Rabu, 28 September 2016

IL TIRAMISU: Dalam Manisnya Terselip Sebutir Pahit, Seperti... Cinta



Judul : Il Tiramisu
Penulis : Dy Lunaly
Tahun terbit : 2016
Tebal : vi + 334 hlm
Penerbit : Bentang Pustaka
Kategori : Novel (Yummy-Lit Series)
ISBN : 978 – 602 – 291 – 174 – 6
Bisa dibeli di : bukupedia.com 


Blurb:

Gytha terpaksa menerima tawaran kerja sebagai host chef di salah satu acara televisi. Ia memenuhi utang budi kepada teman lama meski sebenarnya tidak yakin bisa melakukannya. Ditambah lagi Gytha tidak sendiri. Executive Chef di Olive Garden itu akan menjadi host bersama Wisnu, seorang penyanyi yang sedang naik daun.

Meski rupawan dan mutlak digandrungi para wanita, pria itu memberi kesan pertama yang buruk kepada Gytha. Wisnu Kanigara, tidak lebih dari seorang selebritas yang angkuh dan menyebalkan. Lebih menyebalkan lagi karena mereka harus sering bersama dan terlihat akrab.

Sejak itu, kehidupan Gytha tidak lagi tenang. Ia menjadi incaran media gosip Tanah Air yang haus berita akan kedekatannya dengan Wisnu. Media terus berusaha mengorek apa pun tentangnya. sampai-sampai hal yang paling dirahasiakan Gytha, tentang masa lalu kelamnya, berhasil diungkap media. Gytha sungguh menyesali keputusannya mengambil pekerjaan ini. Ia menyesal mengenal Wisnu. Ia juga menyesal telah terjebak dalam rasa yang tak seharusnya ia simpan untuk pria itu.

***

“Kamu bisa aja ngerencanain hidup kamu lurus tanpa hambatan. Tapi, percaya sama Ayah. Nggak ada hidup yang mulus dan gampang karena perjuangan itu satu-satunya bukti bahwa kita hidup”
Hlm. 95

“Hidup itu kayak labirin kaca.” Wisnu akhirnya berucap setelah keterkejutannya mereda. “Kita kayaknya merdeka, tapi sebenarnya terikat sama benang yang nggak kelihatan; takdir. Konyolnya takdir itu seringkali bikin kita muter di tempat.”
Hlm. 132

*BACA JUGA REVIEW IL TIRAMISU DI AKUN GOODREADS-KU, DI SINI*

Siapa sangka, Gytha yang notabene hanya seorang executive chef di Olive Garden, mendapat tawaran untuk bekerja menjadi celebrity chef di sebuah acara memasak yang diselenggarakan oleh sebuah stasiun TV. Tawaran itu datang dari teman lamanya, Diandra, yang kebetulan juga bekerja di stasiun TV tersebut. Sebenarnya, Gytha sangat enggan untuk menerima tawaran itu, alasan utamanya adalah karena ia merasa tak nyaman apabila berada dalam kerumunan orang asing, terlebih di stasiun TV dan ditonton banyak orang. Alih-alih menolak tawaran tersebut, Gytha justru merasa tak enak hati dengan Diandra. Terlebih saat Diandra bilang bahwa ini sebagai bentuk balas budi atas kebaikan yang pernah Diandra lakukan kepadanya dulu. Dukungan serupa juga datang dari sahabat Gytha, Arianne dan David—pemilik Olive Garden. Menurut mereka, ini adalah salah satu jalan terbaik yang bisa Gytha lakukan untuk mewujudkan impiannya.

“Ayah selalu mengingatkannya untuk bermimpi setinggi langit dan berusaha mewujudkannya melalui kerja keras. Gytha mengamininya. Dia tidak hanya bermimpi tentang memiliki restoran. Dia sudah menyiapkan rencana yang matang.”
Hlm. 18

Setelah melakukan beberapa pertimbangan, Gytha pun akhirnya bersedia untuk menerima tawaran kerja tersebut. Ia didapuk menjadi celebrity chef sekaligus host utama di acara yang bertajuk ‘Everybody Can Be a Chef’. Namun, keputusannya itu sempat membuat Gytha menyesal sesaat setelah ia mengetahui bahwa ia tidak bekerja sendiri, melainkan dengan seorang co-host. Dia adalah Wisnu Kanigara. Seorang penyanyi muda laki-laki yang sedang naik daun, awam dengan dunia memasak, dan memiliki sikap dingin, juga angkuh. Seketika, Gytha merasa marah kepada Diandra yang sengaja tidak memberitahukan hal ini padanya. Seperti yang sudah kalian ketahui, Gytha selalu merasa tidak nyaman dengan kehadiran orang asing, terlebih orang tersebut memiliki attitude yang tidak baik. Kesan yang Gytha dapat dari seorang Wisnu saat pertemuan pertama mereka sangat tidak mengenakkan. Namun apa boleh buat? Gytha sudah terikat kontrak yang tak mungkin bisa ia tinggalkan.  

Namun, demi sikap professional dan atas nama pekerjaan, Gytha berusaha untuk sebaik mungkin saat berada dalam satu frame dengan Wisnu di hari pertama syuting nanti. Tapi apa yang terjadi? Syuting hari pertama gagal dan biang masalahnya adalah Gytha. Ia tidak bisa melakukan pekerjaan dengan baik. Mulai dari ekspresinya yang kurang, dipaksakan, dan masakannya yang juga kacau. Hal ini sempat membuat crew dan direktur acara tersebut geram. Terlebih Wisnu, partner kerjanya, ia merasa waktunya terbuang sia-sia dan mencela kemampuan memasak Gytha. Tapi, seperti apa yang Arianne bilang, Gytha tidak boleh menyerah, ia harus membuktikan bahwa omongan Wisnu itu adalah bohong. Dan rupanya Gytha berhasil membuktikannya, syuting hari kedua berjalan lancar. Gytha mulai bisa menyesuaikan diri. Begitu pula hari-hari berikutnya, tidak ada lagi kekacauan atau pun kekurangan, melainkan kedekatan.

Lewat acara ‘Everybody Can Be a Chef’, Gytha dan Wisnu memang selalu terlibat dalam satu frame, dan dari apa yang bisa dilihat di layar kaca, mereka mulai menikmati kebersamaan tersebut. Lambat laun, Gytha dan Wisnu menjadi pusat perhatian banyak orang. Berita kedekatan mereka pun mulai menjadi konsumsi publik dan merebak mulai dari media cetak, hingga tayangan infotainment. Beberapa pro dan kontra terhadap hubungan mereka sempat terjadi. Bahkan situasi ini pun sempat membuat Gytha tersudut dan merasa tidak nyaman. Terlebih, saat media dengan bisanya mengungkap rahasia masa lalunya ke permukaan. Keadaan berubah semakin kacau ketika gosip-gosip tak menyenangkan tentang Gytha muncul ke ranah publik. Begitu juga dengan Wisnu, akibat kedekatannya dengan Gytha, dan segala kontroversi yang menyangkut wanita itu, membuat reputasinya ikut terancam.

Dan, di tengah kemelut gosip yang menerpa, juga kesimpang siuran tentang masa lalu Gytha, sebuah fakta mengejutkan tentang jati diri Wisnu ikut terungkap. Bedanya, publik tidak ada satu pun yang mengetahui tentang berita ini. Melainkan, Gytha. Hanya Gytha yang tahu…. Begitu pula dengan masa lalu Gytha. Tidak sepenuhnya publik tahu. Hanya Wisnu Kanigara, yang benar-benar mengetahui segalanya.

Saat Gytha dan Wisnu sama-sama mengetahui rahasia masa lalu masing-masing, lantas, akankah masih ada kebersamaan yang berusaha mereka perjuangkan selama ini? Atau justru ikut tenggelam bersama kemelut yang menerpa dan hilang tak bersisa?

“Masa lalu memang tidak bisa mendefinisikan siapa kamu. Tapi, masa lalu itu nggak pernah bisa dibuang. Daripada kamu menghabiskan tenaga untuk membuangnya, kenapa tenaga itu nggak kamu pakai untuk menerimanya?”
Hlm. 242

***



Il Tiramisu merupakan salah satu novel tulisan Dy Lunaly yang masuk ke dalam seri Yummy-Lit terbitan Bentang Pustaka. Jujur saja, Il Tiramisu adalah buku pertama dari penulis yang aku baca. Sekaligus ini menjadi momen bagiku untuk berkenalan dengan tulisan Dy Lunaly. Seperti yang sudah kalian ketahui, penulis yang satu ini terkenal memiliki kualitas tulisan yang cukup bagus. Hal ini bisa kalian buktikan sendiri lewat buku-buku yang telah Dy tulis, terlebih buku yang berjudul My Wedding Dress. Dy banyak menuai pujian lewat novel yang mengangkat tema pernikahan tersebut. Kemahirannya tersebut kembali ia tunjukkan lewat novel berikutnya, yakni Il Tiramisu. Dengan mengusung tema kuliner, Dy Lunaly tidak hanya akan menyuguhi kisah manis antara Gytha dan Wisnu, melainkan juga membuat buku ini benar-benar terasa Yummy lewat kehadiran tiramisu yang sangat menggoda pembacanya.

Pertanyaannya: benarkah? Mari simak resensiku berikut:

RESENSI:

Yuk kita review buku ini dari segala sisi:

  1. TEMA
Tidak beda jauh dengan buku-buku yang Dy tulis sebelumnya, Il Tiramisu masih didominasi oleh tema romantikisme yang cukup kental, yang dihadirkan lewat sepasang kekasih yaitu Gytha dan Wisnu. Sisi baiknya, ada beberapa aspek mendukung yang membuat tema sederhana ini menjadi kian manis untuk dinikmati. Seperti halnya, pengusungan tema kuliner—karena kebetulan buku ini masuk ke dalam seri yummy-lit—yang menambah kerenyahan buku ini, sekaligus memperdalam sisi informatif tentang dunia kuliner atau pun memasak. Tiramisu menjadi pokok bahasan menarik yang menurutku juga cukup filosofis, terlebih jika dikaitkan dengan kisah cinta Gytha-Wisnu.

Cerita Il Tiramisu dirasa lebih variatif dan berwarna lagi saat penulis juga mengangkat tema seputar dunia entertaintment di sini. Seperti yang pernah aku tulis di review Kepada Gema, bahwasanya aku sangat menyukai dan relate sekali dengan cerita yang mengusung tema broadcasting, pertelevisian dan sebagainya. Jika di novel Kepada Gema tema broadcasting dan entertaint tersebut diwujudkan lewat sudut pandang seorang crew/pekerja di belakang layar, maka il Tiramisu adalah kebalikannya. Dunia seputar entertaint diwujudkan lewat tokoh utamanya—Wisnu Kanigara—yang merupakan seorang penyanyi. Kisah di depan layar dan bagaimana seluk beluk serta rutinitas seorang selebriti begitu kuat mendominasi cerita ini. Dan bagi pembaca yang menyukai tema serupa, aku rasa mereka akan merasa tertantang untuk membaca novel ini. Untuk beberapa tema yang diusung Dy tadi, aku rasa merupakan sebuah perpaduan yang sangat bagus. Ketiganya pun dibangun dengan cukup bagus meski aku rasa ada sedikit ketidaksamarataan pembagian porsi ceritanya.

  1. LATAR
·         Tempat:
Secara keseluruhan, cerita di Il Tiramisu mengambil setting di Kota Jakarta. Tak ayal hal ini membuat nuansa metropop sangat terasa sekali di buku ini. Latar tempat yang lebih spesifiknya adalah restoran Olive Garden. Namun ada juga beberapa tempat lain yang menjadi latar dari setiap adegan cerita, seperti rooftop apartemen Wisnu, Panti Asuhan Rumah Haya, mau pun studio syuting. Latar Senggigi, Lombok juga turut diselipkan dalam cerita ini, yakni pada awal dan akhir cerita.

·         Waktu:
Karena memiliki alur mundur, secara keseluruhan cerita di novel ini mengambil latar waktu di masa lalu, atau agar tidak terkesan lampau banget, beberapa tahun ke belakang dari masa sekarang. Biar lebih jelas, latar waktu masa lalu ini mengambil setting tempat di Jakarta, dan masa sekarang menggunakan daerah Senggigi, Lombok sebagai setting tempatnya.

·         Suasana:
Karena tema utamanya lebih ke romantikisme, jadi suasana dalam cerita yang berhasil aku tangkap tentu saja romantis, manis, dan tak jarang pula mengundang kesedihan. Kisah cinta kedua sejoli yang terdapat di cerita ini memang mirip dengan tiramisu. Tidak hanya manis, tapi kadang juga pahit. Dan di sinilah letak kefilosofian ceritanya.

  1. TOKOH DAN PENOKOHAN
Tokoh utama di novel ini tentunya adalah Gytha dan Wisnu. Beberapa tokoh lain yang juga ikut ambil peran adalah Arianne, David, Nakhla, Chandra, dan lain-lain. Terkait penokohan/karakter, menurutku tokoh Wisnu lah yang paling kuat. Dy berhasil menggambarkan sosok Wisnu dengan sikap dingin, kaku, cool, tapi adakalanya juga romantis. Tipe tokoh yang sangat disukai gadis-gadis di luar sana. Dingin, tapi sekali hatinya luluh, romantisnya nggak karuan, hehe. Menurutku, tokoh Wisnu ini bisa menjadi idola para pembaca di novel ini. Jika Gytha, aku berhasil menangkap kesimpulan bahwa ia adalah perempuan gigih, dan ambisisus. Tapi terkadang juga rapuh. Keberadaan Wisnu yang tangguh, menjadi penyemangat sekaligus penguat dari tokoh Gytha ini.

Kemudian, suasana di novel ini sesekali juga terasa cair dan menyenangkan saat penulis turut menghadirkan tokoh Nakhla yang lucu nan gemesin. Cara bicaranya, caranya bersikap, gerak-geriknya, aku suka sekali. Terlebih dengan interaksi yang ia lakukan bersama Gytha atau Wisnu. Anak ini menggemaskan sekali! Selain itu, ada pula tokoh Ernest yang pada awalnya cukup berhasil memanipulasiku. Sejak pertama kali kemunculan Ernest di buku ini, juga saat melihat bagaimana interaksi yang ia jalin bersama Gytha lewat email, sebuah dugaan tentang siapa jati dirinya muncul di otakku. Juga tentang Nakhla, awalnya aku begitu yakin dengan status Nakhla dalam kehidupan Gytha. Singkatnya, kedua dugaan tersebut sama-sama membuatku yakin. Tapi rupanya penulis punya jalan lain. Tentang siapa sebenarnya Ernest dan Nakhla yang penulis ungkapkan di akhir cerita sangat memutarbalikkan fakta yang sempat aku ciptakan sebelumnya. Really surprised!

Kemudian, jika boleh menambahkan, dialog atau interaksi yang terjalin antara Gytha dan Wisnu di awal sempat terasa kaku dan kurang menyatu sama lain. Bisa dimaklumi sebenarnya, karena hubungan mereka bukan diawali dari sesuatu yang baik, melainkan sebaliknya. Ada sebuah keterpaksaan yang pada awalnya membuat kedua tokoh ini seolah memiliki benteng yang melindungi dirinya masing-masing. Tapi, seiring berjalannya cerita, aku mulai menikmati kedekatan dan chemistry yang terjalin dari kedua tokoh ini. Pun mereka terlihat sangat sweet sekali saat Gytha memanggil Wisnu dengan sebutan Mas. Ah, jadi ingat kisah-kisah romansa klasik Tanah Jawa.

  1. ALUR
Seperti yang tadi sudah aku bilang, keseluruhan alur cerita di novel ini adalah alur mundur. Il Tiramisu dibuka dengan cerita yang belatarkan daerah Senggigi, yang tak lain adalah masa sekarang. Kemudian terlempar beberapa tahun ke belakang, menyelami kehidupan tokoh utama di masa lalu saat berada di Jakarta. Dan pada ending, cerita melesat lagi ke masa depan dengan latar tempat yang sama. Benar-benar seru sekali, dan konsisten.

  1. SUDUT PANDANG
Secara keseluruhan, memang sudut pandang yang digunakan oleh penulis adalah PoV3. Lebih tepatnya pada bagian alur mundur. Pada awal dan akhir cerita (masa sekarang) penulis justru menggunakan PoV 1 sebagai Gytha. Tidak begitu masalah bagiku, penggunaan PoV 3 nya juga benar-benar dimanfaatkan dengan baik. Dan, meski banyak menggunakan PoV3, aku rasa  feel yang dirasakan oleh tiap tokoh pun berhasil tersampaikan dengan baik pula. 

  1. AMANAT
Beberapa pesan yang bisa kita kutip dari buku ini adalah:

  1. Berdamailah dengan masa lalu. Di buku ini diceritakan bahwa Gytha memiliki masa lalu yang tidak mengenakkan. Sehingga ia berusaha sebisa mungkin untuk melupakannya. Tapi tahukah kamu, itu adalah cara yang salah. Karena, seperti kutipan yang sudah aku berikan di atas tadi, daripada kita menghabiskan tenaga untuk melupakan masa lalu, lebih baik tenaga itu kita gunakan untuk menerimanya dan fokus memandang masa depan.  Setiap orang berhak memiliki dan mengenang masa lalu, tapi jangan sekali pun kamu hidup di dalamnya. Cobalah berdamai dengan masa lalumu.
  2. Be yourself! Ya, jadilah dirimu sendiri. Seperti Wisnu, ia terpaksa menjadi penyanyi dan menjalani hidup di dunia entertaint karena kebutuhan ekonomi keluarganya. Sebenarnya dunia tersebut sangat tidak disukainya dan bukan merupakan passion-nya. Nah pelajaran yang bisa diambil teman-teman adalah jadi dirimu sendiri. Jangan sekali pun kamu menjadi orang lain dan terus bersembunyi di balik topeng, atau bahkan melupakan jati dirimu sendiri.
  3. Jangan terlalu percaya sama gosip. Seperti yang sudah aku tulis sebelumnya, dunia entertaint yang penulis usung di sini cukup kental, termasuk segala seluk beluknya. Salah satunya adalah gosip. Lewat penuturan oleh tokoh Wisnu, kita mendapat pengajaran bahwa jangan terlalu percaya sama gosip, terlebih apa yang dilontarkan oleh seorang selebriti atau pihak lain yang berkecimpung di dunia entertaint. Aku lebih menyebutnya dunia sandiwara. Ada pihak yang menyusun strategi dan rencana sebelum sebuah pernyataan dikeluarkan oleh seorang selebriti. Selanjutnya, ketika semua rencana dan strategi tersebut sudah matang, selebriti yang bersangkutan tinggal mengatakannya kepada publik. Dunia sandiwara sekali, kan? Singkatnya, jangan sepenuhnya percaya dengan omongan orang, terlebih dengan kicauan gosip yang belum tentu kebenarannya.
  1. KRITIK DAN SARAN:
Ada satu hal sebenarnya yang sangat ingin aku kritisi. Berdasarkan apa yang berhasil aku simpulkan setelah membaca novel ini, aku kurang mendapat kepuasan dari salah satu tema yang diangkat, yakni tentang kuliner. Ya, aku tahu bahwa novel ini memang bukan pure novel kuliner. Tapi menurutku tidak ada salahnya apabila keberadaan tema tersebut dimatangkan dan digali lebih dalam lagi. Seperti yang sudah aku bilang di atas, ada ketidaksamarataan pembagian porsi ceritanya. Dan yang aku maksud tersebut adalah mengenai tema kuliner tersebut, kurang banyak porsi ceritanya. Beberapa ilutrasi tentang makanan atau minuman yang tercantum di beberapa bagian menurutku juga kurang membantu. 

Sebagian besar cerita lebih terpusat kepada hubungan Gytha dan Wisnu. Aku rasa penulis harus lebih detil lagi dalam mendeskripsikan tentang makanan atau hidangan apa pun yang ada di novel ini. Terutama dari segi tampilan, rasa, tekstur, dan bahan apa saja yang dipakai selama proses pembuatannya. Yang jelas, sebisa mungkin penulis harus bisa membuat pembaca tergiur dengan makanan tersebut. Begitu pun dengan tiramisu, tidak begitu banyak dimasukkan menurutku. Adegan yang turut memasukkan tiramisu ini pun hanya beberapa dan bisa dihitung. Padahal kalau porsi tiramisu ini dibanyakin lagi, pasti buku ini akan terasa lebih yummy.

Tapi sisi baiknya, keberadaan tiramisu di sini cukup filosofis. Cukup jelas untuk menjadi cerminan kisah cinta Gytha dan Wisnu. Selain itu, satu lagi, typo atau salah penulisan masih aku temukan di buku ini. Tidak banyak dan masih dalam batas wajar kok. Tapi jika saja buku ini dicetak ulang, aku harap sudah tidak ada lagi typo yang ikut nempel.


Nah teman, itu tadi adalah resensi singkat untuk novel il Tiramisu karangan Dy Lunaly dariku. Jika kamu mencari bacaan dengan kisah cinta yang manis, diselingi oleh kisah yang menyayat hati, dan ikut mengangkat seputar dunia entertaint juga kuliner, coba baca il Tiramisu. Aku yakin, kamu akan tergiur oleh ceritanya! Atau, mau yang lebih lagi? Bisa kok. Caranya, kamu tinggal borong buku-buku ‘Yummy-Lit Series’ dari Bentang Pustaka! Selamat membaca!

 Terima kasih!

***

“Nggak peduli semanis apa pun kisah cinta kita, pasti ada bagian pahitnya. Gitu juga sebaliknya. Mau sepahit apa pun cinta kita, mau sebanyak apapun cobaannya, kalau kita nggak pernah nyerah, kita pasti bakal nemuin manisnya. Kayak kisah kita.”

Hlm. 220

4 komentar:

  1. Buku yang menarik. Yang kamu bilang benar Bin, buku dengan tema kuliner harus digali dengan maksimal. Pembaca ingin ketika membaca ikut merasakan makanan itu. Kalau pun ada unsur romance, itu seharusnya hanya 35%-40% saja. Tidak sampai mengaburkan tema kulinernya. Saya haap bisa membaca buku ini di lain kesempatan. :)
    Oya, Bin, saya kok merasa terganggu dengan penyebutan "romantikisme". Di KBBI tertulisnya "romantisisme".

    Recent Post: Wishful Wednesday: Mengenal Nabi Muhammad Lewat Novel

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yup, memang harus seperti itu. Seperti walking after you-nya windry ramadhina, duh bener2 bikin ngiler novel yang satu itu, hehe.

      Soal romantikisme, aku sebenarnya dapat kata itu dari guru b.indonesiaku Mas, soal kebakuannya, nanti aku cari di KBBI. Makasih juga untuk koreksinya

      Hapus
    2. Nah lho, itu judul buku belum saya baca juga. Kayaknya PR saya banyak banget ya untuk membaca buku.

      Iya, Bin, sebaiknya kamu download aja aplikasi KBBI yang bisa dipakai di laptop tanpa diinstal. Lumayan buat cek kata-kata baku. Hehe. :)

      Hapus
    3. Terima kasih rekomendasinya, Mas :))

      Hapus