Judul : Complicated Thing Called Love
Penulis : Irene Dyah
Tahun terbit : 2016
Tebal : 256 hlm
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Kategori : Novel Metropop
ISBN : 978 – 602 – 03 –
2557 – 6
Bisa dibeli di : bukupedia.com
|
Blurb:
Awalnya,
alur cerita ini sedikit membingungkan. Tak jelas mana hulu mana muara. Tapi
jangan menyerah. Percayalah, ada titik ketika semua keeping puzzle itu bertemu.
Seperti cinta.
Kalau
Garin Nugroho punya Cinta dalam Sepotong Roti, maka Nabila punya “Cinta
(monyet) dalam Sepotong Pisang”. Organik. Gadis yang biasanya patuh itu kali
ini memilih berontak: tetap pacaran meski dilarang. Bisa ditebak, kisahnya
berakhir dan monyet bernama Bayu itu harus diusir.
Lalu
hadir Bagas, pria sempurna pilihan ibunda. Semua jadi terlihat mudah bagi
Nabila. Sayang, Bayu belum betul-betul pergi dari hatinya. Duh, bagaimana bisa
Nabila memilih di antara Bagas si calon suami idaman dan Bayu yang Bengal dan
bikin deg-degan? Dan kenapa Nabila mesti berguru pada kisah cinta para
sahabatnya?
Sebabnya
satu: cinta memong repot!
***
“Bagaimanapun,
keinginan terbesar seseorang yang mencinta adalah mendapatkan balasan atas
cintanya. Dan, apabila balasan itu sudah ditemukan, apakah layak untuk melepaskannya begitu mudah? Sementara balasan
itu demikian berharga, dan bisa jadi tak ada gantinya.”
Hlm.
89
Cinta
pertama memang menimbulkan kesan yang istimewa, terlebih lagi saat seseorang
tengah berada dalam fase tumbuh kembang remaja. Namun sayangnya, cinta pertama
cenderung bertahan dalam waktu singkat. Tapi siapa sangka, jika cinta pertama adalah
cinta yang sulit terlupa dan kuat membekas. Kurang lebih, seperti itulah
problematika yang kini tengah dialami oleh Nabila. Berawal dari insiden memberi
sepotong pisang, Nabila mulai mengenal sosok laki-laki bandel nan memesona di
sekolahnya yang bernama Bayu. Terdengar lucu memang, namun pada kenyatannya
memang seperti itulah cara Nabila menemukan cinta pertamanya.
Berkesan,
namun hanya bertahan dalam waktu singkat. Ya, setelah sebuah insiden yang mengerikan
terjadi pada nilai ujiannya, Nabila pun
memutuskan untuk mengakhiri hubungannya dengan Bayu secara sepihak. Bertahun-tahun
lamanya setelah lulus SMA dan menetap di Jepang, Nabila masih memberi sedikit
ruang di hatinya untuk Bayu. Hingga akhirnya Ibu memperkenalkannya kepada sosok
laki-laki yang tampan, cerdas, dan soleh bernama Bagas. Meski belum bisa
melepaskan bayang-bayang Bayu seutuhnya, namun Nabila rupanya cukup merasa
nyaman dengan kehadiran Bagas. Sosok lelaki dengan penuh kewibawaan itu
berhasil membuat Nabila merasa bimbang.
Ia tengah berada di sebuah persimpangan jalan. Jalan itu menyabang ke sisi yang
berlawanan dan membuat Nabila berdiam diri cukup lama di sana tanpa menentukan
pilihan pasti.
Kanan
atau kiri? Barat atau timur?
Bagas
atau Bayu?
***
“Bersama
Bagas memang tidak ada rasa menggebu-gebu seperti dengan Bayu. Tapi menimbulkan
rasa aman. Tenteram. Bisa dipercaya. Terjamin. Seperti sebuah rumah.
Bayu,
sebaliknya, seperti balon berisi gas helium. Melayang-layang. Walaupun tanganmu
memegangnya erat-erat, selalu ada rasa waswas dia bakal terlepas. Dan terbang
pergi.”
Hlm.
240
Sebelumnya,
aku mau minta maaf sama kak Irene dan Kak Kiki karena tidak bisa menyelesaikan
review buku ini sesuai target. Karena memang akhir-akhir ini aku banyak disibukkan
dengan tugas sekolah yang semakin menumpuk, dan lebih parahnya kemarin ditunjuk
mendadak untuk ikut serta lomba monolog mewakili sekolah. Yatuhaann, nggak
nyangka akhir bulan ini bakal sok sibuk begini. But, lupakanlah. Satu paragraf sepertinya
sudah sangat cukup untuk sesi curhat dadakan ini, hehe.
Complicated
Thing Called Love merupakan sebuah novel metropop sekaligus novel pertama dari Kak
Irene Dyah yang aku baca. Dilihat dari judulnya saja, sebagian pembaca mungkin
sudah bisa menyimpulkan sendiri bagaimana arah persoalan cerita ini. Ya, di
novel CTCL ini Kak Irene Dyah menghadirkan sebuah problematika cinta dari
seorang gadis bernama Nabila. Tidak hanya secara kasar saja, namun segala problematika
tersebut benar-benar dihadirkan secara detail dan dengan segala kerumitannya. Lewat
tokoh utamanya—Nabila—segala problematika cinta ini menjadi kian rumit tatkala
penulis juga menghadirkan sisi kerealistisan dari seorang perempuan. Yaitu
tentang jalan pemikiran perempuan yang juga terbilang rumit. Membaca CTCL ini
membuatku berkesimpulan bahwa tidak hanya cinta saja yang rumit, namun juga
perempuan. Tapi meskipun sama-sama rumit, jangan khawatir dan menyerah. Akan
ada satu titik dimana segala kerumitan itu perlahan menujukkan titik terang.
Dan, dijamin kalian tidak akan kecewa.
Rumit
bukan berarti akan menjadi kelemahan bagi novel ini. Namun justru nilai plus.
Karena dengan segala kerumitan dan problematika yang dihadirkan, kita ditantang
untuk benar-benar memahami setiap konflik yang terjadi, dan… ya… kita juga disuruh
memahami bagaimana complicated-nya jalan pemikiran seorang perempuan. Tak
jarang, ada beberapa adegan yang membuatku geram terhadap Nabila karena selalu
bimbang pada satu masalah yang sama. Bukannya tegas mengambil keputusan, justru
lebih suka berputar-putar di lingkaran yang membingungkan. Two tumbs up untuk
sang penulis yang berhasil problematika cinta secara detail.
Selain
itu, apa yang tertulis di bagian backcover buku sangatlah benar. Bahwa pada
awalnya cerita di buku ini tidak memiliki keterkaitan, terutama pada tokohnya.
Mungkin, bagi yang belum sebegitu tau tentang buku ini, pasti akan mengira
bahwa ini adalah kumcer. Ya, memang buku ini dibuka dengan intro kelima tokohnya. Setiap intro
menghadirkan satu tokoh dengan segala cerita hidupnya. Tapi bukan berarti semua
tokoh dan cerita di buku ini akan berjalan secara terpisah. Saat mulai memasuki
Bab 1 dan seterusnya, setiap jalan
cerita yang dibawa oleh masing-masing tokoh perlahan mulai menyatu dan saling
memiliki keterikatan. Aku menemukan gaya bercerita dan menulis yang apik di
CTCL ini.
Pemilihan
setting tempat di buku ini juga sangat baik. Aku sangat menyukai bagian Intro
pertama dimana penulis menghadirkan kisah Sora dan Langit yang berlatar di
Verona, Italia. Aku suka dengan pertemuan manis antara Sora dan Langit, dan
juga pemilihan setting yang cenderung berbeda—tidak melulu Jogja atau Jepang.
Terlebih lagi saat keduanya sedang berada di rumah Juliet dengan latar langit
senja Kota Verona yang memukau. Sebuah bayangan baru nan menakjubkan langsung
terbentuk di otakku. Really awesome!
Oh iya, biar ga penasaran, nih aku kasih gambar seperti apa Rumah Juliet yang
berada di Italia tersebut.
Rumah Juliet, Italia. Source: Click here! |
Source: Click here! |
Bagus
banget, kan? Aku harap sih Mba Penulis mau menuliskan kisah Sora dan Langit secara
terpisah di buku barunya, hehe. They’re
the couple who I love so much! Oh iya, hal lain yang membuat aku suka
dengan CTCL ini adalah karena banyak surprise di dalamnya. Seperti tebakanku
tentang pilihan jodoh Nabila yang rupanya…. salah, dan prolog -nya yang sempat
menipuku. Aku menyebutnya kamuflase prolog. Sangat tidak terduga, dan itu semua
baru akan kita ketahui pada pertengahan buku.
Namun,
aku rasa, aku kurang bisa memahami setting waktu yang digunakan di beberapa
adegan. Susah membedakan; apakah ini terjadi sebelumnya, atau sesudahnya?
Membutuhkan pencermatan yang cukup lama untuk aku bisa memahami semua itu.
Dengan mengaitkan satu demi satu adegan, baru aku bisa memahaminya. Yah,
meskipun itu cukup bikin pusing sih, hehe.
But,
overall, CTCL patut mendapat 4 jempol dariku!
Untuk
Kak Irene, tulisin cerita Sora dan Langit yah? Ya? Hehe. Dan untuk Kak Kiki,
thanks banget udah dikasih kesempatan menang dan baca buku ini. Wishlist yang
tidak salah. I hope, I can win again in
the next chance!
Terima
kasih!
***
“At
the end, woman will marry good guys. That’s
for sure. They probably fancy cooky-cool-bad-guys and play around, but
again, woman will marry a good guy.”
Hlm.
245
Ternyata novel ini rumit ya, rumit akan kisah percintaan. Jadi penasaran sama Sora
BalasHapus