Judul :
Last Forever
Penulis :
Windry Ramadhina
Cetakan :
Pertama, 2015
Tebal :
vi + 378 hlm
Penerbit :
GagasMedia
Kategori :
Novel
ISBN :
979 – 780 – 843 -2
Blurb:
“Seharusnya,
aku tidak boleh mengharapkanmu. Seharusnya, aku tahu diri. Tapi, Lana...,
ketakutanku yang paling besar adalah… aku kehilangan dirimu pada saat aku punya
kesempatan memilikimu.”—Samuel.
“Untuk berada di sisimu, aku harus membuang
semua yang kumiliki. Duniaku. Apa kau sadar?”—Lana.
Dua
orang yang tidak menginginkan komitmen dalam cinta terjerat situasi yang
membuat mereka harus mulai memikirkan komitmen. Padahal, bagi mereka,
kebersamaan tak pernah jadi pilihan. Ambisi dan impian jauh lebih nyata
dibandingkan cinta yang hanya sementara.
Lalu,
bagaimana saat menyerah pada cinta, justru membuat mereka tambah saling
menyakiti? Berapa banyak yang mampu mereka pertahankan demi sesuatu yang tak
mereka duga?
***
“Dalam hubungan lelaki dan perempuan,
memang harus ada yang dikorbankan. Itu yang membuat hubungan berhasil. Itu yang
membuat hubungan berharga.”
Hlm. 227
Mendokumentasikan
tempat-tempat tersembunyi di dunia, dan mengangkatnya menjadi sebuah film
dokumenter adalah suatu kesenangan bagi Lana. Wanita yang bekerja di National
Geographic Channel itu amat menyukai segala hal tentang petualangan dan film
dokumenter. Mungkin itulah pula yang mengantarkan ia menjadi salah satu orang
yang penting di Nat Geo. Pekerjaannya yang super sibuk, mau tidak mau juga
harus membuat Lana lama menetap di Washington. Hingga pada suatu hari, ia
berkunjung ke sebuah pameran film yang ada di Prancis. Saat itu, Lana tengah
dibuat terpukau dengan sebuah film Indonesia yang menceritakan tentang
kehidupan seorang penari Jawa. Berawal dari film yang disaksikannya tersebut,
Lana bertemu dengan si pembuat film yang tak lain adalah Samuel Hardi.
Samuel
adalah seorang pemilik studio film dokumenter bernama ‘Hardi’ yang berlokasi di
kawasan Jakarta. Dan, studionya tersebut sudah mendapat pengakuan secara
internasional. Lewat pameran film di Prancis tersebut, Lana dan Samuel mulai
saling mengenal. Hubungan keduanya semakin hari semakin intim. Namun, keduanya
telah berprinsip, bahwa hubungan mereka adalah hubungan yang tanpa komitmen.
Dalam arti, mereka hanya berhubungan sebatas fisik saja dan tidak lebih dari
itu. Samuel dan Lana sama-sama membenci sebuah ikatan maupun komitmen dalam
suatu hubungan. Bagi mereka, jika sepasang orang sudah saling berkomitmen, maka
harus ada salah satu pihak yang harus berkorban. Maka dari itulah mereka enggan
untuk menjalin hubungan dengan dasar komitmen atau ikatan yang jelas. Mereka
tidak mau berkorban.
Hubungan yang ideal adalah hubungan yang tanpa ikatan. Dengan begitu,
laki-laki dan perempuan bisa bersama sekaligus tetap sendiri."
Hlm.
16
Bagi Lana, kecintaannya terhadap film dokumenter adalah segalanya. Dan
ia tidak mau melepaskan itu semua begitu saja hanya karena sebuah komitmen
dalam hubungan. Terlebih pernikahan, baginya itu adalah sebuah mimpi buruk. Ia
tidak mau seperti Ibunya yang rela melepaskan dunia menarinya karena pernikahan.
Begitu pula dengan Samuel, baginya, satu perempuan saja tidak cukup. Dengan
adanya hubungan tanpa komitmen, ia bisa merasa bebas dan leluasa untuk bermalam
dengan perempuan mana pun.
Namun, rupanya kedekatan Samuel dan Lana yang terlanjur intim, membawa
mereka ke dalam sebuah mimpi buruk. Hal yang sebenarnya sangat tidak mereka
harapkan.
Kejadian yang secara tidak sadar akan membuat mereka mempertimbangkan
keberadaan sebuah komitmen.
***
Really great!
Dibandingkan
dengan Orange, jujur aku lebih menyukai karya Windry Ramadhina yang ini.
Didukung dengan gaya bahasa yang mudah dipahami, penulis dengan cermat membawa
pembaca menikmati setiap alur ceritanya. Aku selalu suka dengan tokoh-tokoh
yang dihadirkan oleh kak Windry. Terutama dari segi profesinya. Di Last Forever
ini, kedua tokoh utamanya—Samuel dan Lana—sama-sama bekerja di dunia perfilman.
Yang membuat aku suka, kita juga ikut mengetahui seperti apa seluk beluk dunia
perfilman tersebut. Meski tidak secara mendetail, namun aku cukup suka dengan
profesi yang dihadirkan oleh masing-masing tokohnya tersebut.
Selain
itu, dari segi karakter, sepanjang cerita aku dibuat greget dengan Samuel dan
Lana. Mereka sama-sama memiliki watak yang keras kepala dan benci dengan sebuah
komitmen. Sementara, hubungan mereka sudah sangat intim, tapi mengapa mereka
masih saja enggan untuk menjalin hubungan yang lebih serius? Maksudku, mengapa
mereka tidak memilih komitmen saja? Bahkan, saat konflik utama pun, mereka
masih saja keras kepala mempertahankan prinsipnya tersebut. Ewwhh, bikin greget
mulu pokoknya kedua tokoh ini. Tapi, di lain sisi, aku suka bagaimana konflik
mereka berakhir. Aku suka bagaimana mereka mengambil keputusan yang pada
awalnya terbilang ‘mustahil’ itu. Duuhh, bikin berkaca-kaca pokoknya. Antara
nggak nyangka, haru, dan terenyuh. Aku akui deh, penulis pandai sekali dalam
memilih cerita untuk menjadi penutup cerita ini.
Jika
dilihat dari segi cerita yang banyak berkisah tentang dunia film dokumenter,
novel ini memiliki kesamaan dengan novel kak Windry yang sebelumnya yaitu
Montase. Sebenarnya, aku belum pernah membaca novel itu sih, tapi saat aku
googling, ternyata memang benar. Last Forever memiliki kesamaan dengan Montase,
yaitu sama-sama bercerita tentang film dokumenter. Sebenarnya, sebelum membaca
Last Forever ini, hendaknya aku juga harus membaca Montase dulu, ya?
Soalnya—hasil dari googling juga—beberapa tokoh di Montase juga hadir di Last
Forever ini. Hanya saja, porsi mereka di sini berbeda. Di Last Forever ini,
hadir tokoh Rayyi yang tak lain adalah tokoh utama di Montase. Namun di Last
Forever, Rayyi tidak lagi menjadi tokoh utama, melainkan
hanya tokoh pendukung saja dan menjadi salah satu anak buah Samuel yang bekerja di
studo Hardi. Rayyi di sini juga memiliki sikap yang suka membuat Samuel jengkel
karena celetukannya yang terkesan menyindir. Berbeda dengan Rayyi, Samuel yang
dulu tidak begitu banyak ambil peran di Montase, justru di Last Forever ia menjadi
salah satu tokoh utamanya. Hmmm… barangkali, aku harus membaca Montase juga
kali, yaa?? Hehe.
Sama
seperti Orange, cerita di Last Forever ini sama-sama didukung dengan
ilustrasi-ilustrasi yang tak kalah manis. Meski tidak sebanyak Orange, namun
aku rasa tidak terlalu masalah. Karena dari segi cerita saja, buku ini berhasil
membuatku nyaman dan enggan untuk berhenti membaca kelanjutan ceritanya. Oh
iya, jika kalian penasaran, ini ada ilustrasi dari tokoh Samuel dan Lana di
Last Forever:
Samuel Hardi Sumber: Windry Ramadhina's Web |
Lana Lituhayu Hart Sumber: Windry Ramadhina's Web |
Overall,
aku sangat suka dengan buku ini. Terlebih dengan endingnya, juara banget
pokoknya! Buat kalian yang sedang mencari atau ingin memahami seperti apa itu
komitmen, coba deh baca novel ini. Selain ceritanya yang apik, Last Forever
juga menyajikan seperti apa pentingnya sebuah komitmen dalam suatu hubungan.
Buat
kak Windry ramadhina, ditunggu buku berikutnya ya, aku baru benar-benar dibuat
jatuh cinta dengan tulisan Kak Windry lewat novel ini. Good job!
Terima
kasih!
***
“Aku punya ketakutan yang sama. Aku
takut apa yang kau khawatirkan benar-benar terjadi—aku menyakitimu dan
membuatmu menyesal hidup bersamaku. Kau benar. Aku tidak bisa menjamin apa-apa.
Aku memang bukan lelaki paling ideal untuk dinikahi. Seharusnya, aku tidak
boleh mengharapkanmu. Seharusnya, aku tahu diri. Tapi, Lana… ketakutanku yang
paling besar adalah aku kehilangan dirimu pada saat aku punya kesempatan
memilikimu.”
Hlm. 357
Tidak ada komentar:
Posting Komentar