Blurb:
Lou Clark
tahu banyak hal. Dia tahu berapa langkah jarak antara halte bus dan rumahnya.
Dia tahu dia suka sekali bekerja di kedai kopi The Buttered Bun, dan dia tahu
mungkin dia tidak begitu mencintai pacarnya, Patrick.
Tetapi
Lou tidak tahu bahwa dia akan kehilangan pekerjaannya, dan peristiwa apa saja
yang akan menyusul kemudian.
Setelah
mengalami kecelakaan, Will Traynor tahu dia sudah tidak berminat lagi untuk
melanjutkan hidupnya. Dunianya kini menyusut dan tak ada lagi suka cita. Dan
dia tahu betul,bagaimana mesti menghentikannya.
Namun
Will tidak tahu bahwa sebentar lagi Lou akan masuk ke dunianya dengan membawa
warna-warni ceria. Mereka berdua sama-sama tidak menyadari, betapa mereka akan
membawa perubahan besar ke dalam kehidupan satu sama lain.
***
-
SINOPSIS:
Louisa Clark baru saja berhenti
dari pekerjaannya di The Buttered Bund—sebuah kafe milik sahabatnya, Frank.
Keadaan yang sangat mendesak saat itu, membuat Frank harus bertolak ke negara
asalnya dan menutup kafenya tersebut. Hidup Lou menjadi tidak terurus seteah
itu, terutama dari segi finansial. Namun, karena ia adalah satu-satunya orang
di keluarganya yang harus bekerja dan menjamin kondisi keuangan—Ayah Lou baru
saja diberhentikan dari pekerjaannya, dan Ibu Lou hanya sebagai Ibu Rumah
Tangga—maka Lou harus memutar otak untuk mendapat pekerjaan baru. Terlebih saat
adiknya, Treena, mengalami insiden hamil di luar nikah dan harus mengurus
seorang anak.
Lewat
Syed, Lou meminta untuk dicarikan pekerjaan baru. Tidak menunggu waktu lama
bagi Lou untuk mendapat tawaran. Ia akan dipekerjakan sebagai seorang perawat
untuk seseorang yang sedang menderita quadriplegia.
Awalnya Lou tidak cukup yakin untuk mengambil tawaran ini, karena yang
terlintas di pikirannya adalah saat ia membersihkan bokong si pasien dan
mengurus segala keperluan yang jauh dari kepiawaiannya.
Namun
Mrs Traynor—orang yang menawari Lou, sekaligus Ibu dari pemuda penderita
quadriplegia—memastikan jika itu semua tidak akan terjadi, karena dia akan
ditemani oleh seorang perawat pribadi harian yang sudah lama bekerja di sana. Pertemuan
Lou dengan William Traynor tidak cukup baik. Kalau saja Lou tahu jika calon
pasien yang bakal diurusnya akan semenyebalkan ini, tentu dia akan menolak
mentah tawaran itu. Namun, apa yang bisa diperbuatnya? Dia dan keluarganya
sedang dalam kondisi finansial yang buruk.
Enam
bulan kontrak yang ditawarkan Mrs Traynor untuk Lou. Dalam jangka waktu
tersebut, Lou tidak yakin ia bisa merawat Will dengan tanpa perasaan kesal.
Laki-laki itu, meski hanya bisa duduk di kursi roda dan berbaring di kasur,
rupanya sangat menyebalkan setiap saat. Terlebih saat kondisi tubuhnya sangat
tidak bisa diprediksikan, kadang membaik, bahkan memburuk. Dan dalam jangka
waktu enam bulan tersebut, ada satu hal yang Lou sesali. Adalah saat ia
menguping pembicaraan antara Mrs Traynor dan Georgina—adik Will. Tidak butuh
waktu lama bagi Lou untuk mencerna setiap perkataan mereka. Dan setelahnya, Lou
benar-benar merasa marah sekaligus menyesal kenapa ia bisa terlibat dengan
semua itu.
Sebenarnya,
rencana besar apa yang tengah dipersiapkan oleh keluarga Traynor? Apakah ini
menyangkut kelangsungan hidup Will? Dan kenapa, Louisa Clark menyebut dirinya
terlibat dengan semua itu?
- REVIEW:
ME BEFORE YOU menjadi buku
ketiga yang saya dan Kak Nisa Rahmah baca sekaligus review dalam rubrik bulanan
kami, Book Anatomy (BOOM)
*selengkapnya tentang BOOM bisa
dibaca DI SINI*. Sebenarnya
buku ini sudah kami jadwalkan untuk dibaca dan di-review bulan lalu, namun
karena kesibukan kami, jadi kami terpaksa untuk memundurkan jadwalnya di bulan
keempat ini. ME BEFORE YOU, bercerita tentang seorang pemuda yang harus
menjalani hidupnya di atas kursi roda karena kecelakaan, novel karangan Jojo
Moyes ini banyak mengajarkan nilai kehidupan yang sangat berarti.
Pada bab-bab awal, cerita
disuguhkan dengan cara yang mengasyikkan. Diawali oleh sebuah prolog yang
menyajikan peristiwa saat Will Traynor mengalami kecelakaan hingga akhirnya
harus menderita penyakit yang disebut quadriplegia. Kemudian, masuk pada bab 1,
pembaca akan dibawa menyelami kehidupan tokoh utamanya—Louisa Clark—yang sedang
dalam masa-masa sulit. Namun uniknya, saya merasa bahwa penulis di sini lebih senang
untuk bermain asyik dalam menceritakannya. Seperti misal, lewat dialog antar
tokoh, pembaca dikenalkan dengan Lou tentang karakternya yang cuek, rada
ngawur, dan mungkin juga terlalu asal bicara. Sehingga tak segan-segannya ia
bertanya apakah dirinya akan dipekerjakan untuk mengelap bokong orang.
*Baca
juga BOOM: ‘Me Before You’ di blog Nisa Rahmah*
Selain
itu, ada pula beberapa adegan yang melibatkan Lou, yang dikemas secara humor.
Seperti saat Lou sedang melakukan interview kerja, tapi harus menanggung malu
karena tiba-tiba rok yang dipakainya sobek sampai ke paha. Kesan yang saya
dapatkan memang cukup seru. Langkah ini sangat tepat sekali apabila penulis
ingin tetap membuat pembacanya nyaman dan terus membaca halaman demi halaman,
tanpa merasakan kebosanan. Terlebih novel ini sangat tebal. Jadi, yang namanya
bosan memang sangat rentan sekali terjadi.
Dari
segi terjemahan bahasa, novel ini dikemas dengan sangat baik. Bahasa yang
dipakai tidak membingungkan dan sangat mudah dicerna. Saya yang pada dasarnya
selalu was-was dalam membaca karya terjemahan, namun di Me Before You ini saya
justru merasakan hal yang sebaliknya. Bukan tipe bacaan yang berat dari segi
konten, tapi secara fisik, buku ini berat. Benar, kan? Enam ratus halaman loh!
Selain itu, saya ingin memberi saran untuk penggunaan kata sapaan seperti ‘kau,
kamu’ yang ada di novel ini. Memang rasanya wajar, namun saya merasa aneh saja
saat kata-kata seperti ‘kau, kamu’ ini digunakan untuk berbicara dengan orang
tua/orang yang lebih dewasa. Mungkin setidaknya bisa diperhalus lagi, seperti
misal menyebut nama atau memanggil dengan sebutan yang pantas. Bagi kita orang
Timur, kata seperti itu cenderung kurang sopan, apabila digunakan kepada orang
yang berusia jauh di atas kita. Dalam novel ini sendiri, yang mewakili adegan
tersebut adalah ketika Georgina—adik Will—berbicara kepada Ibunya, Camilla
Traynor.
Seperti
yang sudah saya bilang di atas, novel ini banyak mengajarkan tentang nilai
kehidupan. Seketika saya menyimpulkan bahwa, 600 halaman novel ini, meski pada
pertengahan sempat membuat saya bosan karena tidak cepat selesai—mungkin ini
disebabkan karena kecepatan membaca saya akhir-akhir ini cukup lambat—namun
secara keseluruhan isi novel ini sungguh tidak sia-sia. Dalam arti, porsi
ceritanya tidak terkesan dilebih-lebihkan atau ditambah-tambahi. Justru saya
merasa bahwa ini pas. Dari kisah hidup Lou, kita bisa belajar banyak hal, seperti
sikap ambisiusnya yang tinggi, sikap tabah, tulus dan rela menolong, serta
banyaknya pengorbanan yang ia lakukan terhadap keluarganya, dan Will. Dalam
realita, saya jarang menjumpai perempuan seperti Lou. Namun saya yakin,
perempuan seperti Lou bukanlah fiktif. Banyak sekali Lou Lou lain di luar sana,
percayalah.
Dari
kehidupan Will sendiri, saya pribadi turut belajar banyak hal. Saat kehidupan
kita sudah tak berarti, dan Semesta tidak memungkinan kita untuk melakukan
banyak hal yang kita sukai, janganlah secara cepat putus asa. Karena, jauh dari
kehidupan indah kita yang terbuang, masih banya sekali orang-orang tersayang
yang setia menemani kita. Namun dalam hidup Will, meski hal-hal seperti tadi
tak bisa sedikit pun memotivasinya agar tetap hidup, tapi kisah di balik itulah
yang menjadi pelajaran penting. Tentang orang –orang yang selalu ada
bersamanya. Tentang perjuangan hidupnya yang tidak mudah. Dan, tentang sikap
mengahargai keputusan yang terkadang harus mengorbankan perasaan. Novel ini
memang menorehkan kisah yang sangat mendalam bagi saya. Saya salut dengan Lou
karena perjuangan yang ia lakukan terhadap Will terasa begitu tulus, meski
pertemuan mereka bukanlah pertemuan yang berlangsung dalam waktu lama.
Louisa Clark dan Willian Traynor dalam film 'Me Before You' |
Chemistry yang terjalin antara
Will dan Lou pun terasa sangat mengalir, tanpa disadari, dan berjalan dengan
sangat manis. Keduanya sama-sama memiliki motivasi untuk saling mengubah diri
satu sama lain, hingga pada akhirnya kebersamaan mereka membuatnya terjerat
dalam ikatan yang lebih erat. Akhir cerita ini memang tidak seperti yang saya
harapkan, namun saya cukup lega karena sepanjang 600 halaman novel ini, sikap
penerimaan dan perubahan itu benar-benar terjadi dengan cara yang sangat
indah—dan mungkin juga membuat kita terpaksa menitikkan air mata. Entah itu air
mata kebahagiaan, atau mungkin juga air mata kesedihan.
***
REVIEW
#3 Dalam Rangkaian
Project BOOM [Book
Anatomy] oleh Bintang @ Ach’s Book Forum dan Nisa @ Resensi Buku Nisa
Kalian juga ikutan BOOM bulan ini dan sudah baca
buku yang kita tentukan? Kalau sudah, ayo bikin review-nya dan silakan setor
link review kamu di blog kak Nisa Rahmah DI SINI
Ketentuannya bisa kalian lihat DI SINI
***
SUDAH SIAP UNTUK #BOOM BULAN DEPAN?
Dan ini dia buku yang akan kita bahas di BOOM bulan
Mei nanti. Pasti kalian bertanya-tanya, kenapa sih kita sengaja pilih 3 buku
untuk bulan ini? Ya, pertama, karena memang buku ini berupa seri, jadi kalau
dibaca dalam waktu yang berdekatan pasti ceritanya akan lebih nyambung. Kedua, sebagai
ganti kita bulan Maret lalu, yang sengaja absen BOOM, jadi kita langsung pilih
3 buku yang berupa seri untuk bulan ini.
Nah, kalau kalian punya dan sedang ingin membaca Seri Bumi sama
seperti kami, yuk siapin bukunya. Kita baca mulai sekarang, dan kami tunggu
review-nya sampai akhir bulan nanti! Kita kupas ‘Bumi, Bulan, dan Matahari’
bersama-sama! See u!
Senangnya bisa ikut bareng kita hehe, semangat juga kk Put!
BalasHapusBuku ini cukup membekas untukku. Penasaran Bintang nangis bombay nggak ya saat baca buku ini? hehehe. Say yes untuk buku-buku tebal >500 hlm :D
BalasHapus