Judul : Melankolia Ninna (Blue Valley)
Penulis : Robin Wijaya
Tahun terbit : 2016
Cetakan : Pertama
Tebal : 219 hlm
Penerbit : Falcon Publishing
Kategori : Novel
ISBN : 978 – 602 – 60514 – 1 – 7 |
Blurb:
Di pojok selatan Jakarta, kau akan
menemukannya. Tempat itu tak sepanas bagian Jakarta lainnya. Langit di sana
sering berubah seolah mengikuti suasana hati penghuninya. Kau akan bisa
menemukannya dengan mudah. Ada banyak rumah di sana. Orang menyebut tempat itu
Blue Valley.
Dari gerbang, ambillah jalan ke kanan, dan temukan satu-satunya rumah yang berpagar. Kau tidak akan salah. Pemiliknya adalah sepasang suami istri. Sang suami pandai merupa kayu-kayu menjadi perabot yang indah, sedangkan sang istri menata rumah dengan nuansa vintage yang meneduhkan. Bersama-sama, keduanya menghidupkan ruang impian mereka: sebuah kamar bayi yang dipenuhi warna.
Namun, duka menghampiri. Sang istri kehilangan rahimnya sebelum sempat mengandung impian mereka. Menyisakan luka yang mewujud sebuah melankolia. Gamal dan Ninna, menatap pupus harapan, seperti hidup yang hanya menyisakan warna kelabu saja.
Dari gerbang, ambillah jalan ke kanan, dan temukan satu-satunya rumah yang berpagar. Kau tidak akan salah. Pemiliknya adalah sepasang suami istri. Sang suami pandai merupa kayu-kayu menjadi perabot yang indah, sedangkan sang istri menata rumah dengan nuansa vintage yang meneduhkan. Bersama-sama, keduanya menghidupkan ruang impian mereka: sebuah kamar bayi yang dipenuhi warna.
Namun, duka menghampiri. Sang istri kehilangan rahimnya sebelum sempat mengandung impian mereka. Menyisakan luka yang mewujud sebuah melankolia. Gamal dan Ninna, menatap pupus harapan, seperti hidup yang hanya menyisakan warna kelabu saja.
***
“Kita
sebetulnya sama-sama sakit, tapi saling menyembunyikan perasaan kita
masing-masing.”
--Ninna—
Selamat
datang di cluster Blue Valley. Di
rumah bernomor 19, kalian akan menemukannya. Sepasang suami istri yang kini
sedang memandang penuh keputusasaan harapan terbesar mereka. Ninna, istri dari
Gamal—Ketua RT di Blue Valley—baru saja menjalani operasi pengangkatan rahim. Keadaan
itu tentunya membuat semua hal yang sudah dipersiapkan oleh sepasang suami
istri itu terkait kehadiran sang buah hati mereka, menjadi sia-sia. Dan yang
terjadi adalah, mereka menyumbang seluruh perlengkapan bayi yang pernah mereka
beli ke panti asuhan.
Gamal
dan Ninna sama-sama berduka dengan cara mereka sendiri. Ninna, memutuskan untuk
kembali bekerja di perusahaan yang pernah ia tempati sebelumnya demi mengurangi
kesedihannya. Namun tahukah kalian, ternyata kesedihan itu tidak benar-benar
bisa tersingkirkan. Buktinya, Ninna seringkali masih terlihat menyimpan
satu-dua helai pakaian bayi di lemari pakaiannya.
Kejadian
yang serupa juga terjadi pada Gamal. Laki-laki itu, kini kembali tenggelam
dalam aktivitasnya sebagai furniture-man.
Dan, namanya memang manusia, duka terkait harapannya yang pupus karena tidak
bisanya menimang buah hati, ternyata
tidak bisa ia abaikan begitu saja. Sama seperti Ninna, Gamal juga memiliki cara
untuk berduka. Baby crib yang pernah
ia buat untuk si calon bayi, yang belakangan diketahui sudah ia bongkar dan
disimpan di gudang, diam-diam ia rakit kembali. Sederhana sebenarnya, Ninna dan
Gamal sama-sama tidak ingin kehilangan kenangan fiktif tentang kehadiran sang buah
hati yang sudah mereka coba ciptakan selama ini.
Lantas,
jika keadaan terus menerus seperti ini, akankah mereka bisa hidup bahagia
seperti sedia kala?
Namun
sayangnya, masalah tidak berhenti di titik itu saja. Dan ketika masalah lain itu
datang, kini, rumah tangga mereka sedang ada di ambang kehancuran. Alam dengan
teganya kembali menguji hubungan mereka.
Tuhan,
jalan cerita seperti apakah yang Kau tulis untuk akhir kisah mereka?
***
“Aku
nggak mau kehilangan kamu sekarang. Cukup sebagian mimpi kita saja yang hilang.
Yang lainnya jangan. Karena kamu, Nin, kamu adalah sebagian mimpiku yang
lainnya.”
Hlm.
37
“…impian
aku adalah tumbuh tua bersamamu. Menghabiskan sisa waktuku bersama kamu. Kamu adalah
sebagian mimpi-mimpiku, Nin.”
--Gamal--
Melankolia
Ninna menjadi buku keempat dari seri Blue Valley yang kubaca, dan sekaligus ini
menjadi awal perkenalanku dengan tulisan Kak Robin Wijaya. Harus aku akui,
memang ini menjadi buku domestic drama
terbagus yang kubaca setelah Critical Eleven dan Test Pack.
Sebelum
masuk ke inti review, perlu
diketahui, bahwa dari keempat buku Blue Valley yang sudah kubaca, Melankolia
Ninna ini adalah yang paling ramai. Ramai dalam artian, banyak sekali scene yang menghadirkan tokoh-tokoh dari
novel Blue Valley lain. Kecuali dari Elegi Rinaldo tentunya, karena yang
kudengar Rinaldo adalah sosok yang sangat individualis. Bagusnya kehadiran
mereka juga tidak selewat lalu. Namun juga ikut mewarnai cerita dengan satu-dua
obrolan singkat dengan Ninna mau pun Gamal. Secara, Gamal di sini juga berperan
sebagai Ketua RT, jadi tak bisa dipungkiri kalau keadaan ini membuat ia harus
banyak berinteraksi dengan warganya.
Harus
kuakui, aku selalu tidak berdaya dengan buku yang menggunakan teknik penggunaan
sudut pandang seperti di buku ini. Sudut pandang orang pertama secara
bergantian dari dua tokoh utama. Ok, sudah cukup kubuktikan di buku Somewhere Only We Know – Alexander Thian, Critical Eleven – Ika Natassa, dan Test Pack –Ninit Yunita. Ketiga buku tersebut sangat berhasil mengaduk emosiku cukup dalam
dan mengenal tokoh dengan baik secara luar-dalam. Sama seperti buku ini,
diceritakan lewat sudut pandang Gamal dan Ninna secara bergantian, penulis
memberiku ‘jalan’ untuk menyelami kepribadian, pola pikir, dan watak dari tokoh
utamanya. Juga dengan beberapa monolog—terutama dari Gamal—yang ada di banyak
tempat, membuatku sangat suka sekali. Kurasa, teknik seperti ini sangat cocok
dan mudah jika seorang penulis ingin membuat pembacanya terikat langsung secara
emosional bersama konflik dan jalan cerita tokoh utamanya.
Duka
dan emosi yang dialami oleh kedua tokoh utamanya benar-benar sampai dengan
sangat baik. Hal ini secara tidak langsung turut membukakan fakta kepada kita
bahwa kehidupan rumah tangga itu tidak mudah. Namun bersama Ninna dan Gamal,
kita tidak hanya diajak untuk bermuram durja saja bersama konflik utama mereka,
melainkan juga diajak untuk menemukan jalan tengah dari konflik tersebut.
Sangat realitis sekali memang apa yang penulis hadirkan di sini. Untuk tokoh
Gamal sendiri, aku perlu acungi jempol untuk karakter yang sudah penulis bangun.
Sebagai seorang suami, Gamal sudah memenuhi satu kriteria terpenting, yaitu
dewasa dan bijaksana. Hebatnya, dia berhasil menemukan titik terang dari
permasalahannya sendiri bahkan saat sedang dalam kondisi terburuk sekalipun.
Terlepas
dari semua itu, aku cukup menyayangkan saat mengetahui bahwa buku ini menurutku
tidak lepas dari nuansa Critical Eleven. Mohon maaf sebelumnya, tapi aku merasa
ada beberapa kesamaan seperti konflik utamanya yang berputar pada satu hal:
anak—kehamilan—kehilangan—duka, dan sebagainya. Meski aku sangat yakin penulis
tidak ada sedikit pun niat untuk menyamai, namun untukku sendiri—yang membaca
CE lebih dulu—jelas merasa itu ada kemiripan. Lalu, kebiasaan Ninna yang secara
tidak sengaja juga hampir sama dengan kebiasaan Anya di CE, yaitu menyimpan
pakaian bayi sebagai bentuk duka mereka. Bedanya, jika di novel itni, kebiasaan
Ninna tersebut tidak begitu dipertegaskan seperti di CE. Kemudian, surprise ulang tahun Gamal yang juga
mengingatkanku dengan surprise ulang
tahun Ale. Memang tidak sama persis, namun keadaan yang terjadi saat itulah
yang membuatnya agak sama. Yaitu terjadi saat kedua pasangan ini sama-sama
berselisih dan harus pura-pura mesra di depan keluarga.
Dari
beberapa kemiripan itu, aku cukup berlega hati karena konflik yang dihadirkan
di novel Melankolia Ninna terasa lebih logis dan masuk akal ketimbang di CE
yang cenderung dangkal. Namun tetap saja, karena aku sudah membaca CE
sebelumnya, jadi saat aku baca buku ini dan ternyata juga menghadirkan nuansa
yang sama, jadi tidak bisa dipungkiri kalau aku bilang ada kemiripan di
dalamnya. Meski sebenarnya, aku tegaskan sekali lagi, bahwa aku yakin Kak Robin
Wijaya tidak ada niat untuk menyamainya. Sederhana saja, ini hanya kebetulan.
Melankolia
Ninna adalah sebuah cerita domestic drama
yang menyoroti kisah duka dari dua tokoh utamanya. Bagaimana mereka berduka,
dan jalan tengah seperti apa yang mereka ambil setelahnya, adalah ajaran
penting yang coba penulis sampaikan dalam buku ini. Semoga bermanfaat!
Terima
kasih!
***
“I
think I have found the right person to walk with me. Side by side. Till the end
of time. It’s you, Nin. It’s always been you. I know from the bottom of my
heart.”
Hlm.
128
Wah ada statement kalo di CE konfliknya dangkal... Oh, saya harus sempatkan baca buku ini juga. Hehehe.
BalasHapusAgak dangkal sih, hehe. Harus, recommended!
HapusBuat bisa dapetin ebook nya dimana ya? :)
BalasHapus