Sabtu, 12 Maret 2016

[Book Review] Hujan - Tere Liye



Judul : Hujan
Penulis : Tere Liye
Terbit : Januari, 2016
Tebal : 320 hlm
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Kategori : Novel
ISBN : 978 – 602 – 03 – 2478 – 4
 Bisa dibeli di: bukupedia.com 



Blurb:

Tentang Persahabatan

Tentang Cinta

Tentang Melupakan

Tentang Perpisahan

Tentang Hujan

***

“Karena kenangan sama seperti hujan. Ketika dia datang, kita tidak bisa menghentikannya. Bagaimana kita menghentikan tetes air yang turun dari langit? Hanya bisa ditunggu, hingga selesai dengan sendirinya.”

Hlm. 201

Hari ini, tepatnya delapan tahun pasca bencana gunung meletus yang mematikan….


Tahun 2050. Lail tengah berada di sebuah ruangan berbentuk kubus dengan lantai pualam di sekelilingnya. Itu bukan ruangan biasa, melainkan sebuah ruangan medis dengan teknologi tercanggih nomor satu di kota. Di depan Lail, duduk seorang paramedis senior dengan kemeja putihnya. Keadaan yang sangat mendesaklah yang membuat Lail terpaksa masuk ke ruangan itu. Rasa sakit di hatinya telah membuncah. Ia tak mampu lagi untuk mengingat semua kenangan itu. Secepat mungkin, Lail ingin melupakannya.

Paramedis senior di depannya bertanya…..

“Apa yang ingin kamu lupakan, Lail….?”

***

Sedikit cuplikan sinopsis di atas merupakan adegan pembuka di buku ini. Aku tidak ingin menuliskan banyak sinopsis, karena aku rasa apa yang aku tulis di atas mungkin sudah cukup untuk membuat banyak orang penasaran. Sebenarnya, kenangan apa yang ingin dilupakan oleh Lail sehingga ia datang ke paramedis? Semua akan terjawab dengan lengkap saat kamu membaca buku ini.

Buku ini sebenarnya bukan milikku, melainkan milik teman. Tapi entah kenapa aku sangat ingin memilikinya. Dilihat dari tampilan luar, buku ini memiliki kaver yang simple namun memikat. Hal yang tak kalah menarik juga ada di bagian belakang bukunya. Bukan seperti buku pada umumnya yang berisikan sinopsis panjang, namun diisi dengan ilustrasi tetes air hujan yang menarik. Kalau penasaran, ini aku kasih gambarnya:


Sumber: bukalapak.com

Untuk ketiga kalinya aku membaca buku Bung Tere, dan kesannya sama seperti kedua buku sebelumnya. Aku benar-benar suka sekali! Hanya butuh waktu kurang dari 24 jam untuk aku dapat menyelesaikan buku ini dari awal hingga akhir. Yang membuat buku ini menarik adalah setting waktu yang diangkat oleh penulis. Pertama, dibuka dengan adegan pada tahun 2050. Kemudian kembali ke delapan tahun silam tepatnya pada tahun 2042. Kemudian seiring berjalannya cerita, kejadian demi kejadian kembali mengantarkan kita ke masa sekarang—tahun 2050. Aku benar-benar dibuat kagum dengan cara penulis menggambarkan keadaan pada masa itu. Masa yang pada dasarnya belum kita lalui, bahkan masih ada waktu lebih dari 20 tahun untuk mencapai masa tersebut. Perkembangan teknologi yang sangat pesat dan canggih juga terdefinisikan dengan baik lewat tangan Tere Liye. Aku sangat mengagumi kemampuan Tere Liye dalam mengemas cerita dengan kemajuan jaman yang sangat pesat tersebut.

Beberapa kemajuan teknologi yang digambarkan penulis ini antara lain adalah system pembayaran autodebet, meja canggih yang dapat digunakan untuk online, tablet setipis kertas HVS, kamera dan mobil terbang, juga munculnya robot-robot otomatis yang mampu menggantikan tugas manusia. Seperti pelayan restoran, hotel, mau pun resepsionis. Intinya, kemajuan tekonologi yang dihadirkan oleh penulis sangat di luar nalar manusia. Tapi di lain sisi ini sangat menimbulkan rasa decak kagum, terutama aku. Jika dipahami sepintas, buku ini seolah juga meramal masa depan. Kembali membuat pembaca dihinggapi rasa penasaran; apakah benar dunia akan seperti itu nantinya?

Selain itu, di buku ini penulis juga tidak menuliskan setting tempat berada di negara bagian mana. Namun aku sempat menafsirkan jika cerita ini mengambil setting di Indonesia. Yang membuat aku berpikiran demikian adalah karena nama-nama tokohnya. Cenderung seperti nama-nama orang Indonesia. Namun, sampai pertengahan, aku mulai ragu jika buku ini bersetting di Indonesia. Sebab, ada satu bagian di cerita ini yang mana penulis menyebutkan jika di jaman penuh kemajuan tersebut, hasil pertaniannya justru dihasilkan oleh gandum, bukan padi. Tapi aku kembali berpikir, di tengah kemajuan jaman seperti itu, bukankah tidak ada yang tidak mungkin? Bisa jadi kan pertanian Indonesia berubah jadi gandum? Selain itu, penulis juga tidak langsung menuliskan nama daerah secara nyata, namun hanya menyebutnya dengan sebutan Kota atau Ibu Kota begitu saja. Itulah salah satu faktor yang membuat pembaca susah untuk menafsirkan dengan jelas dimana cerita ini berlatar.

Ada bagian yang sedikit klise dari buku ini. Yaitu kisah antara Esok dan Lail yang awalnya adalah sepasang sahabat, mulai menyimpan rasa cinta. Fase yang sering dijumpai di banyak buku. Namun, di sini penulis tidak begitu menonjolkan sisi romance tersebut. Hanya sebagai penunjang saja untuk kian mempermanis cerita di buku ini. Konflik batin yang dialami Lail mengenai perasaannya tersebut juga menambah keseruan isi cerita. Namun, meski tidak dominan, aku merasa cukup lega karena Tere Liye kembali menyajikan unsur romance di bukunya.

“Kamu tahu, Lail, ciri-ciri orang yang sedang jatuh cinta adalah merasa bahagia dan sakit pada waktu bersamaan. Merasa yakin dan ragu dalam satu hela napas. Merasa senang sekaligus cemas menunggu hari esok. Tak pelak lagi, kamu sedang jatuh cinta jika mengalaminya…”

Hlm. 205

Di sini penulis lebih banyak fokus dengan keseharian Lail selama mengikuti Organisasi Relawan dan berita mengenai perubahan iklim dunia yang sangat ekstrem. Jika di buku PULANG, Tere Liye menghadirkan tema menarik seputar shadow economy, sama halnya dengan HUJAN yang mengangkat topik mengenai intervensi atmoster terkait perubahan iklim dunia. Sama kaitannya dengan shadow economy, di sini penulis juga dengan begitu mudah menjelaskan seperti apa itu intervensi atmosfer. Sehingga tidak butuh waktu lama bagi pembaca untuk memahaminya. Dengan kosakata Tere liye yang terbilang mudah dipahami, aku benar-benar ikut mengalir bersamaan dengan konflik pelik yang melibatkan banyak negara di dunia tersebut.

Oh iya, di buku ini diceritakan juga bahwa Lail mempunyai seorang sahabat perempuan, bernama Maryam. Aku suka sekali dengan tokoh Maryam ini. Penggambaran fisiknya yang kribo dan humoris, membuat aku yakin bahwa dia adalah teman yang mengasyikan. Dia juga terkenal dengan pribadi yang gigih dan tak pernah menyerah. Hal tersebut bisa kita ketahui lewat keikutsertaannya dalam Organisasi Relawan bersama Lail. Dan, lagi-lagi, ketiga kalinya aku membaca buku Tere Liye, ketiga kalinya pula aku menemukan tokoh laki-laki dengan karakter yang sempurna. Di buku ini, laki-laki sempurna tersebut adalah Esok. Diceritakan bahwa saat umur 17 tahun, Esok sudah menjadi ilmuwan ternama yang berhasil menciptakan sebuah teknologi baru. Berkat kemampuannya tersebut, Esok juga menjadi sosok tokoh yang banyak dikenal orang. Dan pastinya, banyak digandrungi perempuan.

Selain itu, aku juga menemukan sedikit kemiripan antara HUJAN dengan buku Tere liye yang sebelumnya yakni DAUN YANG JATUH TAK PERNAH MEMBENCI ANGIN. Yaitu pada pola alurnya. Sama persis. Saling berlompatan antara masa lalu dan masa sekarang. Hingga pada akhirnya, kedua cerita tersebut saling menyatu. Benar-benar permainan alur yang sangat aku suka dari seorang Tere Liye. Fakta lain yang tak kalah menarik, Tere Liye memang kerap menghadirkan surprise-surprise yang tak terduga pada saat menjelang ending. Memutar balikkan keadaan yang pada awalnya kita mengira itu tidak mungkin menjadi mungkin. Aku suka dengan ending novel ini. Antara haru, senang, nggak nyangka, semua bercampur aduk jadi satu.

Namun, di balik kelebihan buku ini, aku cukup menyayangkan karena masih menemukan beberapa typo. Beberapa di antaranya ada pada halaman 108: pedaftaran—seharusnya pendaftaran, 120: menganggu—seharusnya mengangguk, dan 127: jdi—seharusnya jadi. Hanya masalah sepele namun akan lebih baik jika diperhatikan dan diteliti kembali.

Sebelum berakhir, aku patut untuk merekomendasikan novel ini. Cocok untuk dibaca bagi semua kalangan. Ceritanya terkemas dengan ringan, mudah dipahami, dan memiliki setting yang menarik. Kamu benar-benar nggak akan rugi membacanya.

Selamat membaca kisah Lail dan Esok…


Terima kasih!

2 komentar:

  1. Iya.. saya juga suka banget bukunya. Udah lupa ada berapa buku ya yang saya baca karya Tere Liye. Saya sependapat dengan kesukaan pada tokoh Maryam. Malah tokoh utamanya; Lail dan Esok, kurang saya sukai..

    BalasHapus
  2. semoga makin sukses untuk kedepan nya ya hehe

    mampir ke blog kita juga ya :)

    Zapplerepair Apple dan Smarphone specialist
    telp: 087788855868
    website: http://indonesia.zapplerepair.com/

    TIPS DAN TRICK UNTUK PENGGUNA SMARTPHONE

    BalasHapus