Judul : Lara Miya (Blue Valley Series)
Penulis : Erlin Natawiria
Tahun terbit : 2016
Cetakan : Pertama
Tebal : 234 hlm
Penerbit : Falcon Publishing
Kategori : Novel
ISBN : 978 – 602 – 60514 – 3- 1 |
Blurb:
Di pojok selatan Jakarta, kau akan
menemukannya. Tempat itu tak sepanas bagian Jakarta lainnya. Langit di sana
sering berubah seolah mengikuti suasana hati penghuninya. Kau akan bisa
menemukannya dengan mudah. Ada banyak rumah di sana. Orang menyebut tempat itu
Blue Valley.
Di Blok Tiga, ada sebuah rumah bernuansa warna tanah. Pemiliknya seorang perempuan paruh baya yang mengoleksi benda-benda antik. Kalau kau ingin menemuinya, sebaiknya datanglah pukul empat. Dia selalu pulang untuk minum teh. Seorang gadis berambut biru-ungu juga tinggal di sana. Miya namanya. Dan mungkin kau sudah menebaknya, mereka tidak akur.
Miya tidak pernah mengira akan tinggal di rumah tantenya yang seperti kamp militer. Beberapa hari sebelumnya, Miya masih punya tempat pulang. Namun, hidupnya luluh lantak seketika. Dan kini, dia harus memunguti kembali puing-puing dirinya untuk kembali utuh.
Di Blok Tiga, ada sebuah rumah bernuansa warna tanah. Pemiliknya seorang perempuan paruh baya yang mengoleksi benda-benda antik. Kalau kau ingin menemuinya, sebaiknya datanglah pukul empat. Dia selalu pulang untuk minum teh. Seorang gadis berambut biru-ungu juga tinggal di sana. Miya namanya. Dan mungkin kau sudah menebaknya, mereka tidak akur.
Miya tidak pernah mengira akan tinggal di rumah tantenya yang seperti kamp militer. Beberapa hari sebelumnya, Miya masih punya tempat pulang. Namun, hidupnya luluh lantak seketika. Dan kini, dia harus memunguti kembali puing-puing dirinya untuk kembali utuh.
***
“Kamu
tahu apa yang tidak bisa dibeli meski kamu jadi kaya raya? Waktu, Miya.
Penghasilanmu memang sangat membantu, tapi kehadiranmu sudah seperti mahasiswa
yang numpang makan dan tidur saja. Kamu kira rumah ini indekos?
Hlm.
3
Selamat
datang di cluster Blue Valley. Di
rumah bernomor 26, kalian akan menemukannya. Seorang tante yang ngeselin
sekaligus pemilik sebuah Wedding
Organizer ternama, dan keponakannya yang susah diatur. Amaya dan Miya.
Peristiwa kebakaran yang menghanguskan rumah Miya dan mengambil nyawa kedua
orang tuanya, membuat Miya tidak lagi punya siapa-siapa. Kecuali Amaya, adik
Mamanya. Maka, di sinilah sekarang Miya berada. Di cluster Blue Valley, di sebuah rumah bernomor 26, yang menurut
Miya, lebih mirip sebagai kamp militer. Rumah tantenya.
Butuh
adaptasi yang cukup sulit bagi Miya selama tinggal di rumah Amaya. Bagaimana
tidak, selain kesan kaku yang ditunjukkan Amaya kepadanya, Miya juga harus ekstra
sabar ketika mengetahui banyak sekali aturan yang diterapkan dalam rumah
tersebut. Seperti tidak boleh pulang lewat jam sepuluh malam, tidak boleh minum
kopi di malam hari, dan harus bangun pagi hari sekali. Belum juga reda
kekesalan Miya terhadap Amaya, lagi-lagi gadis itu harus dihadapkan pada satu
kenyataan yang menyedihkan. Dia dipecat dari kantor agensi digital, tempatnya
bekerja selama ini.
Dan
lengkap sudahlah penderitaan Miya; rumah terbakar, orangtuanya meninggal,
tantenya yang ngeselin, dan surat PHK dari atasannya. Kondisi finansialnya yang
juga memburuk, mau tak mau membuat Miya harus memutar otak untuk menemukan
jalan keluar dari semua permasalahannya. Seakan mengerti keadaan keponakannya
itu, Amaya menawarkan pekerjaan sebagai social
media officer di kantor Wedding
Organizer-nya. Kebetulan posisi tersebut sedang kosong, dan kebetulan juga
Miya pernah menekuni profesi tersebut di kantor sebelumnya.
Sungguh
di luar dugaan, rupanya Miya mampu beradaptasi dengan cukup baik di kantor
tantenya tersebut. Bersama Raeka, seorang fotografer yang bertugas mengurus pre wedding klien, Miya merasa nyaman
tiap kali perasaan gundah menghampirinya. Bersama Raeka juga, ia berusaha untuk
memecahkan masalah yang tengah mengancam reputasi Sokka Wedding Organizer. Namun di lain sisi, perlu kalian ketahui
bahwa hubungan Miya dan Raeka tidak bisa senyaman dulu lagi. Hal ini
dikarenakan peristiwa mengejutkan beberapa hari lalu yang rupanya sengaja
disusun oleh Amaya dan Raeka. Seketika, Miya merasa menjadi gadis paling bodoh
karena terlalu mudah untuk ditipu daya.
Pertanyaannya,
apakah hal yang membuat Miya sebegitu kecewanya terhadap Amaya dan Raeka? Dan,
bagaimana pula nasib Sokka Wedding
Organizer? Ya, mereka harus bergerak cepat, sebelum reputasi dan nama baik perusahaan
hancur berkeping-keping….
***
“Miya,
kalau kamu menikah selagi Papa dan Mama masih hidup, setidaknya kami sudah
melepasmu pada pria yang benar-benar bertanggung jawab. Pria yang akan
membimbing dan menemanimu meski kamu sudah tidak ada nanti.”
Hlm.
118
“Bersikap
dewasa tidak harus ditunjukkan melalui kata-kata, Miya.”
Hlm.
95
Lara
Miya adalah buku pertama dari Erlin Natawiria yang saya baca. Jujur, saya tidak
memiliki ekspektasi apa pun saat akan membaca novel dari serial Blue Valley
ini. Selain karena baru pertama ini baca buku dari penulis, juga karena—maaf sebelumnya—saya
sempat membaca beberapa review di Goodreads untuk buku-buku karangan Kak Erlin
yang kata mereka, kurang bagus. Namun hal tersebut tidak membuat saya ragu
untuk membaca buku ini, hanya tidak menaruh ekspektasi saja. Tidak menaruh
ekspektasi bukan berarti enggan membaca bukunya, bukan?
Namun
apa yang terjadi? Saya begitu terpikat dengan tulisan Kak Erlin Natawiria.
Terlebih saat cerita sudah memasuki konflik atau permasalahan terkait WO milik
Amaya. Dan satu hal yang harus saya akui, saya suka dengan tokoh Nana. Dia
sangat cerdik, dan teliti dalam menyelesaikan masalah. Wow, tokoh yang pada
awalnya saya kira hanya akan menjadi tempelan saja ini, rupanya memiliki peran
yang sangat penting dalam penyelesaian konfliknya. Plot twist yang dihadirkan
pun sangat bagus. Dan itu berarti dugaan saya sebelumnya terkait ending cerita
ini sangat meleset jauh. Benar-benar di luar ekspektasi. Selain itu, nama Pak
Robert yang sempat disebutkan di awal rupanya juga ambil peran di sini. Membuat
saya terpaksa kembali membolak-balik halamannya untuk mengingat peran apa yang
ia jalankan sebelumnya.
Oh
ya, saya awalnya juga mempermasalahkan soal pemilihan nama di sini. Antara Miya
dan Amaya. Saya merasa terlalu sama dan cukup susah dibedakan. Ada satu bagian,
yang mana disebutkan Amaya, namun yang tergambar di otak saya justru Miya,
begitu juga sebaliknya. Saya tidak tahu kenapa penulis memilih nama yang
cenderung sama untuk dua tokoh yang sangat bertolakbelakang ini. Namun meski
begitu, terlepas dari kemiripan nama kedua tokoh tersebut, saya cukup mampu untuk
membedakan keduanya lewat karakter yang dibangun—selalu bertolakbelakang dan
kerap berselisih. Perbedaan karakter yang sangat kontras tersebut bagi saya
bukan sebuah masalah, dan tidak menghilangkan imej mereka sebagai tante dan
keponakan, namun bagi saya itu lebih kepada sebuah penyatuan chemistry yang coba penulis bangun
antara mereka untuk menuju ke arah hubungan yang lebih baik.
Kemudian,
saya merasa kisah hidup Miya ini cukup relate
juga dengan hidup saya. Namun syukurlah bukan relate untuk urusan tragedi-tragedi yang saya tulis tadi. Namun
tentang beratnya hidup di suatu tempat yang berbeda dengan lingkungan sehari-hari
kita, terlebih banyak aturan di sana. Ya, saya sangat-sangat bisa merasakan apa
yang Miya rasakan. Karena saya pun sering mengalaminya. Hidup di sebuah rumah
yang bukan tempat saya sehari-hari, dan kesalnya lagi banyak aturan yang harus
saya ikuti. Lebih menyedihakannya lagi, kita selalu merasa tak enak hati
apabila ingin melakukan sesuatu. Selain
takut dinilai salah, juga kita merasa asing di tempat tersebut. Rigth, isn’t it? So, saya tidak merasa heran apabila Miya lebih banyak tertekan
daripada belajar untuk beradaptasi di rumah tantenya.
Di
awal, kisah yang ditawarkan dalam novel Lara Miya memang sudah kental dengan
nuansa sendu. Yaitu tentang tragedi kebakaran rumah Miya dan kematian orang
tuanya. Selain itu, terselip pula beberapa adegan antara Miya dan Ibunya yang
cukup menyentuh—detik-detik sebelum rumahnya terbakar. Seketika, saya menduga
bahwa buku ini juga akan mengangkat sebuah cerita tentang keluarga. Apa yang
dialami Miya dan Ibunya memang cukup sering kita lihat di dunia nyata. Tentang
seorang anak semata wayang yang lebih memprioritaskan pekerjaannya, sehingga
waktu bersama keluarga banyak yang tersita. Itulah secuil keresahan yang coba disampaikan
penulis lewat Muthia—Ibu Miya. Bagaimana ia menginginkan Miya kembali dalam
pelukan keluarganya, membuat saya cukup tersayat. Terlebih, dialog yang penulis
masukkan antara keduanya juga diwarnai dengan adegan adu mulut yang cukup menguras
emosi.
Lewat
novel ini, Kak Erlin berhasil menyampaikan pesan penting kepada pembaca bahwa,
keluarga adalah satu-satunya lingkungan terpenting dalam hidup kita.
Berprioritas terhadap pekerjaan boleh, namun tetaplah untuk meluangkan waktu
bersama keluarga. Karena, bisa jadi kita akan menyesal jika suatu saat kita
tidak lagi memiliki keluarga. Tokoh Miya menjadi peran penting dalam
mengajarkan hal tersebut dalam novel ini. Kita bisa merasakan bagaimana penyesalan
Miya setelah tidak lagi memiliki keluarga, terlebih saat mengingat cita-cita
orangtuanya yang belum tercapai. Bukankah akan sangat menyedihkan apabila kita ingin
memenuhi impian orangtua, namun keadaan tidak lagi mengijinkan?
Overall, buku
ini juga sedikit banyak mampu mengubah cara pandang saya terhadap keberadaan
keluarga. Memang, saya akui, keceriaan yang ada di dalamnya tidak seperti yang
kita dapatkan saat berada di lingkungan teman sepergaulan. Namun satu hal yang
saya (dan juga kita) lupakan selama ini, delapan puluh persen waktu yang kita punya di
dunia ini adalah bersama keluarga. Ketika mereka ada untuk kita, kenapa kita
tidak ada untuk mereka? Semoga kita tidak menjadi seperti Miya ya. Don’t waste your time with your family, and be
happy there.
***
“Tidak
ada yang bisa kita lakukan selain menerima kepergian orang-orang yang kita
sayangi. Sesal yang kamu rasakan mungkin ada karena kamu belum memaafkan dirimu
sendiri.”
Hlm
123
Pesannya menohok terhadap diri saya. Yang kadang lebih memilih jauh dari keluarga, padahal keluarga selalu mencoba mendekat.
BalasHapusah berarti harus baca buku ini nih Mas Adin. Semoga kita tetap bersama bareng keluarga ya :)
HapusAmaya, Miya, dan Aya. Jangan-jangan kami ini bersaudara :D Aku baru baca The Playlist, menurutku lumayan dan aku suka sama twist ala penulisnya. Nice review bikin aku ingin baca buku ini juga.
BalasHapusHahaha bisa jadi tuh. Iya nih, suka sekali dengan tulisan Kak Erlin. Uda baca 3 buku blue valley, dan yang bener2 kusuka baru ini. Keren! Ayo Kak Aya baca juga :D
Hapus