Judul : Asa Ayuni (Blue Valley
Series)
Penulis : Dyah Rinni
Tahun terbit : 2016
Cetakan : Pertama
Tebal : 244 hlm
Kategori : Novel
Penerbit : Falcon Publishing
ISBN : 978 – 602 – 14568 – 9 – 7 |
Blurb:
Di pojok selatan Jakarta, kau akan
menemukannya. Tempat itu tak sepanas bagian Jakarta lainnya. Langit di sana
sering berubah seolah mengikuti suasana hati penghuninya. Kau akan bisa
menemukannya dengan mudah. Ada banyak rumah di sana. Orang menyebut tempat itu Blue
Valley.
Di salah satu bloknya, ada sebuah rumah, yang kalau kau masuk ke dalamnya akan merasakan nuansa paduan klasik dan modern. Desainnya tampak chic, dan bantal pink elektrik di atas sofa cokelat akan membuatmu betah di sana.
Seorang perempuan yang pandai membuat kue tradisional akan menjadi teman mengobrolmu. Dia punya toko kue tak jauh dari rumahnya. Dia sedang berduka, baru saja kehilangan suaminya. Ada getir terpancar dari matanya. Namun, dia amat terlihat berusaha tegar. Perempuan itu Ayuni. Perempuan manja yang sedang berpura-pura tangguh demi memupuk asanya yang baru saja hancur.
Di salah satu bloknya, ada sebuah rumah, yang kalau kau masuk ke dalamnya akan merasakan nuansa paduan klasik dan modern. Desainnya tampak chic, dan bantal pink elektrik di atas sofa cokelat akan membuatmu betah di sana.
Seorang perempuan yang pandai membuat kue tradisional akan menjadi teman mengobrolmu. Dia punya toko kue tak jauh dari rumahnya. Dia sedang berduka, baru saja kehilangan suaminya. Ada getir terpancar dari matanya. Namun, dia amat terlihat berusaha tegar. Perempuan itu Ayuni. Perempuan manja yang sedang berpura-pura tangguh demi memupuk asanya yang baru saja hancur.
***
“Anda
tahu apa yang paling menyakitkan dari kematian mendadak? Kita tidak pernah bisa
mengucapkan selamat tinggal, ataupun mengatakan betapa kita menyayangi mereka.”
Hlm.
185
Selamat
datang di cluster Blue Valley. Di
sebuah rumah bernomor 22, kalian akan menemukannya. Sepasang suami istri dengan
seorang anak kecil yang mengidap autisme, atau yang lebih tepatnya Aspergers
Syndrome. Mereka adalah Satria, Ayuni, dan Rivaldi—putra mereka yang baru
berusia 7 tahun, yang sayangnya harus mengalami kelainan psikologis. Tidak
seperti anak seumurannya yang terobsesi pada mainan, es krim, atau hal menarik
lainnya, Aldi justru terobsesi pada air.
Gulaloka,
adalah satu-satunya harapan Ayuni. Toko kue tradisional miliknya itu cukup
mampu untuk menambah penghasilannya. Karena, Ayuni sadar, setelah kepergian Satria,
suaminya, karena serangan jantung, maka secara langsung ia juga harus
memikirkan tentang pemasukan untuk keluarganya. Hal itu membuat Ayuni
memutuskan untuk mencari seorang manajer untuk Gulaloka. Dengan alasan lain
untuk melupakan kesedihan atas meninggalnya Satria, dan dengan dibantu pegawai
lain, serta Amaya—tokoh dari novel Lara Miya—Ayuni akhirnya menemukan satu
kandidat terbaik dari beberapa orang yang sudah mendaftar.
Elang,
ia adalah mantan manajer restoran di Australia. Namun, kehadiran Elang rupanya
membawa kesan yang kurang baik untuk Ayuni. Bagaimana tidak, baru berkenal,
laki-laki itu sudah seenaknya mengkritik toko kue Ayuni. Mulai dari dekorasi,
tata letak, cat dinding, dan segala hal terkait tampilan, dinilainya sangat
buruk. Hal inilah yang mendasari Ayuni untuk merenovasi toko kuenya tersebut.
Berbekal sokongan dana dari Ibunya, Ayuni merombak Gulaloka secara
besar-besaran.
Namun,
tahukah kalian, ada serentetan kisah menyedihkan di balik semua itu? Tidak,
kisah menyedihkan itu tidak hanya
berhenti pada kematian Satria saja. Melainkan, sebuah kenyataan yang
mengejutkan juga menanti setelahnya…
Akankah
Ayuni sanggup melewati semua itu? Dan, Elang, tidakkah kalian penasaran mengapa
Ayuni bisa begitu terpengaruh dengan perkataan Elang? Laki-laki asing yang
belum lama dikenalnya…
***
“Tapi,
begitulah kehidupan. Selalu berubah. Yang dulu tidak ada menjadi ada, yang
sehat menjadi sakit.”
Hlm.
133
“Mereka
yang pergi itu tidak tahu bahwa mereka meninggalkan jejak luka di hati. Cinta itu
selalu pergi dengan luka, bukan?”
Hlm.
172
Akhirnya,
saya bisa juga baca buku dari serial Blue Valley—yang lagi hits itu, hehe.
Terima kasih banyak kepada kelima penulis serial Blue Valley, dan Falcon
tentunya, yang sudah menghadiahkan ‘segeplok’ buku-buku keren ini sebagai
hadiah dari live streaming kemarin.
Saya senang sekali. Dan oh ya, sebelum masuk ke riviu, jujur, saya sangat
senang sekali dengan hadirnya Falcon sebagai penerbit baru di dunia perbukuan.
Bagaimana tidak, baru menerbitkan serial buku pertama saja, sudah mampu mencuri
perhatian banyak pembaca. Nggak heran
juga sih, karena memang ide yang digunakan kreatif. Misal Blue Valley ini. Mengangkat tema kehilangan dari lima
tokoh di lima novel yang berbeda, yang uniknya, tokoh-tokoh tersebut tinggal
dalam satu cluster yang sama—Blue
Valley. Jadi jangan heran kalau di setiap novel, kalian akan menemukan tokoh
dari novel Blue Valley lain yang ikut berseliweran di sana. Seru ya, semoga ke
depannya bisa terus menerbitkan serial-serial kreatif seperti ini. Sukses
Falcon!
Asa
Ayuni adalah buku pertama dari serial Blue Valley yang saya baca. Dan ini juga menjadi
pengalaman pertama saya membaca sebuah novel karangan Dyah Rinni. Jujur, ini
menjadi sebuah perkenalan sekaligus pembuka yang cukup baik bagi saya.
Secara
keseluruhan, isi cerita di Asa Ayuni hanya terbilang bagus saja, tidak menawarkan
sesuatu yang ‘wah’ untuk saya. Baik, saya bisa maklum, karena di bagian kata
pengantar yang ada di lembar terakhir buku ini, penulis bercerita bahwa Asa
Ayuni menjadi sebuah tantangan baru dalam karir kepenulisannya. Dalam arti,
kisah kehilangan seperti ini bukan ‘makanan sehari-hari’ penulis. Namun meski
begitu, saya sangat yakin, bahwa potensi menulis Kak Dyah Rinni sangat bisa
diandalkan. Jadi, saya tidak menolak apabila ke depannya Kak Dyah akan kembali
merasa tertantang untuk menulis cerita bertema seperti ini lagi. Masalahnya
menurut saya cuma satu, Kak Dyah Rinni belum terbiasa dan terlatih dengan jenis
cerita seperti ini. Tapi berbekal skill
yang dimiliki, saya yakin akan ada perkembangan jika jenis-jenis cerita seperti
ini terus ditekuni.
Kisah
kehilangan yang ditawarkan penulis, saya rasa juga cukup bagus saja. Bukan,
saya bukannya tidak tersentuh dengan kisah Ayuni dan segala kesedihan yang
menyertainya, namun cara penyampaiannya saja yang mungkin kurang bisa begitu
masuk ke hati saya. Untuk tokohnya sendiri, Ayuni, dia sangat manusiawi sekali.
Sosok realistis yang banyak kita temui di kehidupan masyarakat. Misal, Ayuni
tetap merasakan kecemburuan dan kemarahan besar terhadap Satria terkait rahasia
yang ia tutupi di masa lalu, meski sekarang suaminya sudah meninggal. Kesedihan
tidak membuatnya buta atas kesalahan suaminya, namun yang saya temukan justru
sosok yang manusiawi. Kemudian, yang saya suka dari buku ini adalah bagaimana
cara penulis menyusup konsep pertemuan antara Ayuni dan Elang. Saya rasa,
pertemuan keduanya berjalan dengan lembut, dan mengalir. Karena sebelumnya
penulis juga turut menyelipkan latar belakang Elang saat masih di Australia,
hingga keadaan memaksanya kembali ke Indonesia dan pada akhirnya bertemu Ayuni.
Ini seperti dua aliran sungai yang bercabang, hingga akhir bertemu di satu arus
yang sama.
Unsur
mental illmess yang diangkat lewat
Aspergers Syndrome juga turut mewarnai buku ini. Membuat nuansa sendu begitu
kental kita rasakan. Terlebih ini terjadi pada anak kecil yang berusia tujuh
tahun. Bagusnya, penulis tidak tanggung-tanggung memasukkan unsur ini. Kita
bisa melihatnya dari bagaimana Aldi bicara, bersikap, dan berinteraksi dengan
teman sebaya/orang lain. Saya cukup menaruh simpati dengan keadaannya. Mau tak
mau juga membuat saya mencoba untuk memosisikan diri sebagai Ayuni. Seorang
janda, di samping kesibukannya mengurus toko kue, juga harus merawat anaknya
yang autis. Selain manusiawi, tokoh Ayuni juga diciptakan sebagai sosok yang
tangguh di sini.
Saya
juga cukup terkejut saat menjelang ending, penulis ternyata turut menyelipkan
sebuah twist yang semakin
memperpanjang konflik buku ini. Lumayanlah, ceritanya tidak berjalan datar
saja, meski sebenarnya twist ini
sudah bisa tercium di awal. Namun tetap saja membuat konflik dalam buku ini
lebih berwarna. Namun, ada satu hal yang membuat saya kurang suka. Yaitu
penyelesaian konflik antara Elang dan Ayahnya yang terbilang sangat dangkal.
Saya mengenal Ayah Elang—Haris Tejawijaya—sebagai sosok yang keras kepala,
semaunya sendiri dan tempramen terhadap segala hal. Di buku ini diceritakan
bahwa Haris terlibat konflik dengan Elang karena putranya tersebut tidak mau
menjadi penerus di Magnaria Group—perusahaan yang ia pimpin. Konflik tersebut
terus bergulir bahkan sampai sekarang, saat Haris menderita sakit keras dan
diprediksi tidak akan bisa hidup lebih lama lagi.
Anehnya,
sikap keras kepala dan tempramen Haris tidak hilang sedikit pun. Tapi pada saat
menjelang ending, saya dibuat bertanya-tanya ketika tiba-tiba Haris mendapat
kesadaran—atau pencerahan—dari… Ayuni? Yang benar saja, sama istri dan anaknya
saja ia tidak bisa melunak, bagaimana ia bisa berubah sikap sedemikian rupa
karena pengaruh orang asing? Padahal, saat awal Ayuni masuk ke rumahnya, Haris
tidak menerima kedatangannya. Menurut saya ada yang missed di sini, akan lebih baik apabila penulis turut menyelipkan
satu adegan yang memperlihatkan perbincangan dari hati ke hati antara Ayuni dan
Haris, agar pembaca bisa menerima alasan terhadap perubahan sikap Haris yang sangat
drastis tersebut. Jika begini kan, karakter tokoh seakan tidak konsisten. Dan
ingat, ini bukan sinetron, yang mana, terkadang ceritanya tidak berdasarkan
alasan-alasan yang logis.
Selain
tentang kehilangan, Asa Ayuni juga menyajikan kisah tentang ketegaran seorang
wanita. Imej yang dibangun dalam tokoh Ayuni saya harap juga mampu mengubah
cara pikir wanita-wanita dewasa di luar sana untuk lebih mandiri dan peduli
terhadap keadaan. Selain itu, lewat buku ini, kita tahu, bahwa tidak selamanya
suami akan selalu berada di samping istri/pasangannya untuk senantiasa
melindungi. Dan jika itu terjadi, maka satu-satunya jalan keluar yang bisa
perempuan tempuh adalah tegar.
Terima
kasih!
***
“Jangan
memutuskan perasaanmu sekarang. Perasaan seperti laut, juga bisa berubah. Kadang
pasang, kadang surut. Hanya saat tenang, kita bisa tahu perasaan kita yang
sebenarnya.”
Hlm.
151
Mencengangkan sekali membaca resensi ini. Terlalu banyak koreksi dan itu membuat saya mempertimbangkan untuk memiliki buku ini. Sayang sekali Bintang, kamu tidak pakai sistem rating, sehingga saya tidak tahu kalau dirating ada diangka berapa.
BalasHapusSebenarnya buku ini tidak jelek, bagus kok. Hanya saja gak ada yang 'wah'. Seperti surprise-surprise gitu nggak ada, menurut saya. Kekurangan yang saya kritisi pun hanya satu kok.
HapusBuku ini sudah saya ratting di goodreads kok Mas, 3 bintang.
Maksudnya tidak ada yang wah itu giaman ya kak?
HapusSaya penasaran sama Blue Valley series ini. Apalagi Asa Ayuni. Soalnya saya fansnya Mbak Dyah Rinni :D
BalasHapusNah pas banget, ayo beli bukunya Kak Eva. Hehe. Terima kasih sudah berkunjung :)
HapusKalau dari judul mestinya novel ini bisa lebih 'wah' apalagi ini tentang asa, harapan si tokoh utamanya. Aku lebih rekomen Melankolia Ninna, sejauh ini itu favoreitku ^^
BalasHapusIya seharusnya, tapi semoga aja buku ini bagus di Kak Aya. Selera orang kan beda2 hehe. Iya nih, ini aku abis baca senandikaprisma, abis ini melankolia ninna.
Hapus