Aloha!
Kembali
lagi denganku di Guest Post: BBI Share the Love 2017 di Ach’s
Book Forum. Wow! Ehm, sekali lagi, kuucapkan terima kasih pada
Bintang yang telah mengizinkanku cuap-cuap di sini. Hehe. Ehm, waktu awal
aku ngobrol sama Bintang, sebenernya aku udah punya rencana mau nulis apa
untuk guest post. Sayangnya, kok aku jadi bingung sendiri mau
nulisnya gimana. Nah, entah karena aku selesai membaca beberapa bahan
kuliah—dan aku senang karena aku paham materinya xD—aku ingin sedikit berbagi
tentang opiniku mengenai fiksi sejarah Indonesia.What?! Sejarah?
Nggak salah nih? Enggak. Kalian nggak salah baca. Aku memang bakal membahas
salah satu genre—yang kuklaim—favoritku. Oke, deh, Tanpa perlu berbasa-basi,
mari kita bahas mengenai genre yang dianggap berat ini.
-Fiksi Sejarah: Selayang Pandang-
Mendengar kata sejarah, apalagi bagi anak sekolahan, pasti
pada mengaduh ria. “Sejarah kan masa lalu. Ngapain dipelajarin?” Ohoho.
Maafkan Bintang, akan kubantah pernyataanmu tersebut. Haha xD. Sejarah penting
dipelajari karena kita ini, sebagai bagian dari masyarakat, merupakan
hasil dari sejarah. Sejarah kehidupan kita di masa lampau—apapun
bentuknya—akan mempengaruhi dan membentuk siapa kita sekarang. Selain
itu, sejarah itu merupakan konstruksi yang dibuat oleh masyarakat.
Jadi, akan sangat banyak kontroversi yang melingkupinya. Nggak percaya? Coba
aku tanya, bagaimanakah bentuk dari supersemar? Ada yang tahu?
Aku pun juga nggak tahu, karena sejarah mengenai surat perintah ini seolah-olah
ditutupi. Ditutupi oleh siapa? Tentunya, oleh yang memenangkan sejarah, yakni
pemerintahan yang berkuasa.
*Baca juga dari
saya di blog Prayrahayu’s Book di sini*
Kesimpang-siuran dari suatu sejarah, atau
saking pentingnya sejarah, membuat seorang penulis biasanya terketuk menuliskannya.
Hal inilah yang kurang-lebih memunculkan genre fiksi sejarah. Secara
sederhana, fiksi sejarah dapat diartikan sebagai karya fiksi yang
mengambil latar di masa lalu dengan karakter yang diciptakan oleh penulisnya. Latar
ini menjadi penting karena penulis harus melakukan riset yang mendalam karena
berhubungan dengan suatu hal yang benar-benar terjadi. Kalian bisa bayangin kan
gimana ribetnya menulis fiksi sejarah? Latar yang berada di masa lalu harus
bisa digambarkan dengan baik oleh si penulis. Melenceng sedikit saja dari
sejarah yang nyata, maka penulis tersebut akan dikritik habis-habisan.
-Aku dan Fiksi Sejarah-
Sebenarnya, kalau aku menganggap diriku sebagai pecinta fiksi
sejarah, kok ya agak naïf. Nyatanya aku masih sedikit kok membaca novel bergenre
ini. Akan tetapi, ada salah satu novel fiksi sejarah favoritku sampai saat ini,
apa lagi kalau bukan Pulang karya Leila S.
Chudori. Sejak aku mengetahui bagaimana sejarah ’65 diobrak-abrik
sedemikian rupa oleh sang penguasa, aku jadi mendapatkan beberapa pandangan
lain setelah membaca Pulang. Iya, sih. Aku tahu kalau nggak semua hal dalam
novel itu bisa benar-benar terjadi, tapi nyatanya, aku merasa mendapat tambahan
pengetahuan mengenai sejarah Indonesia melalui Pulang.
Oh, ya.
Sekadar intermezzo. Jadi, di liburan kemarin aku mengikuti
semacam kursus bahasa Inggris. Di kursus tersebut, aku bertemu dengan seorang
tutor, yang menurutku keren banget. Namanya Miss Nadia. Dia mengajar
materi speaking di kelasku. Yang kusuka dari tutorku ini, dia
mengajarkan materi speaking bersamaan dengan pelajaran
lainnya. Sempat kami diberikan tugas untuk berdiskusi mengenai budaya, geografi
suatu negara, mitos, hingga stereotipe. Pada saat ujian berlangsung, setiap
murid diwawancara secara personal oleh Miss Nadia. Saat tiba giliranku, Miss
Nadia bertanya buku favoritku itu apa. Out of the blue, aku
menyebut Pulang. And surprisingly,ternyata Miss Nadia ini temennya
Leila S. Chudori. Bahkan, dia membawakan puisi pada saat Ubud Writer
Festival. Wow! Keren banget. Sebelum selesai wawancara, Miss Nadia
menyarankan aku untuk membaca Tetralogi Pulau Buru karya Pramoedya Ananta
Toer *tenang, Miss. Tetralogi Pulau Buru sudah menjadi wishlistku
sejak lama. Setelah percakapan singkatku dengan Miss Nadia, aku
semakin yakin kalau banyak hal yang bisa kudapat dari membaca fiksi sejarah.
Pada intinya, sekarang ini aku sedang
mencoba untuk mendalami lebih jauh mengenai fiksi sejarah. Maksudku, genre ini
menjadi sangat menarik untuk dibaca selain genre roman dan juga fantasi. *Thanks
God! I am an omnireader. Hoho. Mencoba genre baru bukanlah hal yang
sulit untuk kulakukan.
-Fiksi Sejarah Indonesia dalam Opiniku-
Mendengar akan fiksi sejarah Indonesia, maka yang pasti
terpikirkan adalah nama Pramoedya Ananta Toer. Tidak heran apabila
nama Pram pasti terngiang dalam pikiran kita. Sebagai salah satu penulis yang
cukup produktif, Pram telah melahirkan berbagai macam bentuk karya sastra.
Karya-karya Pram dipandang kontroversial karena pernah dilarang oleh
pemerintahan Sukarno dan rezim orde baru. Pembahasan mengenai apa-apa yang
terjadi di Pulau Buru lah yang mengilhami cerita ini.
Sehingga, kebanyakan latar yang sering
digunakan dalam fiksi sejarah Indonesia, sejauh yang aku tahu, adalah pada
zaman pergerakan Indonesia. Zaman saat Indonesia masih tertatih-tatih dalam
mencapai kemerdekaan. Zaman saat para penjajah masih ada di Indonesia. Zaman
saat Indonesia masih mencoba menemukan nation-nya.
Kemudian, salah satu peristiwa yang
menyimpan banyak memiliki kontroversi adalah peristiwa tahun ’65. Sebagai
masa transisi antara pemerintahan orde lama dengan orde baru, tahun ’65
mengandung banyak intrik. Setiap celah yang ada biasanya dimanfaatkan oleh
seorag penulis untuk menghasilkan suatu karya. And, it would be really
amazing. Hoho.
Mungkin, masih banyak peristiwa-peristiwa
yang dituliskan dan menjadi suatu karya. Dan tentunya, aku masih belum bisa
merangkum semuanya. Kalau aku ditanya mengapa aku berani menyukai genre ini, ya
mungkin karena aku ingin belajar dari sejarah. Bukankah belajar dari sejarah
menjadi hal yang sangat baik untuk kehidupan kita ke depannya?
Baiklah, demikian sesi guest
post dariku yang jatuhnya kayak ceramah. By the way, ini
sekadar opiniku. Bisa banget ada yang memiliki pendapat berbeda. Hoho. Terima
kasih, Bintang atas kesempatan cuap-cuapnya. Semoga obrolan-obrolan yang
kita lakukan tidak berhenti di event ini. *tolong diingat.
Kalo udah jadi booktuber, tolong endorse sayah
di channel situ. Hehe. Terima kasih pada para pembaca yang
sudah meluangkan waktunya untuk membaca opini penting tapi nggak
penting saya yang panjangnya kayak kereta api. Hihi.
Sampai
jumpa di lain kesempatan, Bintang dan para pembaca di Ach’s Book Forum. Saya
undur diri dulu yah ke blog saya sendiri. Lol. Au revoir!
***
Nah guys, dengan tayangnya Guest Post dari Kak Puji Rahayu ini,
maka berakhir sudah rangkaian event BBI Share The Love di blog kami. Untuk itu,
aku oribadi ingin berterima kasih kepada Kakak-kakak divisi Event yang sudah
menyelenggarakan event dengan penuh keasyikan seperti ini, sering-sering ya
Kakak, hehe.
Untuk
partner terbaik, Kak Puji P. Rahayu, terima kasih juga untuk segalanya (woh,
segalanya? Apa aja itu? Wkwkwk) Ada lah pokoknya, terutama untuk hadiah
bukunya. Sukaakkk bangeett, semoga bisa bareng lagi di lain kesempatan ya!
See u semuanya!
Salam
hangat nan penuh cinta dari kami, Bloger Buku Indonesia!
Hoho. Ditunggu kolaborasinya nanti. *loh? Siapa yang mau kolaborasi? Haha.
BalasHapusSama-sama, Bintang
Makasih juga sudah jadi partner yang kece buat event ini. Nice to know you!
Nice to know you, too Kak. Waahh ayok kapan2 kita galakkan kolaborasi lagi biar makin melejit, hehehe
Hapus