri. Selebihnya, aku rasa
baik Inge, mau pun tokoh yang lain lebih banyak menyinggung tentang buku-buku
penulis lain. Seperti halnya Ika Natassa
yang sempat menjadi topik obrolan antara Inge dan Ghani.
Selain
itu, aku sempat merasa tertipu dengan prolog-nya, yang bercerita tentang kasus
pembunuhan. Saat mulai membandingkan prolog dengan sinopsis bukunya, aku tak
menemukan sedikit pun kecocokan dari keduanya. Bagaimana mungkin kasus
pembunuhan bisa memiliki keterkaitan dengan kisah hidup Inge? Namun, begitu aku
mulai membaca bukunya, aku seolah tersadarkan bahwa prolog tersebut merupakan
cuplikan singkat novel thriller yang
Inge tulis. Saat mengetahuinya, aku pun sempat merutuki diriku sendiri karena
terlalu mengabaikan kalimat pembuka di sinopsisnya yang bertulis: Sebagai
penulis novel thriller, orang kerap menyangka isi kepala Inge hanya seputar
urusan pembunuhan. Dari situ, aku
mulai paham dan tidak mempertanyakan lagi keterkaitan antara isi cerita dan
prolognya. Jadi buat teman-teman yang baca buku ini, jangan bingung dulu kenapa
prolognya tidak sesuai dengan segi ceritanya, ya.
Kemudian,
meski mengangkat dua konflik utama yang berbeda, namun hal tersebut tidak
membuat alur buku ini terasa berat dan ruwat. Konflik Inge dengan Ibu
kandungnya, berhasil mengungkap betapa kelamnya hidup Inge di masa kecil,
bahkan sampai ia beranjak dewasa. Hal ini pun bisa terlihat ketika Inge sudah
dewasa, hidup dengan menjadi seorang penulis, dan memiliki rumah sendiri,
Kondisi rumahnya yang diceritakan tidak begitu tertata rapi, dan seakan tidak
terlalu diurus, begitu mencerminkan bagaimana dulunya ia juga tidak mendapat
perhatian dari Ibunya. Juga novel-novelnya yang selalu bercerita tentang
sesuatu yang menyeramkan, turut menunjukkan bagaimana ia tidak mendapat sesuatu
yang bersifat membahagiakan, seperti halnya kasih sayang.
Kemudian,
konflik berikutnya yang bercerita tentang hubungannya dengan Alan, semakin
mengundang rasa penasaran pembaca dengan bagaimana cerita ini akan berakhir.
Kehadiran Ruby dan Meta pun berhasil memainkan perannya dengan baik sehingga
konfliknya tidak terkesan datar dan hambar. Lalu, kehadiran tokoh lain seperti
Ghani rupanya tidak hanya sebagai angin lalu saja, melainkan juga berhasil
menjadi salah satu pendorong bagi Inge untuk menyelesaikan konfliknya. Pun
dengan tokoh Hera—editor Inge—yang sama-sama memudahkan Inge untuk menemui
jalan keluar dari permasalahannya.
Selain
itu, latar distrik bisnis dan kompleks perumahan di buku ini berhasil
digambarkan dengan cukup baik. Beberapa detilnya, seperti kompleks perumahan
yang umumnya dihuni oleh pasangan berusia lanjut, gaya rumah yang cenderung
sama, dan area pertokoan/kios yang selalu berjejer di sepanjang jalan. Namun sayangnya, Gunung Pancar yang
sebenarnya menjadi background utama
dari semua pemandangan tadi, tidak terlalu ditonjolkan. Sebenarnya, kalau saja
hal yang satu ini ditonjolkan, pasti akan menambah kesan asri di wilayah yang
cenderung termakan modernisasi ini. Selain itu, awal pertemuan dan hubungan
Alan-Inge bisa dibilang cukup unik juga konyol. Dari sekadar memberikan tumpangan
tidur, sampai menjalin kedekatan. Ada pula satu-dua jokes yang cukup menghibur di beberapa kutipan dialog maupun
narasinya, yang semakin memperkuat bahwa cerita di buku ini sangat ringan untuk
dibaca.
Beberapa
kejadian kurang logis sempat aku rasakan di novel ini. Seperti halnya karakter
Meta yang kerap kali berubah. Pada satu adegan, lewat dialog antar tokoh,
dijelaskan sekali bahwa Meta tidak lagi memiliki kecemburuan saat Alan
menjelaskan padanya bahwa ia sudah memiliki seseorang. Namun keadaan seketika
berubah saat ia melihat kebersamaan Inge dan Alan, Meta tidak ingin melepaskan
pria itu. Tak selang berapa lama, di satu hari yang sama, Meta terlihat begitu
ikhlas membiarkan Alan bersama Inge. Ewh, aku rasa karakter Meta ini perlu
dipertegas kembali agar pembaca (termasuk aku) tidak mempermasalahkan hal ini
lagi.
Nah,
itu tadi adalah resensi singkat dariku untuk buku Sincerely Yours karangan Tia
Widiana. Bagi kalian pecinta novel ‘amore’, sangat disayangkan sekali jika
melewatkan buku ini. Dan bagi yang sudah punya bukunya, selamat membaca, ya!
Terima
kasih!
***
“Bagaimanapun, sulit menyayangi orang lain
kalau kau masih membenci dirimu sendiri.”
Hlm. 115
“Hanya karena berjauhan, tidak berarti dia
melupakanmu. Distances make the heart grows fonder.”
Hlm. 161
Ini yang saya maksud, banyak novel yang mengangkat profesi penulis yang tidak membeberkan proses melahirkan bukunya, seakan-akan hanya tempelan saja. Sayang sekali bukan, padahal pembaca bisa belajar menulis dari situ. Hehehe. Tapi, kayaknya seru mengikuti konflik mengenai orang ketiga itu..
BalasHapusIya, sayang banget kan? Tapi terlepas dari itu, buku ini ceritanya bagus kok, Mas. Sebagai orang yang baru pertama baca amore, buku ini jelas ga ngecewain :D
Hapus