Judul : The Lady in Red
Penulis : Arleen A
Tahun terbit : 2016
Tebal : 360 hlm
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Kategori : Novel
ISBN : 978-602-032-712-9
|
Betty …
Sebenarnya tidak ingin bersekolah di private school yang mahal itu
bersekolah di sana hanya karena mendapatkan beasiswa
tidak tahu bahwa itu akan mengubah hidupnya
Robert …
Sebenarnya tidak suka bersekolah di private school yang mahal itu
bersekolah di sana hanya karena disuruh orang tuanya
tahu bahwa itu memang jalannya ketika ia melihat Betty
*
Rhonda …
Tahu ia gemuk
tidak tahu bahwa ia menyukai Greg
tidak tahu bahwa Greg menyukainya juga
Greg …
Tahu ia hanya seorang pekerja di peternakan milik keluarga Rhonda
tidak tahu apakah ia berhak menganggap tempat itu rumah
tidak tahu apakah ia berhak menyukai Rhonda
*
Tapi sejauh apa pun dirimu pergi,
Sejauh apa pun perasaanmu menjauh,
Selalu akan ada tempat yang menarikmu pulang,
Selalu akan ada hati yang menarikmu kembali.
***
“Tapi
terkadang di dalam diam, ada lebih banyak yang kau dengarkan dank au mengerti,
terutama bila kedua orang yang sedang diam itu mengetahui bahwa dengan dirinya
berada di sana saja, itu sudah cukup bagi yang satunya.”
Hlm.
53
Jujur,
sebenarnya aku bingung ingin menulis review buku ini dengan cara yang
bagaimana. Ada banyak yang bisa diulas, diceritakan, tapi sepertinya itu
berpotensi spoiler. Jadi, yang aku perlukan di sini adalah cara bagaimana aku
bisa me-review buku ini dengan lengkap tanpa menghadirkan spoiler sedikit pun.
Baik, akan aku coba.
Saat
mengetahui penulis membuka lowongan 15 first reader untuk buku ini, aku pun
tanpa menunggu lama langsung mendaftarkan diri. Tapi rupanya keberuntungan
tidak berpihak kepadaku. Berawal dari situ, rupanya The Lady In Red cukup menarik perhatianku. Terutama dari
sinopsis atau blurb-nya. Aku dibuat bertanya-tanya, ada keterkaitan apa antara
Betty-Robert dengan Rhonda-Greg? Ok, mari kita ulas satu persatu.
Cerita
di buku ini terbagi menjadi 3 bagian (4 sekaligus interlude yang turut
diselingkan oleh penulis di beberapa rentang bab). Bagian pertama berkisah
tentang kehidupan Betty Liu dan Robert dengan latar peternakan sapi bernama
Wotton Diary Farm. Kemudian ada juga peternakan sapi lainnya yaitu Stephens
Farm yang dikelola oleh keluarga Victhor Stephen. Kedua peternakan sapi ini
sama-sama bersaing dalam urusan bisnis yang mereka jalani. Mengingat kedua
peternakan ini tidak memiliki jarak yang cukup jauh satu sama lain dan kualitas
mereka sama-sama bagusnya. Dan ya, tidak kalah dengan Wotton yang mengusung kisah
cinta Betty dan Robert, Stephens Farm juga hadir dengan Jerry—putra Victor—yang
sangat membenci peternakannya dan kekasihnya, Wanda. For your information, cerita
bagian pertama ini mengusung latar waktu pada tahun 1920 – 1955.
Kemudian,
cerita beralih ke berpuluh tahun sesudahnya, yaitu pada rentang tahun 2003 –
2012. Di bagian kedua ini, penulis masih mengangkat latar tempat yang sama,
yaitu Wotton Diary Farm. Bedanya, tokoh yang ambil peran di sini adalah tiga
generasi setelah Betty-Robert. Rhonda, dia adalah cicit dari Betty, dan Betty
adalah nenek buyutnya. Di cerita ini, Betty masih hadir dengan sosoknya yang
mulai renta dan fisiknya yang sudah tidak seperti muda dulu. Rhonda
memanggilnya dengan sebutan Nana Betty. Perbedaan lain lagi, tokoh Robert sudah
tidak memiliki andil di sini, ia diceritakan sudah meninggal beberapa tahun
sebelumnya. Pada bagian kedua ini, diceritakan Wotton Farm menjadi peternakan
sapi terbesar dan tersukses karena memang Stephens Farms sudah dijual oleh
pemiliknya. Kemudian alasan lain yang membuat Wotton menjadi nomor satu adalah
karena kinerja para pekerjanya yang sangat baik. Salah satunya adalah Greg. Ia
mewarisi pekerjaan di Wotton secara turun temurun dari beberapa generasi
sebelumnya. Jadi bisa dibilang Wotton adalah rumah untuk keluarga-keluarganya. Dari situlah kedekatan antar Rhonda dan Greg
mulai terjalin. Meski sama-sama masih remaja, kedekatan keduanya bisa dibilang
lebih intim dari sepasang kakak beradik.
Cerita
terus berjalan, dan waktu terus berganti. Pada akhirnya, penulis membawa kita pada
bagian ketiga yang mana bagian ini masih bercerita tentang kehidupan
Rhonda-Greg. Bedanya, kedua anak manusia ini sudah masuk ke fase dewasa. Jelas saja, karena cerita ini
mengusung latar waktu pada rentang tahun 2019-2020. Beberapa tokoh seperti Nana
Betty masih ikut meramaikan jalan cerita. Perbedaannya, adalah hubungan Rhonda
dan Greg. Sejak Rhonda memilih untuk menjalani high school di Boston, komunikasi antara dirinya dengan Greg
menjadi kian renggang. Hingga pada satu hari, di sebuah pameran lukisan, Rhonda
bertemu dengan Brandon—seorang lelaki tampan dengan karir yang cemerlang.
Lantas,
bagaimanakah ‘The Lady In Red’ ini akan menyelesaikan ‘semuanya?’
Buka
lembar demi lembarnya… kemudian kamu akan menemukan jawabannya...
***
“Kau
tidak akan bisa meyakinkan orang lain akan sesuatu yang kau sendiri tidak
yakini,”
HLm.
170
“Terkadang
resiko memang harus diambil untuk mendapatkan sesuatu yang kita inginkan.”
Hlm.
278
Buku
ini termasuk tebal, ukuran font-nya pun cukup kecil, tapi sungguh… tidak ada
kata bosan untuk membacanya. Aku suka sekali dengan ide penulis yang membagi
cerita menjadi beberapa bagian. Termasuk interlude. Awalnya aku dibuat bingung,
kenapa harus ada interlude di beberapa bagian? Ternyata saat mencapai ending,
pertanyaan itu terjawab sudah. Benar-benar dibuat kagum. Sebagai buku pertama
dari penulis yang aku baca, The Lady In Red berhasil meninggalkan kesan
tersendiri. Mulai dari kisah para tokohnya yang menyentuh hati, konfliknya yang
benar-benar merasuk, dan beberapa surprise yang sempat dihadirkan oleh penulis.
Karena
novel ini mengangkat cerita dari lintas generasi, awalnya aku cukup dibuat bingung.
Bingung untuk mengingat silsilah keluarga dan peran dari para tokohnya. Penulis
di sini juga ikut menyertakan gambaran pohon keluarga dari Rhonda, Greg, maupun
Brandon. Sangat membantu sekali jika pembaca ingin mengetahui tentang asal-usul
tokoh yang bersangkutan. Tapi di lain sisi, cerita lintas generasi dengan
banyak tokoh seperti ini cukup membuatku bingung dan lupa. Misalnya pada pohon
keluarga Rhonda. Ada banyak sekali nama di sana, dan saat semua nama-nama itu
dipertemukan jadi satu, aku jadi bingung. Ini siapanya ini, ya? Dia siapanya
itu ya? Duh, kalau nggak benar-benar ingat, dijamin, pasti sesekali kalian akan
melihat pohon keluarga di beberapa halaman sebelumnya. Jadi membolak-balikkan
halaman, ini yang bikin kening berkerut.
Kemudian,
entah kenapa, membaca novel ini seperti membaca novel terjemahan. Latar tempat
mau pun penamaan tokohnya yang kental dengan western semakin memperkuat dugaanku
yang terbukti tidak benar ini. Eits, tapi jangan terkecoh dulu, meski seperti
novel terjemahan, namun cara bercerita penulis jauh dari itu kok. Kak Arleen
bercerita dengan gaya yang enak dinikmati oleh semua kalangan pembaca, dan tidak
butuh waktu lama untuk mencerna kata demi katanya. Semua tersampikan secara
lugas, jelas, dan mudah dicerna. Bukankah mayoritas pembaca menyukai tipe
penulis seperti ini?
Lalu,
pemilihan peternakan sapi sebagai latar utama, sedikit banyak juga mampu
menghadirkan sisi informatif dan menumbuhkan sikap cinta alam—terutama satwa—kepada
para pembaca. Sisi informatif itu antara lain adalah tentang cara merawat sapi,
memeras susu sapi, sampai menjalankan bisnis peternakan itu sendiri. Mulai dari
proses pemerahan sampai pendistribusian. Membaca buku ini seperti masuk ke dalam
peternakan tersebut dan merasakan sendiri bagaimana hiruk pikuk yang terjadi di
sana. Bisa bayangin gimana rasanya berdiri di ruangan dengan puluhan ekor sapi
di sekeliling kita? Menyenangkan bukan? Selain itu, sikap cinta satwa sedikit
banyak juga ikut ditonjolkan di sini. Seperti kecintaan Greg pada sapi-sapinya.
Bagaimana cara ia memberinya makan, memeriksa kesehatannya, dan memberi perhatian
layaknya saudara atau bahkan… kekasih sendiri.
Terkait
sistematika penulisan… all of good! Aku tidak menemukan typo/salah ketik sama
sekali di sini. Yakin? Yah, sejauh yang aku tahu, buku ini ditulis dengan rapi,
baik lahir (tulisan, sampul, dsb) maupun batin (konflik, karakter tiap tokoh, alur,
dsb). Oya, cerita di buku ini semakin seru saat memasuki bab-bab terakhir. Saat
semua masalah mulai ditemukan titik temunya dan semua dugaan mulai diyakini
kebenarannya. Lebih mengejutkan lagi, saat penulis turut menghadirkan gambaran
pohon keluarga dari Brandon Rasensky—mantan tunangan Rhonda. Ini semua
benar-benar di luar apa yang aku—mungkin juga yang lain—pikirkan.
Jelas
sudah semuanya, buku ini ternyata layaknya sebuah puzzle. Hanya satu keeping sih
yang perlu kita cari, tapi sangat menjawab semuanya. Ya, semuanya. Aku juga cukup kaget dengan fakta mengejutkan
yang dibeberkan oleh kak Arleen. Yang jelas, setelah kepingan puzzle terakhir
ini ditemukan, kita jadi tahu, The Lady In Red bukan hanya bercerita tentang
kisah cinta sepasang anak manusia, melainkan juga dendam di masa lalu yang
sudah lama terpendam. Hal ini rupanya cukup menjadi jawaban kenapa sampul buku
ini nampak misterius. Rupanya, dendam itulah yang misterius…
Sepertinya,
jika disuruh untuk membaca buku Kak Arleen yang lain, tidak ada lagi kata ‘ragu’
untuk membacanya.
4
Jempol untuk sapi-sapi yang menggemaskan…
Terima
kasih!
***
“…tidak
akan pernah ada kata normal dalam kehidupan orang-orang yang baru saja
ditinggalkan orang yang mereka kasihi untuk selamanya. Mereka tidak akan pernah
kembali ke kehidupan normal mereka yang sebelumnya. Yang ada adalah percobaan
demi percobaan dan penjajakan demi penjajakan untuk mencari arti kata normal
yang baru.”
HLm.
305
Tidak ada komentar:
Posting Komentar