Judul : Walking After You
Penulis : Windry Ramadhina
Cetakan : Kedua, 2015
Tebal : viii + 320 hlm
Penerbit : GagasMedia
Kategori : Novel
979 – 780 – 772 - X |
Blurb:
Masa
lalu akan tetap ada. Kau tak perlu terlalu lama terjebak di dalamnya.
Pada
kisah ini, kau akan bertemu An. Perempuan dengan tawa renyah itu sudah lama tak
bisa keluar dari masa lalu. Ia menyimpan rindu, yang membuatnya semakin
kehilangan tawa setiap waktu. Membuatnya menyalahkan doa-doa yang terbang ke
langit. Doa-doa yang lupa kembali padanya.
An
tahu, seharusnya ia tinggalkan kisah sedih itu sejak berhari-hari lalu. Namun,
ia masih saja di tempat yang sama. Bersama impian yang ternyata tak mampu ia jalani
sendiri, tetapi tak bisa pula ia lepaskan.
Pernahkah
kau merasa seperti itu? Tak bisa menyalahkan siapa-siapa, kecuali hatimu yang
tak lagi bahagia. Pernahkah kau merasa seperti itu? Saat cinta menyapa, kau
memilih berpaling karena terlalu takut bertemu luka?
Mungkin,
kisah An seperti kisahmu. Diam-diam, doa yang sama masih kau tunggu.
***
“Satu
sendok krim bisa menyelamatkan hari-hariku yang kelabu. Namun, sayang, satu
sendok krim tidak pernah bisa mengembalikan hari-hari kami yang telah lalu.”
Hlm. 38
Rasa
bersalah dan luka yang pernah kita torehkan di masa lalu mungkin akan mengundang
rasa penyesalan di masa mendatang. Berbagai cara dilakukan untuk membayar segala kesalahan itu.
Namun, percuma saja, masa lalu akan terus menghantui hati dan pikiran kita.
Karena, salah satu cara yang bisa dilakukan atas kejadian di masa lalu adalah
menerimanya. Sama halnya dengan An, ia berusaha sekuat mungkin untuk membayar
segala kesalahan yang pernah ia lakukan di masa lalu. An memiliki saudara
kembar yang bernama Arlet. Keduanya sama-sama memiliki ketertarikan terhadap
dunia kuliner. Jika An lebih suka terhadap makanan Italia, Arlet justru lebih
menyukai Prancis dengan berbagai jenis kuenya.
Setelah
lulus dari Le Cordon Bleu di Sidney, An dan Arlet sama-sama kembali ke
Indonesia. Keduanya telah memiliki rencana untuk mendirikan sebuah trattoria dengan nama Erbe e Mela di
suburban. Dan itu menjadi impian besar mereka saat itu. Namun, sebelum impian
mendirikan trattoria itu terealisasikan, kedua saudara kembar itu pernah
bekerja di sebuah restoran Italia bernama La Spezia—tepat setelah mereka pulang
dari Sidney. Maka, di sanalah mereka
bertemu Jinendra, koki sekaligus pemilik La Spezia. Dan, di sanalah pula segala
masalah itu berawal. Masalah yang kemudian membuat An merasa bersalah dan
menyesal di masa mendatang.
Rasa
bersalah dan penyesalan itu membuat banyak perubahan dalam hidup mereka,
terutama An. Impian untuk mendirikan trattoria
pun pupus sudah. Demi membayar rasa bersalah itu, An memutuskan untuk bekerja
di Afternoon Tea—sebuah toko kue Prancis. Di sana, An bertemu dengan Julian.
Seorang kepala koki yang sangat mirip dengan Arlet, saudara kembarnya. Arlet
dan Julian sama-sama memiliki ketertarikan terhadap segala jenis kue. Di
Afternoon Tea pula An bertemu dengan seorang gadis pembawa hujan yang bernama
Ayu. Seorang perempuan misterius dengan payung merah yang kedatangannya selalu
disertai hujan. Anehnya, setiap kali datang, yang dilakukan Ayu hanyalah
memesan soufflé coklat tanpa memakannya, dan memandang kosong ke luar jendela
sampai akhirnya ia memutuskan untuk pergi.
Lantas,
apakah arti dibalik kemisteriusan sosok Ayu yang kedatangannya selalu disertai
hujan tersebut?
Dan,
An, apakah kesalahan yang pernah ia perbuat di masa lalu? Mengapa ia sangat
merasa pantas untuk membayarnya?
Selamat
datang di Afternoon Tea dan selamat menemui kisah menarik yang ada di dalamnya….
***
“Kehadiran
satu potong tar cantik di atas meja bisa membuat seseorang tersenyum. Satu
sendok krim yang benar-benar enak akan menjadikan hari orang itu sempurna. Dan,
kalaupun sebelumnya ia mengalami hari yang buruk, maka kue adalah penawar pahit
paling pas.”
Hlm. 58
“…pelangi
adalah janji alam bahwa masa buruk telah berlalu dan masa depan akan baik-baik
saja.”
Hlm. 274
Walking
After You adalah buku ketiga Windry Ramadhina yang aku baca setelah Orange dan Last Forever. Untuk kesekian kalinya, aku benar-benar dibuat jatuh cinta dengan
tulisan Kak Windry. Segala tema yang diangkat di setiap bukunya sangat menarik
dan mampu mendominasi isi ceritanya secara menyeluruh. Sebut saja Walking After
You ini, dengan mengangkat cerita tentang saudara kembar yang sama-sama
memiliki hobi terhadap dunia kuliner, kita sama-sama diajak untuk berwisata
kuliner bersama An dan Arlet. Segala pengetahuan tentang berbagai jenis kue dan
makanan lainnya tersampaikan dengan baik dan dideskripsikan dengan jelas pula. Inilah
yang membuat aku suka dengan tulisan Kak Windry, segala sesuatunya disampaikan
dengan sangat rinci dan detail. Sehingga tidak terkesan sebagai embel-embel
atau pemanis saja. Berkali-kali aku dibuat ngiler membayangkan berbagai jenis
kue lezat tersebut. Beberapa kue lezat yang kerap dihadirkan di sini adalah soufflé
coklat. Setelah googling, aku benar-benar dibuat ngiler dengan kue yang satu
ini. Hmm… delicious pokoknya.
Souffle Coklat. Source: Click here! |
Souffle Coklat. Hmm, nyummy?? Source: Click here |
Pada
bab-bab awal, pembaca berhasil dibuat
penasaran dengan masa lalu An dan Arlet. Banyak pertanyaan bermunculan terkait
masa lalu saudara kembar ini. Penulis juga sesekali memberikan kode atau clue
yang membuat kita menebak-nebak. Bacaan tipe seperti ini sangat aku sukai.
Menyimpan banyak teka-teki yang membuatku enggan untuk berhenti membacanya. Aku
juga dibuat suka dengan hubungan saudara kembar ini. Kesamaan hobi mereka di
dunia kuliner, menjadikan An dan Arlet memiliki keterikatan dan hubungan yang
kuat. Tapi aku juga sangat terharu saat mengetahui masa lalu mereka.
Sebenarnya, membaca kisah An dan Arlet yang begitu menyenangkan ini sangat
membuatku iri. Kayaknya, enak ya punya saudara kembar. Apalagi memiliki satu
passion yang sama dengan kita.
Selain
itu, kehadiran tokoh Ayu di buku ini pada awalnya membuat aku penasaran.
Tentang hujan yang selalu datang bersamanya, tentang soufflé coklat pesanannya yang
tidak pernah disentuh, dan tentang masa lalunya. Tapi, menuju pertengahan,
tokoh ini seakan terlupakan begitu saja. Membuatku menganggap Ayu ini sebagai
tokoh tempelan yang mengundang rasa penasaran saja. Tapi, rupanya aku salah.
Menjelang akhir, aku benar-benar terkejut saat mendapatkan ‘arti’ dari
kehadiran Ayu dengan hujan yang sesungguhnya. Berbicara tentang tokoh dan
penokohan, menurutku Julian yang plaingmkuat dan khas di sini. Dengan sikapnya yang
tempramen, kelewat serius, dan kaku, membuatnya menjadi sosok laki-laki yang
berbeda dari yang sudah ada. Rada aneh juga awalnya, sebagai laki-laki, Julian
ini menurutku cenderung ke perempuan karena sikapnya tersebut. Tapi, rupanya
sikap Julian ini berhasil menjadi ciri khas tersendiri bagi aku yang
membacanya.
Alur
dan penyampaiannya juga sangat rapi dan menarik. Dengan mudah, Kak Windry
membawa pembaca menikmati setiap alur ceritanya yang maju mundur dengan segala
kisah di dalamnya yang terungkap secara
perlahan. Selain itu, aku juga dibuat greget saat adegan manis yang melibatkan
An dan Julian terpotong karena kehadiran tokoh lain. Ewwhh, udah dinanti-nanti,
ee malah nggak jadi, deuuh. Dan, jujur, aku adalah satu orang yang mendukung
hubungan mereka, ketimbang dengan Jinendra, hehe. Oh iya, di sini penulis
menggunakan PoV1 sebagai An. Seperti penggunaan PoV1 pada umumnya, otomatis ini
akan membuat ruang bercerita penulis menjadi kian sempit. Namun, justru aku
merasakan sebaliknya. Terungkapnya masa lalu Ayu—Gadis Pembawa Hujan—membuktikan
bahwa penulis memiliki kesempatan bercerita yang luas meski pun menggunakan
PoV1.
Overall,
aku sangat menikmati buku kak Windry yang satu ini. Sama halnya dengan kue,
buku ini memiliki banyak rasa dan enak untuk dinikmati. Jika disuruh
mendeskripsikan buku ini dalam 3 kata, maka aku akan menyebutkan: Cake, Love and Memories. Bagaimana
denganmu? Oh iya, aku masih sangat berharap untuk membaca karya Kak Windry yang
lain. But, sejauh ini, Last Forever masih menjadi favorikut dari 3 buku kak
Windry yang sudah aku baca. Tetap berkarya, kak!
Terima
kasih!
***
“Jangan
khawatir, semua akan baik-baik saja. Hujan pasti berhenti. Setelahnya, kau akan
melihat pelangi.”
Hlm. 281
“Untuk
melepaskan masa lalu, yang harus kulakukan bukan melupakannya, melainkan
menerimanya. Dengan menerima, aku dapat kesempatan untuk belajar memaafkan diri
sendiri. Aku tidak berkata ini mudah. Dan, ini akan butuh waktu. Tetapi, pada
saatnya nanti, aku akan terbebas dari semua beban yang menekanku selama ini.
Pada
saatnya nanti.”
Hlm. 293
Tidak ada komentar:
Posting Komentar