Judul : Pre Wedding Rush
Penulis : Okke ‘Sepatumerah’
Tahun terbit : 2013
Tebal : 204 hlm
Penerbit : Stiletto Book
Kategori : Novel
ISBN : 978 – 602 – 7572 – 21 – 8 |
Blurb:
“Lo nggak rela gue nikah dengan Dewo?”
Aku memberanikan diri untuk menembaknya.
“Apa masih penting, Nin? Gue rasa nggak, uda nggak penting.” Lanang sama sekali tidak menatapku.
“Apa masih penting, Nin? Gue rasa nggak, uda nggak penting.” Lanang sama sekali tidak menatapku.
“Penting, Nyet. Penting buat gue.”
Suaraku terdengar parau,
“Lo nggak rela gue menikah?”
“Lo nggak rela gue menikah?”
“Sudahlah, Nin. Lupakan. Gue ngaco
aja tadi.”
“Lanang, please jawab. Lo nggak rela?”
Suaraku melirih.
“Nggak!” Ia menatap manik mataku,
“Puas lo?”
“Puas lo?”
***
Life goes on. Tapi terkadang aa
kenangan-kenangan indah yang membuat seseorang enggan melangkah menuju masa
depan. Itulah yang terjadi dengan Menina. Hubungannya dengan Lanang, sang
mantan pacar, begitu membekas di hatinya, bahkan sampai ia dilamar oleh pria
lain yang lebih mencintainya.
Ketidakmampuannya melupakan masa lalu
membuat Menina secara impulsive memutuskan melakukan perjalanan terakhir
bersama Lanang di ke Yogyakarta. Siapa yang bisa meramalkan apa yang akan
terjadi? Saat Menina dan Lanang berada di Yogyakarta, terjadilah gempa bumi 5,9
SR yang memakan banyak korban.
Menina menyaksikan begitu banyak hal
yang membuatnya kembali berpikir tentang hubungannya bersama Lanang dan juga
calon suaminya. Apa yang sebenarnya terjadi pada mereka berdua?
***
“Ketika
bersama orang yang satu frekuensi dengan kita, tempat menjadi tidak penting
lagi. Kebersamaan membuat segalanya terlupa, termasuk waktu.”
Hlm.
65
“Orang
membuat rencana itu karena mereka punya tujuan hidup. Dengan bikin rencana,
maka mereka bisa mengantisipasi situasi-situasi tertentu yang bisa menghalangi
mereka mncapai tujuannya.”
Hlm.
87
Rupanya,
tidak semua orang benar-benar bisa melepaskan bayang-bayang masa lalunya,
termasuk orang-orang di dalamnya. Buktinya, meski Lanang sudah menjadi
mantannya, Menina rupanya masih saja menjalin hubungan akrab dengannya. Setelah
menerima lamaran Dewo di hari ulang tahunnya, Menina kembali menghubungi Lanang
tentang rencana lamarannya tersebut. Namun,
di satu sisi, Menina juga menyalahkan dirinya sendiri karena terlalu gegabah
atas keputusan lamaran itu. Sesungguhnya, Menina belum bisa lepas sepenuhnya
dari bayang-bayang Lanang.
Menina
juga memberitahu Lanang atas rencana keberangkatannya ke Surabaya—tempat tinggal
Dewo—untuk membicarakan perihal lamaran mereka. Namun rupanya Lanang malah
menawarkan diri untuk menemaninya selama perjalanan. Tapi tujuan Lanang
bukanlah ke Surabaya, melainkan Yogyakarta. Menina yang seharusnya melanjutkan
perjalanan dengan kereta ke Surabaya, justru ikut turun bersama Lanang di Yogyakarta.
Lagi-lagi, ia gegabah. Melupakan tujuan utamanya hanya karena Lanang.
Berawal
dari situ, rencana lamaran Menina dengan Dewo mulai dipertanyakan. Dewo mulai
mengkhawatirkan keberadaan calon tunangannya itu. Belum lagi soal gempa yang
tiba-tiba mengguncang Yogya pada saat itu. Lantaran musibah tersebut, Menina
harus memutuskan untuk tinggal lebih lama di Yogya karena alasan kemanusiaan.
Membantu korban bencana dengan menjadi relawan. Tapi sesungguhnya, bukan karena
alasan itu saja yang membuat Menina bertahan di sana, ada alasan lain yang
lebih kuat atas keputusan Menina tersebut.
Lantas,
apakah alasan yang membuat Menina seolah enggan untuk menemui Dewo?
Dan,
yang lebih penting dalam sebuah hubungan pastilah rasa ‘cinta’.
Masalahnya,
adakah rasa cinta Menina untuk Dewo?
***
“Kita
sering nggak menganggap orang-orang terdekat sebagai anugerah. Seberapa sering
kita nggak memedulikan mereka? Kita anggap memang mereka seharusnya ada di
sana. We take them for granted. Orang-orang tersebut baru akan terasa istimewa
setelah kita kehilangan mereka. Bener banget kalau disebut you don’t know what
you’ve got till it’s gone.”
Hlm.
151
“Masa
lalu adalah masa lalu, sesekali melihat mungkin perlu, tapi tidak perlu mencoba
untuk mengulang lagi apa yang pernah terjadi.”
Hlm.
188
Alhamdulliah,
sangat berterima kasih kepada Kak Riawani Elyta dan Stiletto karena telah
menghadiahkan buku ini untukku. Sebuah bacaan yang ringan, namun berbobot. Baik,
Pre Wedding Rush adalah buku pertama dari Kak Okke ‘Sepatumerah’ yang berhasil
aku baca. Menilik dari buku ini, kita bisa menyimpulkan bahwa cara menulis Kak
Okke sangat mengalir, tidak kaku, dan sangat mudah dipahami. Didukung dengan
tema yang cukup realistis dan merakyat, penggunaan diksinya yang sederhana dan
tidak berbelit-belit, membuat kita tidak membutuhkan waktu lama untuk menyelesaikan
buku ini. Lembar demi lembar sangat tidak terasa karena kita terlalu dibawa
nikmat oleh jalan ceritanya.
Membaca
buku pernikahan kategori fiksi, jujur adalah pengalaman pertama bagi aku.
Sebelumnya yang pernah aku baca adalah non fiksi, dan itu adalah buku duet
karangan Kak Riawani dengan salah satu penulis lokal juga. Pre Wedding Rush
adalah sebuah novel yang bercerita tentang dilema seorang Menina tentang
rencananya lamarannya. Dilema tersebut datang dari 2 orang laki-laki yang
sama-sama penting dalam kehidupannya. Tema tersebut sudah bisa kita simpulkan
secara langsung saat melihat desain cover-nya yang mampu menginterpretasi isi
cerita secara relevan. Oh iya, tema ceritanya cukup realistis. Sebab apa yang
terjadi di buku ini juga banyak kita temui di kehidupan sehari-hari. Membuat
kita sebagai pembaca tidak susah untuk memahami setiap adegan maupun konflik
ceritanya.
Di awal bab, penulis menyajikan
secuil adegan di masa sekarang yang penuh teka-teki. Seperti halnya teka-teki
pada umumnya, pastilah kita akan dibuat
bertanya-tanya tentang apa yang terjadi di tahun-tahun sebelumnya. Terutama
tentang hubungan Lanang dan Menina. Dan, aku rasa, adalah langkah tepat saat
penulis menggunakan alur mundur di bab-bab berikutnya. Sedikit demi sedikit
rasa penasaran kita yang ada di awal mulai menemui titik terang, dan kita tidak
dibuat kecewa. Dan, langkah yang sangat tepat juga karena penulis menggunakan PoV1
sebagai Menina. Karena dengan begini, kita bisa merasakan langsung bagaimana
kebimbangan, perasaan, dan pola pikir yang ada dalam diri Menina. Dilema yang
dirasakan oleh tokoh utama ini pun juga lebih terasa dengan cara seperti ini. Istilah
lain, kita bisa melibatkan diri kita secara langsung ke dalam cerita.
Selain
itu, pola pikir Menina yang kadang kali menjengkelkan, membuat aku kerap kesal
dengannya. Terlalu gegabah tanpa memikirkan bagaimana akibat-akibatnya.
Sungguh, aku benar-benar bingung dengan pola pikir Menina yang tak berdasar
ini. Nilai plus lain untuk novel ini adalah deskripsinya yang baik. Terutama
tentang gempa Jogja, semua tergambarkan secara pas. Tidak kurang atau pun
berlebihan.
Selain
itu, di buku ini, menurutku chemistry
yang terjalin antara Menina dan Lanang lebih kuat ketimbang dengan Dewo. Tapi
meski begitu, aku tidak terlalu menyukai pasangan ini. Kebersamaan mereka yang
kerap digambarkan lewat adegan merokok bareng membuatku aku risih. Ya, aku
tidak suka dengan western culture
yang satu ini. Andai saja kebiasaan yang satu ini dihilangkan, pasti hubungan
antara Lanang dan Menina akan terasa lebih manis dan menarik. Selain itu ada
juga hal yang perlu diperhatikan oleh penulis mau pun pihak yang terlibat dalam
pengerjaan buku ini. Yaitu adanya ketidakselarasan font. Kemudian, eksekusi
yang dilakukan penulis di ending kurang nendang menurutku, dan mudah ditebak. Cukup
disayangkan sih, karena menurutku ending justru menjadi senjata buat cerita. Jika
tidak dikemas dengan baik, maka juga tidak akan menimbulkan kesan yang istimewa.
Oh
iya, meski buku ini termasuk ke dalam bacaan ringan, namun banyak juga pesan
moral yang bisa diambil, antara lain:
1.
Dari tokoh Menina, kita bisa belajar untuk tidak
terlalu gegabah dalam mengambil suatu keputusan. Suatu keputusan pastilah ada
resikonya, dan ada baiknya apabila kita memikirkannya baik-baik terlebih
dahulu. Terutama dalam hal pernikahan.
2.
Melupakan masa lalu dan menatap masa depan.
Lewat tokoh Menina, kita diajarkan untuk berusaha sebisa mungkin melupakan masa
lalu kita, termasuk orang-orang di dalamnya. Terlebih lagi, saat kita sudah
punya pasangan di masa sekarang. Pasangan kita tersebut ada baiknya kita
jadikan prioritas, daripada mantan yang pernah ada dulu. Intinya, lebih
prioritaskan masa depanmu dengan orang terkasihmu dulu.
3.
Berjiwa kemanusiaan. Lewat kejadian gempa yang
Menina dan Lanang alami di Joga, kita bisa belajar bahwa menolong sesama umat
manusia adalah suatu keharusan. Terlebih, kita berada dekat dengan mereka.
Dengan menolong, entah itu dengan menjadi relawan atau apa pun, maka kita juga
akan mendapat hikmahnya nanti.
Nah,
itu tadi adalah singkat dariku untuk novel Pre Wedding Rush karangan Okke ‘Sepatumerah’.
Semoga berkenan ya, Kak! Hope to read
another books! I’ll be waiting!
Terima
kasih!
***
“…pernikahan
itu nggak ada hubungannya sama jodoh nggak jodoh. It’s just another life of
stage. Sama seperti stage kehidupan lain, untuk berusaha kita harus berusaha
dan berjuang. Kalau dari yang gue rasa, jodoh itu juga harus diusahakan dan
diperjuangkan.”
Hlm.
201
***
*CATATAN: Resensi ini
diikutsertakan pada campaign #AkuCintaBuku bersama Stiletto Book dan Riawani Elyta.*
Wah menarik sekali. Sekilas seperti cerita di My Pre-Wedding Blues. Sebenarnya orang yang kita cintai itu di depan mata. Namun karena ego, terkadang hal itu diingkari. Sehingga ketika memilih orang lain, ketidakyakinan justru menyeruak. Kacau pokoknya!
BalasHapusIyakah? Memang secara garis besar cerita di buku ini ya begitu sih. Tapi yang namanya beda penulis pasti rasanya juga akan beda dong, hehe
Hapus