Selasa, 16 Agustus 2016

[Book Review] Serpihan Serpihan Hati - Vara Tanka



Judul : Serpihan Serpihan Hati
Penulis : Vara Tianka
Tahun terbit : 2007
Tebal : 247 hlm
Penerbit : Castle Books
Kategori : Novel
ISBN : 979989258 – 9 


Blurb:

Aku tidak tahu…
Berapa banyak waktu yang kupakai untuk menceritakan kisah ini pada kalian.

Aku tidak tahu…
Sederas apa airmataku saat menorehkan penaku untuk menulis kisah ini.

Yang pasti…
Sampai saat ini aku masih sendiri. Sama seperti sembilan tahun yang lalu. Hanya aku dan sepiku.

Sunyi…

Kosong…

Sendiri…

***

Adalah sebuah ketidaksengajaan saat aku menemukan buku ini. Satu dari sekian buku yang berhasil aku comot dari isi rak buku kakak (gue ngomong ini udah berapa kali, ya?) Awal mula tertarik dengan buku ini cuma karena covernya aja sih, terkesan misterius dan aku yakin sekali ceritanya memiliki sangkut paut dengan masa lalu. Dan ternyata benar, lebih tepatnya adalah kisah tentang Adelia yang tengah mencari tahu tentang kebenaran masa lalunya. Secara ide cerita mau pun premis yang diangkat, sebenarnya cukup menarik. Tapi aku rasa, di buku ini penulis tidak begitu bisa memainkan ide cerita tersebut dan membuatnya menjadi sebuah konflik menarik yang seru untuk diselami. Aku merasa, gaya penulisan Vara Tianka di sini pun masih terkesan biasa, datar, dan mudah ditebak. Cenderung pasaran rasanya.

Kemudian, pada Bab 1 dan Bab 2, aku rasa penulis salah menulis tanggal deh. Kronologisnya, di Bab 1 (tertera 5 Mei 1995) bercerita tentang kecelakaan Adel dalam kegiatan cheerleader-nya, dan ia pingsan selama dua hari (hal ini dijelaskan kemudian di Bab 2). Dan, di Bab 2 bercerita tentang Adel yang baru sadar dari pingsannya dan ia berada di rumah sakit. Serta, di bab ini pula dijelaskan bahwa Adel sudah pingsan dalam waktu DUA HARI. Tapi, kenapa di Bab ini justru tertera tanggal 21 Mei? Aneh banget nggak sih? Kalau pingsannya tanggal 5 Mei, dan baru bangun dua hari setelahnya, maka tanggal yang betul untuk Bab 2 ya 7 Mei kan? Masa iya pingsan gitu aja hampir dua minggu? Kemudian, dalam buku ini penulis mengambil Kota Jogja sebagai latar tempatnya. Saran dariku, alangkah lebih baik jika ke-lokalitas-an Jogja ini dieksplor lebih jauh lagi. Rasanya percuma deh kalau mengambil latar Jogja tapi nggak mendeskripsikannya lebih jauh? Kan ada banyak destinasi menarik, mau pun arsitektur sejarah yang pastinya akan menjadi poin plus tersendiri untuk novel ini.

Lalu, aku agak merasa aneh deh dengan awal cerita bagaimana Ade dan Mas Noel bisa jatuh cinta sedemikin rupa. Hanya mendengarAde main biola dan bertemu beberapa kali dalam latihan teater bisa jatuh cinta kayak gitu? Duh, chemistry-nya perlu di pertajam lagi sih menurutku. Yang jelas kisah cinta Ade dan Mas Noel tidak bisa menjadi magnet untuk novel ini. Selain itu, aku pribadi juga tidak merasakan kedekatan atau ikatan sedikit pun sama beberapa tokohnya. Seolah penulis bercerita sendiri tanpa mengajak pembaca untuk ikut berimajinasi dan masuk ke dalam cerita. Yang paling parah, banyak banget tokoh di awal yang terbuang nggak tau kemana. Seperti teman cheerleader Adel yang tersingkir gitu aja. Kebanyakan tokoh sih, jadi ya bingung mau naruh mereka di cerita bagian mana lagi.

Satu lagi, aku pengin tanya: tokoh Bimo di sini sebagai siapa ya? Ok, penulis memang menjelaskan bahwa Mas-Mas yang satu ini ikut satu rumah di rumah Eyang Kakung, tapi kesalahan penulis adalah: tidak menjelaskan sebagai siapakah Mas Bimo ini dalam keluarga Eyang. Apakah ponakan, cucu, anak temen? Tau deh. Aneh aja, dia kayak orang asing yang tiba-tiba minta satu rumah sama orang nggak dikenal.

Ok, itu tadi adalah review kritis dariku untuk buku Serpihan Serpihan Hati. Semoga untuk ke depannya, penulis bisa lebih berkembang lagi.

Terima kasih!

***

“Segala sesuatu itu ada waktunya, ‘De. Kalau memang ini sebuah kenyataan yang harus kamu hadapi dan memang sekarang waktunya, kamu tidak bisa menolak. Waktu kita itu tidak sama dengan waktunya Tuhan.”
Hlm. 88




Tidak ada komentar:

Posting Komentar