Rabu, 15 Juni 2016

[Book Review] Rembulan Tenggelam di Wajahmu - Tere Liye



Judul : Rembulan Tenggelam di Wajahmu
Penulis : Tere Liye
Cetakan : XXV, Februari 2016
Tebal : iv + 426 hlm
Penerbit : Republika
Kategori : Novel
ISBN : 978 – 979 – 1102 – 46 – 9 


Blurb:

Tutup mata kita. Tutup pikiran kita dari carut marut kehidupan. Mari berpikir takjim sejenak. Bayangkan saat ini ada satu malaikat bersayap indah datang kepada kita, lantas lembut berkata: “Aku memberikan kau kesempatan hebat. Lima kesempatan untuk bertanya tentang rahasia kehidupan, dan aku akan menjawabnya langsung sekarang. Lima pertanyaan. Lima jawaban. Apakah pertanyaan pertamamu?

Maka apakah kita akan bertanya: Apakah itu cinta? Apakah hidup ini adil? Apakah kaya adalah segalanya? Apakah kita memiliki pilihan dalam hidup? Apakah makna kehilangan?
Ray (tokoh utama dalam kisah ini), ternyata memiliki kecamuk pertanyaan sendiri. Lima pertanyaan sebelum akhirnya dia mengerti makna hidup dan kehidupannya.

Siapkan energi Anda untuk memasuki dunia ‘fantasi’ tere liye tentang perjalanan hidup. Di sini hanya ada satu rumus: semua urusan adalah sederhana. Maka mulailah membaca dengan menghela napas lega.

***


“Begitulah kehidupan. Robek-tidaknya sehelai daun di hutan paling tersembunyi semua sudah ditentukan. Menguap atau menetesnya sebulir embun yang menggelayut di bunga anggrek di dahan paling tinggi, hutan paling jauh semua sudah ditentukan…”
Hlm. 56

“Bagi manusia, hidup ini juga sebab-akibat, Ray. Bedanya, bagi manusia sebab-akibat itu membentuk peta dengan ukuran raksasa. Kehidupanmu menyebabkan perubahan garis kehidupan orang lain, kehidupan orang lain mengakibatkan garis kehidupan orang lainnya lagi, kemudian entah pada siklus keberapa, kembali lagi ke garis kehidupanmu… Saling memengaruhi, saling berinteraksi…”
Hlm. 57

Setiap manusia memiliki pertanyaan dalam hidupnya. Mengungkung bak parasit yang mudah sekali membuat manusia terjerembab apabila terus terjebak di dalamnya. Tak jarang, banyak pula manusia yang berhasil menemukan jawaban atas pertanyaan tersebut, dan tidak sedikit pula yang sebaliknya. Menjemput akhir hidup tanpa memiliki satu pun jawaban yang bisa diketahui. Sebenarnya, bukan karena semesta tidak memberikan jawaban, melainkan karena sebagian orang yang tidak menyadari jawaban tersebut. Pola pikir manusia yang sering memandang kehidupan dari satu sisi, membuat mereka cenderung tidak menemukan arti kehidupan yang sesungguhnya. Tidak menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyannya.

Ray atau Rehan, memiliki lima pertanyaan dalam hidupnya. Rentang waktu enam puluh tahun yang dijalaninya, banyak sekali pengalaman hidup yang berhasil dilalui. Jatuh-bangun, asam-manis, mau pun pahit-getir kehidupan sekali pun pernah ia rasakan. Dari segala bentuk liku kehidupan itu, muncul lima pertanyaan yang seringkali membuat Ray merasa kosong. Bingung atas jalan hidupnya dan mengutuk semesta atas kehidupan yang tidak adil baginya.

Di novel ini, mari kita berusaha menjawab lima pertanyaan itu. Menemui titik terangnya dan mengambil intisarinya. Percayalah, semesta dan isinya akan memberikan semua jawaban terbaik lebih dari apa yang sudah kita kira.

Bersama Tere Liye, mari temukan makna kehidupan yang sesungguhnya…

***

“Kalian mungkin memiliki masa lalu yang buruk, tapi kalian memiliki kepal tangan untuk mengubahnya.”
Hlm. 96

“Tahukah kau, kita bisa menukar banyak hal menyakitkan yang dilakukan orang lain dengan sesuatu yang lebih hakiki, lebih abadi… Rasa sakit yang timbul karena perbuatan aniaya dan menyakitkan dari orang lain itu sementara, Ray. Pemahaman dan penerimaan tulus dari kejadian yang menyakitkan itulah yang abadi…”
Hlm. 110

“Buat apa kehidupan panjang yang baik jika di penghujung sebelum maut menjemput berakhir dengan keburukan. Lebih baik kehidupan panjang yang buruk tapi di penghujung sebelum maut datang berakhir dengan kebaikan…”
Hlm. 166

Rembulan Tenggelam di Wajahmu adalah buku kesekian dari Tere Liye yang berhasil aku baca. Sama seperti buku-buku sebelumnya, Tere Liye mampu menghadirkan sebuah cerita yang tidak hanya menghibur, tapi juga sarat akan makna dan pesan moral. Melalui tokoh utamanya—Ray—penulis secara tidak langsung mengajarkan manusia bagaimana kita menyikapi hidup dari sisi yang lebih baik. Banyak pelajaran  tersurat mau pun tersirat yang sejatinya bisa dikutip dari buku ini. Melalui kata-katanya yang sangat dalam, Tere Liye  seolah menampar kita semua tentang kerasnya kehidupan. Didukung dengan banyak  cerita yang menggambarkan masa kelam dan menyakitkan dari si tokoh utama, novel ini benar-benar mampu mengubah sudut pandang manusia terhadap kehidupannya. Dari sekian banyak buku Tere Liye yang aku baca, aku bisa menyimpulakan bahwa kita tidak hanya merasa terhibur, tapi juga belajar. Belajar tentang banyak hal yang sangat berguna untuk membangun moral kita.

Meski banyak diselipi oleh pesan moral, namun aku rasa si penulis tidak terkesan menggurui. Semua mengalir begitu saja sehingga mampu pembaca terima dan pahami dengan mudah. Sesekali juga membuat kita merenung, memunculkan niat untuk memperbaiki diri, dan menyadari semua ketidaksempurnaan dalam hidup kita. Selain itu, yang sangat aku suka dari Tere Liye adalah penulisan narasinya. Ya, meski di buku ini narasinya sangat padat, tapi sama sekali tidak membuat kita bosan. Tere Liye berhasil mengantisipasi kebosanan kita dengan narasi indah yang ia tulis. Seperti misal: menggambarkan segala keadaan di sekitar dengan begitu detail, memunculkan setiap daya tariknya, dan hiruk pikuk di dalamnya. Terlebih saat penulis menggunakan setting waktu pada malam hari raya, terasa sekali keceriaan dan keramaian yang ada di dalamnya.

Kebiasaan memandang rembulan yang dilakukan oleh tokoh Ray di sini juga menjadi daya tarik tersendiri. Dan rupanya keberadaan rembulan di sini turut menjadi benang merah di ending-nya, aku suka sekali. Selain itu, setiap menulis cerita, Tere Liye memang tidak cuma-cuma. Selalu menggambarkan fase kehidupan manusia dari kecil hingga dewasa. Membuat setiap bukunya seakan mirip dengan biografi seseorang secara lengkap. Tapi meski begitu kita tidak bisa menyebut ini membosankan, justru aku rasa  upaya ini bisa membuat kita memiliki ikatan tersendiri dengan tokoh-tokohnya. Dan tokoh favoritku di sini sudah pasti Ray. Aku suka dengan kebiasaannya memandang rembulan.

Oh iya, saat membuka bab pertama buku ini, kita akan disuguhi oleh cerita tentang Rinai. Seorang gadis kecil yang hidup di Panti. Di bab ini, kita pasti akan mengira jika keseluruhan cerita akan berpusat pada  Rinai dan segala cerita hidupnya yang banyak mengundang tanya, tapi rupanya salah. Memasuki bab 2 dan sampai akhir, Ray lah tokoh utama dalam buku ini. Sama sekali tidak ada hubungannya dengan Rinai. Lalu, sebagai apa keberadaan Rinai di sini? Itulah yang patut kita apresiasi kepada penulis. Tokoh Rinai rupanya turut menjadi benang merah di akhir ceritanya. Menjadi kepingan puzzle terakhir yang berhasil menyempurnakan seluruh susunan cerita. Benar-benar tidak terduga dan tidak bisa tertebak sebelumnya.

Selain itu, seperti yang sudah aku tulis di review PULANG, setiap tokoh di sini sangat berperan penting dalam melengkapi cerita dan saling terikat. Awalnya, kita menganggap banyak tokoh yang bermunculan adalah orang asing, dalam arti tidak memiliki hubungan dengan tokoh lain dan kejadian-kejadian sebelumnya. Tapi rupanya bukan begitu sebenarnya, masing-masing tokoh ibarat mata rantai. Saling terikat dan berhubungan. Banyak cerita tentang masa lalu mereka yang perlahan muncul ke permukaan dan menggenapi kekosongan cerita. Utuh. Lengkap. Menyatu.

Secara keseluruhan, buku ini merupakan buku yang sarat akan makna dan filosofis, tapi percayalah, ini sama sekali tidak membuat kita kewalahan. Justru kita bisa banyak belajar, terutama tentang makna kehidupan. Memaknai kehidupan dari sisi yang lebih terang.

Seterang rembulan.

                Terima kasih!

***

“Apa pun bentuk kehilangan itu, ketahuilah, cara terbaik untuk memahaminya adalah selalu dari sisi yang pergi. Bukan dari sisi yang ditinggalakan…”
Hlm. 315

“Ada satu janji Tuhan yang sungguh hebat, yang nilainya beribu kali tak terhingga dibandingkan menatap rembulan ciptaanNya. Tahukah kau? Itulah janji menatap wajahNya. Menatap wajah Tuhan. Tanpa tabir, tanpa pembatas… Saat itu terjadi maka sungguh seluruh rembulan di semesta alam tenggelam tiada artinya. Sungguh seluruh pesona dunia akan layu. Percayalah selalu atas janji itu, Ray, maka hidup kita setiap hari kan terasa indah…”
Hlm. 424


1 komentar:

  1. wah quotesnya bagus-bagus ya :D
    aaah belum sempet baca rembulan tenggelam di wajahmu, smeoga bisa berkesempatan baca :D

    BalasHapus