Judul : Misteri Patung Garam
Penulis : Ruwi Meita
Tahun terbit : 2015
Cetakan : Pertama
Tebal : 278 hlm
Penerbit : GagasMedia
Kategori : Novel
ISBN : 979 – 780 – 786 – X |
Blurb:
Dia sangat sadis. Dan, dia masih berkeliaran.
Seorang pianis ditemukan mati,
terduduk di depan pianonya, dengan bibir terjahit.
Bola matanya dirusak, meninggalkan lubang hitam yang amat mengerikan.
Rambut palsu merah panjang menutupi kepalanya.
Sementara, otak dan organ-organ tubuhnya telah dikeluarkan secara paksa.
Kulitnya memucat seputih garam.
Bukan, bukan seputih garam.
Tapi, seluruh tubuh sang pianis itu benar-benar dilumuri adonan garam.
Seorang pianis ditemukan mati,
terduduk di depan pianonya, dengan bibir terjahit.
Bola matanya dirusak, meninggalkan lubang hitam yang amat mengerikan.
Rambut palsu merah panjang menutupi kepalanya.
Sementara, otak dan organ-organ tubuhnya telah dikeluarkan secara paksa.
Kulitnya memucat seputih garam.
Bukan, bukan seputih garam.
Tapi, seluruh tubuh sang pianis itu benar-benar dilumuri adonan garam.
Kiri Lamari, penyidik kasus ini,
terus-menerus dihantui lubang hitam mata sang pianis.
Mata yang seakan meminta pertolongan sambil terus bertanya,
kenapa aku mati?
Mata yang mengingatkan Kiri Lamari akan mata ibunya. Yang juga ia temukan tak bernyawa puluhan tahun lalu.
Garam? Kenapa garam?
Kiri Lamari belum menemukan jawabannya.
Sementara mayat tanpa organ yang dilumuri garam telah ditemukan kembali….
Dia sangat sadis. Dan, dia masih berkeliaran.
***
Hari
itu, Kota Surabaya digegerkan dengan penemuan seorang mayat wanita dalam
keadaan yang tidak lazim. Wina, nama perempuan malang tersebut, adalah seorang
pianis ternama. Namun sayangnya, popularitasnya tersebut harus rela terenggut
oleh kekejaman seseorang yang telah menghabisi nyawanya. Pelaku itu, membunuh
Wina dengan cara yang tidak lazim. Wina, terduduk di depan pianonya, dengan
mulut dan mata terjahit, serta seluruh organ tubuhnya dikeluarkan secara paksa.
Rambut palsu berwarna merah juga sengaja dikenakan oleh pelaku pada kepala
perempuan itu. Anehnya lagi, tubuh Wina dibalut dengan adonan garam dan sudah
mengeras. Dan, jangan lupakan satu hal ini, pelaku tersebut meninggalkan jejak
menyerupai sebuah simbol yang dibuat dari taburan garam.
Beberapa
hari setelahnya, pembunuhan kembali terjadi di kota tersebut. Korbannya kali
ini adalah seorang pelukis. Organ dalamnya dikeluarkan secara paksa dan
tubuhnya penuh dengan adonan garam. Motif yang sama seperti kasus Wina, karena
tim forensik juga menemukan simbol yang sama dengan yang ada di rumah Wina.
Sebuah simbol tak terbaca yang terlukis dari taburan garam.
Tidak
hanya berhenti di situ, kasus pembunuhan serupa kembali terjadi. Kali ini bukan
di Surabaya, tapi Yogyakarta. Korbannya adalah seorang juru masak. Aneh, kasus
pembunuhan di Jogja tersebut memiliki motif dan cara yang sama dengan dua kasus
sebelumnya yang ada di Surabaya. Akankah pelakunya adalah orang yang sama, yang
sengaja mencari korban di banyak tempat?
Kiri
Lamari, sang penyelidik kasus ini, berusaha mati-matian untuk menemukan sosok
di balik monster garam tersebut. Bersama tim forensik, Kenes, dan juga Ireng,
kita akan diajak untuk menganalisa kejadian demi kejadian, menenemukan petunjuk
yang penuh teka-teki, menyusun setiap detil kronologi kejadian, hingga
akhirnya, kita akan turut diajak untuk melihat secara langsung, seperti apa
kekejaman Sang Monster Garam tersebut….
***
“Garam adalah jiwa. Dia ada
dalam darahmu.”
Hlm. 89
Semenjak
membaca dua bukunya, Kamera Pengisap Jiwa dan Days of Terror, aku semakin
dibuat suka dengan tulisan dari Mba Ruwi Meita. Karena memang sangat khas, pas,
dan bikin was-was, bagi kita yang membacanya. Berangkat dari dua buku tersebut,
aku mencoba untuk memberanikan diri membaca Misteri Patung Garam.
Misteri
Patung Garam, merupakan sebuah novel thriller-detektif lokal, yang hebatnya,
memiliki kualitas cerita yang sangat baik. Bahkan, menurutku, buku ini bisa
memiliki nama sendiri, di tengah maraknya novel-novel roman di pasaran, tanpa perlu
‘batu loncatan’ apa pun sebenarnya. Karena kunci utama novel ini ada di
ceritanya yang berkualitas. Hebat bukan, di saat novel roman sedang banyak
digandrungi, Ruwi Meita justru hadir dengan sebuah cerita yang sangat
berbeda—yang umumnya paling sering dijauhi banyak orang—yang anehnya, mampu
mendulang kesuksesan tidak terduga. Popularitas novel ini juga marak sekali di
Goodreads, jika kalian memiliki akun Goodreads, maka silakanlah mengintip
review-review dari pembaca untuk novel ini, maka bisa dipastikan kalian akan
merasa tertarik juga untuk membacanya. Kesuksesan novel ini tidak hanya berhenti
di situ. Tahun lalu, Misteri Patung Garam berhasil dialihbahasakan ke dalam
bahasa Melayu dan beredar di Negara Malaysia. Tentu ini sangat melebihi
indikator kesuksesan sebuah novel untuk ukuran novel Indonesia.
GARAM adalah novel Misteri Patung Garam yang dialihbahasakan ke Bahasa Melayu (Malaysia) SUMBER: DI SINI |
Novel ini dibuka dengan prolog yang menurutku memiliki tipe yang sama dengan Days of Teror. Menggambarkan terlebih dulu seperti apa ‘perkara’ yang menjadi konflik utamanya—tanpa diketahui asal mulanya—baru setelah itu, saat masuk bab pertama, cerita akan terlempar ke bagian awal (sebelum konflik utama) dan berjalan secara runut sesuai dengan kronologi ceritanya. Lebih jelasnya, memiliki urutan yakni, akibat-sebab, bukan sebab-akibat. Jadi memang terasa alurnya seperti mundur. Namun inilah yang aku suka. Karena dengan penulis membocorkan terlebih dahulu ‘perkara utamanya’ tersebut, setelahnya kita jadi dibuat penasaran, kira-kira peristiwa seperti apa yang melatarbelakangi itu semua.
Aku,
yang pada umumnya adalah penggemar (berat) jenis cerita seperti ini, tentu
merasa sangat terpuaskan. Baik, aku akan bercerita tentang apa saja yang aku
sukai dari buku ini. Pertama, kasus yang disajikan dalam Misteri Patung Garam
bukanlah kasus biasa. Dengan menggunakan media garam pada setiap kasus
pembunuhan, tentu ini adalah perkara yang sangat menarik untuk diselidiki. Di
sini, pembaca akan dibuat menerka-nerka, kira-kira hal apa yang mendasari
pembunuhnya menggunakan garam dalam ‘menyempurnakan’ ekseskusi pembunuhannya?
Selain itu, garam yang dihadirkan oleh penulis dalam novelnya ini tidak hanya
sebagai benang merah dari setiap kasus pembunuhannya, tapi juga sebagai penambah
sisi informatif dalam buku ini. Seperti halnya tentang sifat garam yang mudah
meleleh pada suhu lembab, kepercayaan-kepercayaan kuno tentang garam, dan
lain-lain.
Sebuah
novel detektif, pastilah akan membuat pembaca menciptakan bermacam spekulasi
terhadap kasus yang sedang terjadi. Mulai dari siapa pembunuhnya, latar
belakang kehidupan si pembunuh, sampai kenapa ia menggunakan motif-motif aneh
seperti itu. Di pertengahan novel, penulis sudah menggiring spekulasi pembaca
untuk masuk ke dalam jebakannya. Yakni tentang siapa jati diri si pembunuh
tersebut—yang biasa disebut Salty. Dari situ, dari setiap detil
kejadian yang terjadi, pembaca sudah cukup bisa menyimpulkan tentang siapa
sosok orang yang bersembunyi di balik topeng tersebut. Karena memang mudah
sekali untuk menebaknya, hanya saja penulis tidak menyebutkan si ‘dia’ sebagai
pembunuhnya secara langsung.
Menuju
akhir, dengan berbekal spekulasi bahwa si ‘dia’ adalah pembunuhnya, sebuah
twist tiba-tiba hadir. Dan sayang sekali, aku tidak bisa membocorkan kepada
kalian tentang apa twist tersebut. Yang jelas, saat twist tersebut muncul ke
permukaan, semua yang sudah terjadi sebelumnya jadi terasa lebih logis, tanpa
ada sedikit pun logika yang lepas, itu menurutku. Selain itu, karena twist
‘sialan’ tersebut juga, kita dengan sendirinya akan mem-previous memori kita ke kejadian-kejadian sebelumnya, dan
melihatnya lagi dengan sudut pandang yang baru. Dan, wow, sangat masuk akal
sekali! Aku jadi tersanjung bisa jadi salah satu pembaca yang juga berhasil
memecahkan kasus terumit ini. Eit, tapi, ini tidak lepas juga dari peran polisi
hebat kita, Kiri Lamari.
Jika
boleh jujur, aku sangat menyukai sosok Kiri Lamari. Bukan dari fisiknya—karena
jika begitu, maka ini akan terasa aneh sekali, terutama pada diriku—melainkan
lebih kepada cara kerja dan berpikirnya yang brilian sekali. Dia cekatan dan
pandai untuk membaca hal-hal yang mungkin bagi kebanyakan orang sangat tak kasat
mata. Menurutku, dengan kemampuan dia yang seperti itu, sangat tidak pantas
jika dia tergolong ‘anggota baru’ dalam kepolisian. Dia sudah sangat terlatih
juga professional. Dan, kasus segitiga biru yang pernah dipecahkannya adalah
satu dari banyak kejadian yang mendukung hal tersebut.
Kemudian,
selain sangat bisa membangun suasana tegang lewat setiap kejadiannya, Misteri
Patung Garam juga diselingi dengan sedikit jokes
yang hadir lewat tokoh bocah dekil hitam bernama Ireng. Bisa dibilang, hampir
semua scene yang melibatkan dia,
sangat berhasil membuatku tertawa. Bagusnya lagi, tidak ada bagian-bagian yang
garing yang bikin aku nyengir karena aneh. Dan sepertinya tokoh Ireng ini
memang sengaja diciptakan penulis untuk mencairkan suasananya, agar tidak
sepenuhnya tegang dan serius. Logat dan cara bicaranya yang Suroboyo banget,
merupakan sebuah cerminan langsung terhadap realita yang banyak kita temukan di
Jawa Timur, terutama Surabaya. Hal lain yang menonjol dari buku ini adalah
Inspektur Saut yang khas dengan umpatan kebanggaannya; Kampret rebus! Memang
terasa asing dan aneh sekali, tapi it’s ok-lah, setiap orang punya cara sendiri
untuk mengekspresikan kekesalan mereka. Dan ‘kampret rebus’ adalah sebuah
pemakluman bagiku.
Jujur,
novel ini sangat mengundang rasa ketertarikanku untuk kembali menyelidiki
kasus-kasus menarik lain bersama Kiri Lamari. So, saat mendengar bahwa tahun
ini penulis akan menerbitkan sekuel Misteri Patung Garam, aku sangat excited sekali. Untuk Mba Ruwi Meita,
ditunggu sekali. Dan terima kasih karena sudah membuatku yakin bahwa genre
thriller/misteri, dsb adalah genre yang sangat patut untuk dibaca selain
romance. Terima kasih juga sudah membuatku jatuh cinta pada setiap tulisanmu!
Terima
kasih!
***
“Seorang monster memang lebih
berumur panjang dari malaikat. Monster lebih tahu cara mempertahankan hidup,
meski sudah dibinasakan berkali-kali.”
Hlm. 260
Kalau baca dari review ini plotnya seperti pola Dan Brown, ya? Konflik utama dengan banyak misteri, baru ke awal cerita. Thank sudah mereview novel ini, bisa jadi alternatif cerita detektif selain Sherlock Holmes atau genre thrillernya Dan Brown. Dan Bangga karena penulisnya orang Indonesia. Saya sudah jarang membaca novel yang memberi sensasi 'rela memberikan seluruh hidup untuk tahu endingnya'. Semoga buku ini bisa =)
BalasHapusWah saya belum baca buku-buku Dan Brown nih, jadi tidak tahu hehe. Tapi intinya ya memang gitu sih, memberi kilasan konflik utamanya dulu baru ke bagian awal. Ya, jika ingin baca novel thriller/misteri/horor, saya sangat merekomendasikan buku-buku Ruwi Meita, bagus dan enak dibaca. Terutama Misteri Patung Garam ini. Barangkali Kakak mau coba baca, hehe. Dan jangan lupa, kemungkinan akan ada sekuel untuk novel ini. Saya sangat menunggu untuk itu! Terima kasih sudah berkunjung
Hapus