Minggu, 18 September 2016

METAFORA PADMA: Karya Apik Seorang Pujangga Batubara



Judul : Metafora Padma
Penulis : Bernard Batubara
Tahun terbit : 2016
Tebal : 168 hlm
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Kategori : Kumpulan Cerpen
ISBN : 078 – 602 – 03 – 3297 – 0
Bisa dibeli di: bukupedia.com


Blurb:

“KAMU HARUS TAHU, HARUMI SAYANG. PADA ZAMAN KETIKA KEKERASAN BEGITU MUDAH DILAKUKAN, HAL TERBURUK YANG BISA DIMILIKI SESEORANG ADALAH IDENTITAS.”

***

“Bukankah manusia yang baik adalah manusia yang belajar dari sejarah, terutama yang paling penuh luka?”
Perkenalan – Bernard Batubara

“Penyelam andal akan berkelana dari satu laut ke laut lain. Tapi seseorang yang jatuh cinta akan selalu kembali ke laut yang sama.”
Hanya Pantai yang Mengerti – Bernard Batubara


Saat kita mulai memutuskan untuk membaca Metafora Padma, itu sama artinya kita siap untuk ikut tenggelam ke dalam buaian kata-kata manis Bernard Batubara. Seperti yang sudah kita ketahui sebelumnya, seorang pujangga muda ini berhasil memikat perhatian pembaca dari berbagai kalangan dengan kemampuannya dalam merajut kata yang sangat luar biasa. Tiga hal yang selalu membuatku suka dengan tulisan dari Bernard Batubara: cara penyampaian cerita, gaya bahasa, dan pesan yang coba ingin disampaikan. Entah itu di buku kumpulan cerpen Jatuh Cinta Adalah… maupun novel Jika Aku Milikmu. Dua buku tulisannya yang sama-sama sudah aku baca. Namun, jika disuruh memilih dengan buku kumpulan cerpen Bernard Batubara lainnya, yakni Jatuh Cinta Adalah… jujur aku lebih bisa menguasai dan mampu dengan mudah mengambil intisari dari buku yang ini, Metafora Padma. Pemahaman yang bagiku cukup mudah ini dikarenakan tema yang diangkat cukup sederhana, meski di beberapa cerita juga terdapat konflik yang cukup pelik, dan pesan apa yang coba ingin disampaikan pengarang pada setiap cerita, begitu mudah disaring.

Sama halnya dengan apa yang ada di buku Metafora Padma ini, aku kembali membuktikan tiga hal yang tadi telah sempat aku singgung. PERTAMA, Bernard Batubara memiliki cara penyampaian cerita yang tak biasa. Tidak hanya bisa dilihat dari segi diksi atau pemilihan kata yang menakjubkan, melainkan juga dari segi narrator (si pencerita) yang digunakan. Jika dalam kebanyakan buku, penulis memilih menggunakan tokoh utama (manusia) sebagai pencerita, beda halnya dengan Bernard Batubara. Lewat kemahiran yang dimilikinya, Bernard Batubara berhasil menyampaikan cerita bahkan lewat benda tak bernyawa sekali pun. Dalam kumpulan cerpen Metafora Padma ini, kita bisa menemukan hal tersebut pada beberapa bab seperti Perkenalan—yang mana narrator dalam cerita ini merupakan tokoh ‘aku’ yang tak lain adalah sesosok arwah perempuan yang bertutur kisah secara langsung dengan meminjam tubuh salah seorang manusia. Lewat Bab Perkenalan, Bernard Batubara mengusung tema revolusioner yang sangat kental dengan segala bentuk pertumpahan darah di dalamnya. Beberapa cerita serupa juga bisa kita dapatkan di bab lain seperti Demarkasi, Rumah, Obat Generik, Sepenggal Dongeng Bulan Merah dan lain-lain. Tak lepas pula dihiasi oleh beberapa atribut kisah revolusioner lainnya seperti perebuatan kekuasaan, batas wilayah, hingga perang, kerusuhan dan pembunuhan massal.

Kita kembali ke permasalahan sebelumnya, mengenai cara penyampaian cerita yang unik. Hal tersebut juga terdapat pada bab Rumah. Sedikit cerita, bab ini mengisahkan bagaimana cara yang seharusnya seseorang lakukan dalam menyikapi masa lalu, bukan dengan menghindari, juga bukan dengan hidup di dalamnya, tapi adalah berdamai dengannya, dan memperbaiki segala kekacauan yang pernah terjadi di dalamnya. Sama seperti judulnya, bab Rumah diceritakan langsung lewat sudut pandang sebuah rumah yang telah lama merekam memori, entah itu manis atau pun pahit dari para pemiliknya yang datang silih berganti. Hal serupa juga dapat kita temui di bab Solilokui Natalia. Bab yang cukup singkat, sekaligus menjadi cerita terakhir dari kumpulan cerita di buku ini, menjadikan sebuah Alkitab sebagai pencerita. Semua kejadian atau gerak gerik setiap tokoh manusia di sana, disampaikan secara langsung lewat indera dan apa yang dirasakan oleh Alkitab tersebut. Bisa dibilang, aliran surealis sangat berkembang di ketiga cerita tersebut. Pada bab Solilokui Natalia, kisah mengenai kebimbangan hati seorang wanita muslimah, keyakinan, dan unsur religiusnya terkandung kuat sekali. Sama halnya dengan bab Suatu Sore, yang banyak bicara tentang keyakinan. Yah, jika boleh jujur, aku kurang bisa memahami dari apa yang disampaikan oleh cerita tersebut, karena memang hal-hal menyangkut agama dan semacamnya masih terlalu berat bagiku. Tapi yang terpenting, garis besar dari kedua cerita tersebut bisa aku pahami.

KEDUA, gaya bahasa yang digunakan pengarang benar-benar memikat dan tak ayal membuat kita jatuh cinta, atau bahkan ingin membacanya lagi dan lagi. Jika kalian bilang bahwa setiap cerita di buku ini disampaikan secara indah, itu sudah jelas. Namun yang lebih berkesan bagiku adalah cerita yang disampaikan tidak hanya indah, melainkan juga mengandung filosofi yang mendalam. Bernard Batubara membuktikannya pada bab bertajuk Es Krim. Kisah pilu tokoh utamanya, dan kehadiran es krim yang mampu mengubah hidupnya ternyata sama-sama memiliki keterkaitan dan memberi kesan filosofi yang mendalam pada cerita ini. Coba simak satu kutipan berikut:

“Saat Anda pikir dunia tidak bisa lebih buruk lagi, tidak ada satu pun hal tersisa untuk dinikmati, Anda bertemu dengan es krim. Sepahit-pahit dan sesinis-sinisnya seseorang, ia akan takluk oleh rasa manis setangkup es krim. Apa pun rasanya, tidak masalah. Untuk sesaat, Anda bisa merasakan kembali manisnya hidup dan menemukan alasan mengapa Anda dilahirkan. Meskipun, ya, es krim akan habis menyisakan tangkai, gelas, cone. Anggap saja itu kenangan, residu dari momen yang indah. Kabar  baiknya, Anda selalu bisa mengambil satu tangkai es krim lagi, satu gelas lagi, atau satu scoop lagi.”
Es Krim – Bernard Batubara

Cukup panjang memang, tapi itulah satu dari sekian bagian yang memperkuat filosofi es krim pada bab ini. Aku suka dengan kejeniusan penulis yang mampu menyulap cerita sederhana menjadi luar biasa. Terlebih cerita tersebut memiliki kesan filosofis. Selain itu, cerita lain yang tak kalah filosofis juga terdapat pada bab Metafora Padma. Bunga lotus/teratai/padma, menjadi bahasan menarik di cerita ini. Dengan menggunakan tokoh utama yang bernama Padma pula, pengarang mulai menjelaskan tentang filosofi yang luar biasa dari nama Padma tersebut. Sebenarnya ingin sekali menulis satu kutipan pada bab Metafora Padma yang merupakan bagian dari filosofi tersebut dijabarkan, tapi aku rasa cukup satu filosofi di atas saja. I don’t want to spoiler!

KETIGA, setiap cerita memiliki pesan, entah itu tersirat mau pun tersurat yang bersifat membangun. Bernard Batubara berhasil menyampaikan pesan, yang mungkin juga sudah lama menjadi unek-uneknya, kepada pembaca agar kami pun turut belajar akan pesan-pesan tersebut. Satu pesan yang paling berkesan buatku adalah pada Bab Perkenalan. Ya, aku sangat setuju dengan pesan yang disampaikan di situ. Bernard Batubara rupanya telah berhasil pula menjadi aspirasi bagi banyak orang dalam pesan pada bab tersebut. Hentikanlah perang, kerusuhan yang tidak ada hasilnya kecuali darah. Sedikit mengutip kalimat favorit dari Maria, dengan sedikit perubahan tentunya: “Buat apa mereka perang? Tidakkah mereka tahu pada akhirnya semua manusia akan mati?” Isn’t right?

Jika boleh menambahkan, kumpulan cerita buku ini tidak hanya seputar revolusioner, darah, perang, mau pun religi. Namun ada juga beberapa bab yang mengusung unsur romantikisme, atau sesuatu yang manis yang biasa kalian sebut  ‘cinta’. Cerita manis tersebut bisa kalian dapat di beberapa bab seperti Sepenggal Dongeng Bulan Merah, Hanya Pantai yang Mengerti, dan Percakapan Kala Hujan. Yang paling aku suka tentunya adalah Percakapan Kala Hujan. Karena selain mengambil suasana kala hujan sebagai latarnya, juga menyimpan kisah manis bercampur pilu yang begitu menusuk. Ah, aku suka sekali! Bab lain yang aku suka adalah Kanibal. Sebentar, ini tidak tergolong bab yang masuk ke dalam jejeran ‘cerita manis’, dari judulnya saja sudah terlihat bukan? Kanibal adalah bab di buku ini yang sangat mengedepankan unsur mistikisme, menyeramkan, dan penuh darah tentunya. Dengan tokoh utamanya yang mungkin juga bisa disebut kanibal, aku sempat beranggapan bahwa dia mengalami gangguan psikologis yang membuatnya sedemikian rupa. Tapi terlepas dari itu, aku sangat enjoy sekali dengan cerita ini. Sebagai seorang pecinta dark stories, Kanibal sangat tidak membuatku terganggu.

Pembaca semuanya, jika kamu menginginkan satu bacaan yang membangun, filosofis, sedikit menegangkan, dan sangat manis tentunya, maka Metafora Padma karangan Bernard Batubara adalah pilihan yang tepat. Bisa sebagai teman penghibur lara, penyejuk hati, dan peningkat kadar ‘kebaperan’ Anda. Selamat membaca!

Terima kasih!

***

“Kebenaran Tuhan terlalu luas untuk dirangkum oleh satu agama saja. Ada secuil kebenaran di setiap tempat, bahkan di tempat-tempat yang kita kira hanya menampung kekeliruan.”
Solilokui Natalia – Bernard Batubara

6 komentar:

  1. Sebenarnya sempat denger kalau buku ini rada susah dipahami. Tapi setelah baca review ini, kok saya jadi pengen coba baca walaupun aslinya saya kurang suka sama yang namanya kumcer. Hem, kalau sampai saya baca buku Metafora Padma ini, lantaran sebagai variasi bacaan. :) Terima kasih review yang menariknya ya!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Buku ini bagus sekali, Mas. Patut dicoba banget pokoknya. Bernard Batubara bahasanya bagus. Terima kasih kembali :))

      Hapus
  2. Saya juga mereview buku ini, kunjungi blog saya juga yah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya sudah berkunjung ke blog Mas bahkan sebelum Mas komentar di sini, hehe. Kemarin ga sengaja search hastag #metaforapadma dan nemuin link review Mas, langsung dibuka deh. Terima kasih sudah berkunjung :))

      Hapus
  3. Bin, guru Bahasa Indonesiamu pasti senang lihat tulisan ini =)) tell him/her about your writing skill ;)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hwwoooaaaa Bu Niss? Jadi maluuu, hehehe. Salah satu dari mereka alhamdulillah udah ada yang tau Bu Niss. Yang belum tau, biarlah tau dengan sendirinya tanpa aku harus koar-koar, hehe.

      Thankyou, anyway :)

      Hapus