Judul : Apa Pun Selain Hujan
Penulis : Orizuka
Tahun terbit : 2016
Cetakan : Pertama
Tebal : 287 hlm
Penerbit : GagasMedia
Kategori : Novel
ISBN : 979 – 780 – 850 – 5 |
Blurb:
Wira membenci hujan. Hujan
mengingatkannya akan sebuah memori buruk, menyakitinya....
Agar bisa terus melangkah, Wira meninggalkan semuanya. Ia meninggalkan kota tempat tinggalnya. Meninggalkan mimpi terbesarnya. Bahkan, meninggalkan perempuan yang disayanginya.
Namun, seberapa pun jauh langkah Wira meninggalkan mimpi, mimpi itu justru semakin mendekat. Saat ia sedang berusaha keras melupakan masa lalu, saat itulah ia bertemu Kayla.
Pertemuan itu mengubah segalanya.
Sebuah novel tentang melepaskan mimpi di bawah hujan. Tentang cinta yang diam-diam tumbuh bersama luka. Juga tentang memaafkan diri sendiri.
Agar bisa terus melangkah, Wira meninggalkan semuanya. Ia meninggalkan kota tempat tinggalnya. Meninggalkan mimpi terbesarnya. Bahkan, meninggalkan perempuan yang disayanginya.
Namun, seberapa pun jauh langkah Wira meninggalkan mimpi, mimpi itu justru semakin mendekat. Saat ia sedang berusaha keras melupakan masa lalu, saat itulah ia bertemu Kayla.
Pertemuan itu mengubah segalanya.
Sebuah novel tentang melepaskan mimpi di bawah hujan. Tentang cinta yang diam-diam tumbuh bersama luka. Juga tentang memaafkan diri sendiri.
***
“Kamu juga punya kuasa untuk memercayai dirimu
sendiri, juga orang-orang yang benar-benar sayang dan peduli padamu. Kalau kamu
selalu percaya omongan orang lain, kamu tidak akan bisa bahagia.”
Hlm. 254
Wirawan
Gunadi, mahasiswa Fakultas Teknik di Universitas Brawijaya, memiliki pengalaman
buruk dengan hujan. Hal ini menyangkut kesalahan yang sempat ia perbuat di masa
lalu terhadap sahabat karibnya, Faiz. Hujan dan taekwondo adalah dua hal yang
sangat mengusik hidupnya setelah kejadian memilukan itu. Kesalahan dan rasa
penyesalan besar itulah yang membuat Wira, pergi jauh-jauh dari Jakarta setelah
lulus SMA dan melanjutkan hidup sebagai mahasiswa di Malang, tinggal serumah
bersama neneknya.
Dalam
bayang-bayang masa lalu yang menyelimutinya, Wira bertemu Kayla. Seorang
mahasiswi cantik Fakultas Kedokteran Hewan. Gadis yang belakangan ia ketahui
sebagai taekwondoin itu ternyata membawa perubahan besar dalam hidup Wira.
Keduanya menjadi lebih dekat setelah insiden yang terjadi di pinggir jalan M.T
Haryono. Dan Sarang, kucing kampung yang tidak sengaja mempertemukan mereka
untuk kedua kalinya itu rupanya juga membawa dampak baik bagi kedekatan Wira
dan Kayla.
Tidak
hanya itu, perubahan-perubahan lain juga terjadi dalam hidup Wira setelah Kayla
benar-benar masuk ke kehidupannya. Gadis itu yang menariknya kembali ke masa
lalu, memperkenalkan lagi kepada Wira tentang dunia yang telah lama ia tinggal,
taekwondo. Gadis itu pula yang kembali mempertemukannya dengan Nadine—perempuan
yang selama ini selalu membuat Wira merasa menyesal dengan apa yang ia lakukan.
Dan Kayla pula yang menuntunnya kembali ke jalan terang yang Wira rindukan.
Tidak
hanya Kayla, kehadiran Nadine dan pengakuan mengejutkan dari orangtuanya juga
berhasil mengubah cara pandang Wira selama ini yang rupanya hanya sebuah
kesalahpahaman. Bersama mereka, Wira berniat untuk menuntaskan semuanya. Ya,
semuanya. Tentang masa lalu dan kesalahan-kesalahannya. Tentang Faiz dan
taekwondo. Juga, tentang hujan.
Sampai
Wira mampu memaafkan dirinya sendiri. Sampai Wira menemukan kebenaran dan
kelegaan yang menyejukkan hatinya. Juga sampai hujan tidak lagi menyakitkan
baginya…
***
“Aku
mohon, Kay. Apa pun selain hujan.”
Hlm.
217
“Dosa
terbesarku adalah selama ini aku sengaja melupakannya karena dia mengingatkanku
sama semua penderitaan yang kujalani setelah dia meninggal. Dosa terbesarku
adalah menganggap penderitaanku sendiri jauh lebih penting dan lebih hebat
daripada kenyataan kalau dia sudh meninggal.”
Hlm.
242
Mungkin,
aku bisa disebut pluviophile—orang yang menyukai hujan. Entah kenapa, aku
seolah merasa ada sebuah kenyamanan yang terselip di antara ribuan tetes air
hujan. Meneduhkan hati sekali. Rasa sukaku tersebut tidak hanya tercurah kepada
hujan dalam bentuk aslinya saja, namun juga hujan dalam bentuk lain. Misalnya
saja, cerita yang berkaitan dengan hujan.
Seperti
halnya buku ini, Apa Pun selain Hujan. Sebenarnya aku tidak begitu tertarik
untuk membaca buku dari Orizuka—yang konon bagus dan banyak digemari itu.
Alasan terbesarnya karena takut kalau misal aku baca, aku jadi pengin baca
bukunya yang lain, sementara kondisi finansial sangat tidak mendukung, hahaha.
Namun pandanganku berbeda setelah mengetahui akan terbitnya buku ini. Dua hal
yang membuatku sangat ingin memiliki buku ini. Pertama, karena penasaran dengan
nama Orizuka yang begitu dieluh-elukan banyak pembaca selama ini. Kedua, karena
hujan. Ya, ceritanya tentang hujan. Sebelum buku ini, memang sudah ada beberapa
buku tentang hujan yang sudah kubaca. Seperti Hujan – Tere Liye, London: Angel,
Walking After You, dan Angel in The Rain – Windry Ramadhina. Sebenarnya masih
ada banyak buku tentang hujan di luar sana, namun entah kenapa aku lebih memilih
Apa Pun Selain Hujan untuk dibaca. Terbawa euphoria, mungkin.
Apa
Pun Selain Hujan, selain memuaskan rasa tertarikku terhadap hujan, juga mampu
memenuhi ekspektasi terkait elemen-elemen dan suasana yang ditawarkan dalam
novelnya. Jika menilik dari covernya, aku langsung berasumsi bahwa buku ini
akan banyak menyoroti perjalanan hidup tokoh utamanya yang cenderung muram dan
menyedihkan. Dan ternyata memang itulah yang aku dapat di buku ini. Tokoh
utamanya seorang pria, berkepribadian tertutup dan agak sedikit mellow.
Penjabaran karakternya—entah lewat ungkapan perasaannya atau interaksinya
dengan lingkungan sekitar—sangat mendukung dengan suasana yang dihadirkan.
Nuansa
sendu dan muram yang dihadirkan turut mendukung dalam hal penyampaian cerita dan konflik dengan sangat
baik, dan ikut menyulut emosi pembaca.
Meski sebenarnya, secara emosional, aku tidak begitu merasa terikat, namun aku
yakin, banyak pembaca di luar sana yang ikut merasa—berdasarkan istilah jaman
sekarang—baper dengan kehidupan Wira. Dan yang perlu aku acungi jempol, Orizuka
tidak membuat feel dalam ceritanya
terkesan nanggung meski dibawakan lewat tokoh utama laki-laki—yang pada umumnya
kaku dan kurang peka terhadap perasaan. Semua disampaikan dengan baik sekali. Orizuka did it good!
Kemudian,
jika untuk penggambaran secara fisik, aku lebih menyukai detail yang ada pada
diri Kayla. Manis dan memiliki gingsul berupa taring di sisi kanan dan kiri
giginya, spontan mengingatkanku dengan Nabilah JKT 48. Sepanjang halaman,
bayang-bayang Nabila sebagai Kayla tidak bisa lepas dari imajinasiku. Untuk
sifatnya sendiri, aku akui memang sangat remaja. Tentang keceriannya,
kespontanitasnya, dan gaya bicaranya, berhasil membentuk karakter Kayla yang
mudah dikenal. Meski di beberapa bagian Kayla ini terlihat lebih dewasa
dibanding Wira.
Untuk
riset terkait setting dan suasana, lagi-lagi memang bagus. Sangat realistis.
Aku tidak membicarakan tentang struktur bangunan atau tata letak yang ada di
Universitas Brawijaya atau pun Kota Malang sendiri, melainkan dengan gaya
bicara ala anak Jawa Timuran yang begitu kental di sini. Teman-teman Wira yang
mayoritas orang lokal, sangat mencerminkan bagaimana keseharian dan cara
berkomunikasi mereka yang sangat wajar. Jenis bahasa Jawa kasar, namun banyak
orang lebih menyebutnya boso Suroboyoan.
Tapi, untunglah di beberapa kutipan dialog tidak disebutkan kata-kata kasar
seperti j*****. Karena jika kita udah bicara tentang bahasa Jawa Timuran,
pasti tidak lepas dari kata-kata kasar seperti itu.
Apa
Pun Selain Hujan adalah sebuah cerita tentang bagaimana seharusnya kita
menyikapi masa lalu. Tentang trauma, rasa bersalah, penyesalan, dan ketakutan
yang kita rasakan di masa depan, bukanlah dampak dari kesalahan yang kita
perbuat itu sendiri. Melainkan adalah dampak karena kita terlalu memedulikan
hati kita yang meracau tentang berbagai hal menyakitan, yang seolah menyudutkan
kita. Karena kita terlalu peduli dengan omongan orang lain yang belum tentu
kebenarannya, dan karena kita tidak bisa memaafkan diri sendiri, juga memeluk
semua kesalahan-kesalahan itu…
Terima
kasih!
“..semua
orang pernah berbuat kesalahan. Kalian harus belajar memaafkan diri kalian
sendiri.”
Hlm.
268
***
REVIEW #1 Dalam Rangkaian Project
BOOM [Book Anatomy] oleh Bintang @ Ach’s Book Forum dan Nisa @ Resensi Buku Nisa
Kalian
juga ikutan BOOM bulan ini dan sudah
baca buku yang kita tentukan? Kalau sudah, ayo bikin review-nya dan silakan
setor link review kamu di kolom
komentar di bawah .
Ketentuannya
bisa kalian lihat DI SINI
***
SUDAH
SIAP UNTUK #BOOM BULAN DEPAN?
Dan ini
dia buku yang akan kita bahas di BOOM
bulan Februari nanti. Yey!
Girls
in The Dark by Akiyoshi Rikako
Segera
siapkan bukunya, mari seru-seruan bersama kami di BOOM!
Nama Orizuka memang sudah lekat dengan karyanya yang sederhana, gaya bahasa yang lancar dan konflik yang biasa, namun dikemas jadi menghanyutkan. Saya baru baca beberapa judul saja karyanya dan memang menarik.
BalasHapusBoom yang saya kira akan ada artikel tentang pembahasan kalian berdua tentang novel ini. Bulan depan entah bisa ikutan atau enggak, soalnya blm punya bukunya. Bulan depan sdh ada wish list buku yang akan dibeli.. :(
Haerus saya akui, saya pun jadi ketagihan untuk baca buku dari Orizuka lagi, semoga kesampaian.
HapusSemoga lain waktu bisa ikutan bareng kami ya Mas dalam #BOOM