Judul : Il Tiramisu
Penulis : Dy Lunaly
Tahun terbit : 2016
Tebal : vi + 334 hlm
Penerbit : Bentang Pustaka
Kategori : Novel (Yummy-Lit Series)
ISBN : 978 – 602 – 291 – 174 – 6
Bisa dibeli di : bukupedia.com |
Blurb:
Gytha terpaksa menerima tawaran kerja sebagai
host chef di salah satu acara televisi. Ia memenuhi utang budi kepada teman
lama meski sebenarnya tidak yakin bisa melakukannya. Ditambah lagi Gytha tidak
sendiri. Executive Chef di Olive Garden itu akan menjadi host bersama Wisnu,
seorang penyanyi yang sedang naik daun.
Meski rupawan dan mutlak digandrungi para wanita, pria itu memberi kesan pertama yang buruk kepada Gytha. Wisnu Kanigara, tidak lebih dari seorang selebritas yang angkuh dan menyebalkan. Lebih menyebalkan lagi karena mereka harus sering bersama dan terlihat akrab.
Sejak itu, kehidupan Gytha tidak lagi tenang. Ia menjadi incaran media gosip Tanah Air yang haus berita akan kedekatannya dengan Wisnu. Media terus berusaha mengorek apa pun tentangnya. sampai-sampai hal yang paling dirahasiakan Gytha, tentang masa lalu kelamnya, berhasil diungkap media. Gytha sungguh menyesali keputusannya mengambil pekerjaan ini. Ia menyesal mengenal Wisnu. Ia juga menyesal telah terjebak dalam rasa yang tak seharusnya ia simpan untuk pria itu.
***
“Kamu
bisa aja ngerencanain hidup kamu lurus tanpa hambatan. Tapi, percaya sama Ayah.
Nggak ada hidup yang mulus dan gampang karena perjuangan itu satu-satunya bukti
bahwa kita hidup”
Hlm.
95
“Hidup
itu kayak labirin kaca.” Wisnu akhirnya berucap setelah keterkejutannya mereda.
“Kita kayaknya merdeka, tapi sebenarnya terikat sama benang yang nggak
kelihatan; takdir. Konyolnya takdir itu seringkali bikin kita muter di tempat.”
Hlm.
132
Siapa
sangka, Gytha yang notabene hanya
seorang executive chef di Olive
Garden, mendapat tawaran untuk bekerja menjadi celebrity chef di sebuah acara memasak yang diselenggarakan oleh
sebuah stasiun TV. Tawaran itu datang dari teman lamanya, Diandra, yang
kebetulan juga bekerja di stasiun TV tersebut. Sebenarnya, Gytha sangat enggan untuk
menerima tawaran itu, alasan utamanya adalah karena ia merasa tak nyaman apabila
berada dalam kerumunan orang asing, terlebih di stasiun TV dan ditonton banyak
orang. Alih-alih menolak tawaran tersebut, Gytha justru merasa tak enak hati
dengan Diandra. Terlebih saat Diandra bilang bahwa ini sebagai bentuk balas
budi atas kebaikan yang pernah Diandra lakukan kepadanya dulu. Dukungan serupa
juga datang dari sahabat Gytha, Arianne dan David—pemilik Olive Garden. Menurut
mereka, ini adalah salah satu jalan terbaik yang bisa Gytha lakukan untuk
mewujudkan impiannya.
“Ayah
selalu mengingatkannya untuk bermimpi setinggi langit dan berusaha
mewujudkannya melalui kerja keras. Gytha mengamininya. Dia tidak hanya bermimpi
tentang memiliki restoran. Dia sudah menyiapkan rencana yang matang.”
Hlm.
18
Setelah
melakukan beberapa pertimbangan, Gytha pun akhirnya bersedia untuk menerima
tawaran kerja tersebut. Ia didapuk menjadi celebrity
chef sekaligus host utama di
acara yang bertajuk ‘Everybody Can Be a
Chef’. Namun, keputusannya itu sempat membuat Gytha menyesal sesaat setelah
ia mengetahui bahwa ia tidak bekerja sendiri, melainkan dengan seorang co-host. Dia adalah Wisnu Kanigara. Seorang
penyanyi muda laki-laki yang sedang naik daun, awam dengan dunia memasak, dan
memiliki sikap dingin, juga angkuh. Seketika, Gytha merasa marah kepada Diandra
yang sengaja tidak memberitahukan hal ini padanya. Seperti yang sudah kalian
ketahui, Gytha selalu merasa tidak nyaman dengan kehadiran orang asing,
terlebih orang tersebut memiliki attitude
yang tidak baik. Kesan yang Gytha dapat dari seorang Wisnu saat pertemuan
pertama mereka sangat tidak mengenakkan. Namun apa boleh buat? Gytha sudah
terikat kontrak yang tak mungkin bisa ia tinggalkan.
Namun,
demi sikap professional dan atas nama pekerjaan, Gytha berusaha untuk sebaik
mungkin saat berada dalam satu frame
dengan Wisnu di hari pertama syuting nanti. Tapi apa yang terjadi? Syuting hari
pertama gagal dan biang masalahnya adalah Gytha. Ia tidak bisa melakukan
pekerjaan dengan baik. Mulai dari ekspresinya yang kurang, dipaksakan, dan
masakannya yang juga kacau. Hal ini sempat membuat crew dan direktur acara tersebut geram. Terlebih Wisnu, partner
kerjanya, ia merasa waktunya terbuang sia-sia dan mencela kemampuan memasak
Gytha. Tapi, seperti apa yang Arianne bilang, Gytha tidak boleh menyerah, ia
harus membuktikan bahwa omongan Wisnu itu adalah bohong. Dan rupanya Gytha
berhasil membuktikannya, syuting hari kedua berjalan lancar. Gytha mulai bisa
menyesuaikan diri. Begitu pula hari-hari berikutnya, tidak ada lagi kekacauan
atau pun kekurangan, melainkan kedekatan.
Lewat
acara ‘Everybody Can Be a Chef’,
Gytha dan Wisnu memang selalu terlibat dalam satu frame, dan dari apa yang bisa dilihat di layar kaca, mereka mulai
menikmati kebersamaan tersebut. Lambat laun, Gytha dan Wisnu menjadi pusat
perhatian banyak orang. Berita kedekatan mereka pun mulai menjadi konsumsi
publik dan merebak mulai dari media cetak, hingga tayangan infotainment. Beberapa pro dan kontra terhadap hubungan mereka
sempat terjadi. Bahkan situasi ini pun sempat membuat Gytha tersudut dan merasa
tidak nyaman. Terlebih, saat media dengan bisanya mengungkap rahasia masa
lalunya ke permukaan. Keadaan berubah semakin kacau ketika gosip-gosip tak
menyenangkan tentang Gytha muncul ke ranah publik. Begitu juga dengan Wisnu,
akibat kedekatannya dengan Gytha, dan segala kontroversi yang menyangkut wanita
itu, membuat reputasinya ikut terancam.
Dan,
di tengah kemelut gosip yang menerpa, juga kesimpang siuran tentang masa lalu
Gytha, sebuah fakta mengejutkan tentang jati diri Wisnu ikut terungkap.
Bedanya, publik tidak ada satu pun yang mengetahui tentang berita ini.
Melainkan, Gytha. Hanya Gytha yang tahu…. Begitu pula dengan masa lalu Gytha. Tidak
sepenuhnya publik tahu. Hanya Wisnu Kanigara, yang benar-benar mengetahui
segalanya.
Saat
Gytha dan Wisnu sama-sama mengetahui rahasia masa lalu masing-masing, lantas,
akankah masih ada kebersamaan yang berusaha mereka perjuangkan selama ini? Atau
justru ikut tenggelam bersama kemelut yang menerpa dan hilang tak bersisa?
“Masa
lalu memang tidak bisa mendefinisikan siapa kamu. Tapi, masa lalu itu nggak
pernah bisa dibuang. Daripada kamu menghabiskan tenaga untuk membuangnya,
kenapa tenaga itu nggak kamu pakai untuk menerimanya?”
Hlm.
242
***
Il Tiramisu
merupakan salah satu novel tulisan Dy Lunaly yang masuk ke dalam seri Yummy-Lit terbitan Bentang Pustaka.
Jujur saja, Il Tiramisu adalah buku pertama dari penulis yang aku baca. Sekaligus
ini menjadi momen bagiku untuk berkenalan dengan tulisan Dy Lunaly. Seperti
yang sudah kalian ketahui, penulis yang satu ini terkenal memiliki kualitas
tulisan yang cukup bagus. Hal ini bisa kalian buktikan sendiri lewat buku-buku
yang telah Dy tulis, terlebih buku yang berjudul My Wedding Dress. Dy banyak
menuai pujian lewat novel yang mengangkat tema pernikahan tersebut.
Kemahirannya tersebut kembali ia tunjukkan lewat novel berikutnya, yakni Il
Tiramisu. Dengan mengusung tema kuliner, Dy Lunaly tidak hanya akan menyuguhi
kisah manis antara Gytha dan Wisnu, melainkan juga membuat buku ini benar-benar
terasa Yummy lewat kehadiran tiramisu
yang sangat menggoda pembacanya.
Pertanyaannya:
benarkah? Mari simak resensiku berikut:
RESENSI:
Yuk
kita review buku ini dari segala sisi:
- TEMA
Tidak beda jauh dengan buku-buku yang Dy tulis
sebelumnya, Il Tiramisu masih didominasi oleh tema romantikisme yang cukup
kental, yang dihadirkan lewat sepasang kekasih yaitu Gytha dan Wisnu. Sisi
baiknya, ada beberapa aspek mendukung yang membuat tema sederhana ini menjadi
kian manis untuk dinikmati. Seperti halnya, pengusungan tema kuliner—karena
kebetulan buku ini masuk ke dalam seri yummy-lit—yang
menambah kerenyahan buku ini, sekaligus memperdalam sisi informatif tentang
dunia kuliner atau pun memasak. Tiramisu menjadi pokok bahasan menarik yang
menurutku juga cukup filosofis, terlebih jika dikaitkan dengan kisah cinta
Gytha-Wisnu.
Cerita Il Tiramisu dirasa lebih variatif dan
berwarna lagi saat penulis juga mengangkat tema seputar dunia entertaintment di sini. Seperti yang
pernah aku tulis di review Kepada Gema, bahwasanya aku sangat menyukai dan relate sekali dengan cerita yang
mengusung tema broadcasting,
pertelevisian dan sebagainya. Jika di novel Kepada Gema tema broadcasting dan entertaint tersebut diwujudkan lewat sudut pandang seorang crew/pekerja di belakang layar, maka il
Tiramisu adalah kebalikannya. Dunia seputar entertaint
diwujudkan lewat tokoh utamanya—Wisnu Kanigara—yang merupakan seorang penyanyi.
Kisah di depan layar dan bagaimana seluk beluk serta rutinitas seorang selebriti
begitu kuat mendominasi cerita ini. Dan bagi pembaca yang menyukai tema serupa,
aku rasa mereka akan merasa tertantang untuk membaca novel ini. Untuk beberapa
tema yang diusung Dy tadi, aku rasa merupakan sebuah perpaduan yang sangat
bagus. Ketiganya pun dibangun dengan cukup bagus meski aku rasa ada sedikit ketidaksamarataan
pembagian porsi ceritanya.
- LATAR
·
Tempat:
Secara
keseluruhan, cerita di Il Tiramisu mengambil setting di Kota Jakarta. Tak ayal
hal ini membuat nuansa metropop sangat terasa sekali di buku ini. Latar tempat
yang lebih spesifiknya adalah restoran Olive Garden. Namun ada juga beberapa
tempat lain yang menjadi latar dari setiap adegan cerita, seperti rooftop apartemen Wisnu, Panti Asuhan
Rumah Haya, mau pun studio syuting. Latar Senggigi, Lombok juga turut
diselipkan dalam cerita ini, yakni pada awal dan akhir cerita.
·
Waktu:
Karena
memiliki alur mundur, secara keseluruhan cerita di novel ini mengambil latar
waktu di masa lalu, atau agar tidak terkesan lampau banget, beberapa tahun ke belakang
dari masa sekarang. Biar lebih jelas, latar waktu masa lalu ini mengambil
setting tempat di Jakarta, dan masa sekarang menggunakan daerah Senggigi,
Lombok sebagai setting tempatnya.
·
Suasana:
Karena
tema utamanya lebih ke romantikisme, jadi suasana dalam cerita yang berhasil
aku tangkap tentu saja romantis, manis, dan tak jarang pula mengundang
kesedihan. Kisah cinta kedua sejoli yang terdapat di cerita ini memang mirip
dengan tiramisu. Tidak hanya manis, tapi kadang juga pahit. Dan di sinilah letak
kefilosofian ceritanya.
- TOKOH DAN PENOKOHAN
Tokoh utama di novel ini tentunya adalah Gytha
dan Wisnu. Beberapa tokoh lain yang juga ikut ambil peran adalah Arianne,
David, Nakhla, Chandra, dan lain-lain. Terkait penokohan/karakter, menurutku
tokoh Wisnu lah yang paling kuat. Dy berhasil menggambarkan sosok Wisnu dengan
sikap dingin, kaku, cool, tapi
adakalanya juga romantis. Tipe tokoh yang sangat disukai gadis-gadis di luar
sana. Dingin, tapi sekali hatinya luluh, romantisnya nggak karuan, hehe.
Menurutku, tokoh Wisnu ini bisa menjadi idola para pembaca di novel ini. Jika
Gytha, aku berhasil menangkap kesimpulan bahwa ia adalah perempuan gigih, dan
ambisisus. Tapi terkadang juga rapuh. Keberadaan Wisnu yang tangguh, menjadi
penyemangat sekaligus penguat dari tokoh Gytha ini.
Kemudian, suasana di novel ini sesekali juga
terasa cair dan menyenangkan saat penulis turut menghadirkan tokoh Nakhla yang
lucu nan gemesin. Cara bicaranya, caranya bersikap, gerak-geriknya, aku suka
sekali. Terlebih dengan interaksi yang ia lakukan bersama Gytha atau Wisnu.
Anak ini menggemaskan sekali! Selain itu, ada pula tokoh Ernest yang pada
awalnya cukup berhasil memanipulasiku. Sejak pertama kali kemunculan Ernest di
buku ini, juga saat melihat bagaimana interaksi yang ia jalin bersama Gytha
lewat email, sebuah dugaan tentang siapa jati dirinya muncul di otakku. Juga
tentang Nakhla, awalnya aku begitu yakin dengan status Nakhla dalam kehidupan
Gytha. Singkatnya, kedua dugaan tersebut sama-sama membuatku yakin. Tapi
rupanya penulis punya jalan lain. Tentang siapa sebenarnya Ernest dan Nakhla
yang penulis ungkapkan di akhir cerita sangat memutarbalikkan fakta yang sempat
aku ciptakan sebelumnya. Really
surprised!
Kemudian, jika boleh menambahkan, dialog atau
interaksi yang terjalin antara Gytha dan Wisnu di awal sempat terasa kaku dan
kurang menyatu sama lain. Bisa dimaklumi sebenarnya, karena hubungan mereka
bukan diawali dari sesuatu yang baik, melainkan sebaliknya. Ada sebuah
keterpaksaan yang pada awalnya membuat kedua tokoh ini seolah memiliki benteng
yang melindungi dirinya masing-masing. Tapi, seiring berjalannya cerita, aku
mulai menikmati kedekatan dan chemistry
yang terjalin dari kedua tokoh ini. Pun mereka terlihat sangat sweet sekali saat Gytha memanggil Wisnu
dengan sebutan Mas. Ah, jadi ingat kisah-kisah romansa klasik Tanah Jawa.
- ALUR
Seperti yang tadi sudah aku bilang, keseluruhan alur
cerita di novel ini adalah alur mundur. Il Tiramisu dibuka dengan cerita yang
belatarkan daerah Senggigi, yang tak lain adalah masa sekarang. Kemudian
terlempar beberapa tahun ke belakang, menyelami kehidupan tokoh utama di masa
lalu saat berada di Jakarta. Dan pada ending,
cerita melesat lagi ke masa depan dengan latar tempat yang sama. Benar-benar
seru sekali, dan konsisten.
- SUDUT PANDANG
Secara keseluruhan, memang sudut pandang yang
digunakan oleh penulis adalah PoV3. Lebih tepatnya pada bagian alur mundur.
Pada awal dan akhir cerita (masa sekarang) penulis justru menggunakan PoV 1
sebagai Gytha. Tidak begitu masalah bagiku, penggunaan PoV 3 nya juga
benar-benar dimanfaatkan dengan baik. Dan, meski banyak menggunakan PoV3, aku
rasa feel
yang dirasakan oleh tiap tokoh pun berhasil tersampaikan dengan baik pula.
- AMANAT
Beberapa
pesan yang bisa kita kutip dari buku ini adalah:
- Berdamailah dengan masa lalu. Di buku ini diceritakan bahwa Gytha memiliki masa lalu yang tidak mengenakkan. Sehingga ia berusaha sebisa mungkin untuk melupakannya. Tapi tahukah kamu, itu adalah cara yang salah. Karena, seperti kutipan yang sudah aku berikan di atas tadi, daripada kita menghabiskan tenaga untuk melupakan masa lalu, lebih baik tenaga itu kita gunakan untuk menerimanya dan fokus memandang masa depan. Setiap orang berhak memiliki dan mengenang masa lalu, tapi jangan sekali pun kamu hidup di dalamnya. Cobalah berdamai dengan masa lalumu.
- Be yourself! Ya, jadilah dirimu sendiri. Seperti Wisnu, ia terpaksa menjadi penyanyi dan menjalani hidup di dunia entertaint karena kebutuhan ekonomi keluarganya. Sebenarnya dunia tersebut sangat tidak disukainya dan bukan merupakan passion-nya. Nah pelajaran yang bisa diambil teman-teman adalah jadi dirimu sendiri. Jangan sekali pun kamu menjadi orang lain dan terus bersembunyi di balik topeng, atau bahkan melupakan jati dirimu sendiri.
- Jangan
terlalu percaya sama gosip. Seperti yang sudah aku tulis sebelumnya, dunia entertaint yang penulis usung di
sini cukup kental, termasuk segala seluk beluknya. Salah satunya adalah
gosip. Lewat penuturan oleh tokoh Wisnu, kita mendapat pengajaran bahwa
jangan terlalu percaya sama gosip, terlebih apa yang dilontarkan oleh
seorang selebriti atau pihak lain yang berkecimpung di dunia entertaint. Aku lebih menyebutnya
dunia sandiwara. Ada pihak yang menyusun strategi dan rencana sebelum
sebuah pernyataan dikeluarkan oleh seorang selebriti. Selanjutnya, ketika
semua rencana dan strategi tersebut sudah matang, selebriti yang
bersangkutan tinggal mengatakannya kepada publik. Dunia sandiwara sekali,
kan? Singkatnya, jangan sepenuhnya percaya dengan omongan orang, terlebih
dengan kicauan gosip yang belum tentu kebenarannya.
- KRITIK DAN SARAN:
Ada satu hal sebenarnya yang sangat ingin aku
kritisi. Berdasarkan apa yang berhasil aku simpulkan setelah membaca novel ini,
aku kurang mendapat kepuasan dari salah satu tema yang diangkat, yakni tentang
kuliner. Ya, aku tahu bahwa novel ini memang bukan pure novel kuliner. Tapi menurutku tidak ada salahnya apabila
keberadaan tema tersebut dimatangkan dan digali lebih dalam lagi. Seperti yang
sudah aku bilang di atas, ada ketidaksamarataan pembagian porsi ceritanya. Dan
yang aku maksud tersebut adalah mengenai tema kuliner tersebut, kurang banyak
porsi ceritanya. Beberapa ilutrasi tentang makanan atau minuman yang tercantum
di beberapa bagian menurutku juga kurang membantu.
Sebagian besar cerita lebih
terpusat kepada hubungan Gytha dan Wisnu. Aku rasa penulis harus lebih detil
lagi dalam mendeskripsikan tentang makanan atau hidangan apa pun yang ada di
novel ini. Terutama dari segi tampilan, rasa, tekstur, dan bahan apa saja yang
dipakai selama proses pembuatannya. Yang jelas, sebisa mungkin penulis harus
bisa membuat pembaca tergiur dengan makanan tersebut. Begitu pun dengan
tiramisu, tidak begitu banyak dimasukkan menurutku. Adegan yang turut
memasukkan tiramisu ini pun hanya beberapa dan bisa dihitung. Padahal kalau
porsi tiramisu ini dibanyakin lagi, pasti buku ini akan terasa lebih yummy.
Tapi sisi baiknya, keberadaan tiramisu di sini
cukup filosofis. Cukup jelas untuk menjadi cerminan kisah cinta Gytha dan
Wisnu. Selain itu, satu lagi, typo
atau salah penulisan masih aku temukan di buku ini. Tidak banyak dan masih
dalam batas wajar kok. Tapi jika saja buku ini dicetak ulang, aku harap sudah
tidak ada lagi typo yang ikut nempel.
Nah
teman, itu tadi adalah resensi singkat untuk novel il Tiramisu karangan Dy
Lunaly dariku. Jika kamu mencari bacaan dengan kisah cinta yang manis,
diselingi oleh kisah yang menyayat hati, dan ikut mengangkat seputar dunia entertaint juga kuliner, coba baca il
Tiramisu. Aku yakin, kamu akan tergiur oleh ceritanya! Atau, mau yang lebih
lagi? Bisa kok. Caranya, kamu tinggal borong buku-buku ‘Yummy-Lit Series’ dari Bentang Pustaka! Selamat membaca!
Terima kasih!
***
“Nggak
peduli semanis apa pun kisah cinta kita, pasti ada bagian pahitnya. Gitu juga
sebaliknya. Mau sepahit apa pun cinta kita, mau sebanyak apapun cobaannya,
kalau kita nggak pernah nyerah, kita pasti bakal nemuin manisnya. Kayak kisah
kita.”
Hlm.
220
Buku yang menarik. Yang kamu bilang benar Bin, buku dengan tema kuliner harus digali dengan maksimal. Pembaca ingin ketika membaca ikut merasakan makanan itu. Kalau pun ada unsur romance, itu seharusnya hanya 35%-40% saja. Tidak sampai mengaburkan tema kulinernya. Saya haap bisa membaca buku ini di lain kesempatan. :)
BalasHapusOya, Bin, saya kok merasa terganggu dengan penyebutan "romantikisme". Di KBBI tertulisnya "romantisisme".
Recent Post: Wishful Wednesday: Mengenal Nabi Muhammad Lewat Novel
Yup, memang harus seperti itu. Seperti walking after you-nya windry ramadhina, duh bener2 bikin ngiler novel yang satu itu, hehe.
HapusSoal romantikisme, aku sebenarnya dapat kata itu dari guru b.indonesiaku Mas, soal kebakuannya, nanti aku cari di KBBI. Makasih juga untuk koreksinya
Nah lho, itu judul buku belum saya baca juga. Kayaknya PR saya banyak banget ya untuk membaca buku.
HapusIya, Bin, sebaiknya kamu download aja aplikasi KBBI yang bisa dipakai di laptop tanpa diinstal. Lumayan buat cek kata-kata baku. Hehe. :)
Terima kasih rekomendasinya, Mas :))
Hapus