Kamis, 28 April 2016

[Book Review] Complicated Thing Called Love - Irene Dyah


Judul : Complicated Thing Called Love
Penulis : Irene Dyah
Tahun terbit : 2016
Tebal : 256 hlm
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Kategori : Novel Metropop
ISBN : 978 – 602 – 03 – 2557 – 6 

Bisa dibeli di : bukupedia.com


Blurb:

Awalnya, alur cerita ini sedikit membingungkan. Tak jelas mana hulu mana muara. Tapi jangan menyerah. Percayalah, ada titik ketika semua keeping puzzle itu bertemu. Seperti cinta.
Kalau Garin Nugroho punya Cinta dalam Sepotong Roti, maka Nabila punya “Cinta (monyet) dalam Sepotong Pisang”. Organik. Gadis yang biasanya patuh itu kali ini memilih berontak: tetap pacaran meski dilarang. Bisa ditebak, kisahnya berakhir dan monyet bernama Bayu itu harus diusir.

Lalu hadir Bagas, pria sempurna pilihan ibunda. Semua jadi terlihat mudah bagi Nabila. Sayang, Bayu belum betul-betul pergi dari hatinya. Duh, bagaimana bisa Nabila memilih di antara Bagas si calon suami idaman dan Bayu yang Bengal dan bikin deg-degan? Dan kenapa Nabila mesti berguru pada kisah cinta para sahabatnya?
Sebabnya satu: cinta memong repot!

***

“Bagaimanapun, keinginan terbesar seseorang yang mencinta adalah mendapatkan balasan atas cintanya. Dan, apabila balasan itu sudah ditemukan, apakah layak untuk  melepaskannya begitu mudah? Sementara balasan itu demikian berharga, dan bisa jadi tak ada gantinya.”
Hlm. 89

Cinta pertama memang menimbulkan kesan yang istimewa, terlebih lagi saat seseorang tengah berada dalam fase tumbuh kembang remaja. Namun sayangnya, cinta pertama cenderung bertahan dalam waktu singkat. Tapi siapa sangka, jika cinta pertama adalah cinta yang sulit terlupa dan kuat membekas. Kurang lebih, seperti itulah problematika yang kini tengah dialami oleh Nabila. Berawal dari insiden memberi sepotong pisang, Nabila mulai mengenal sosok laki-laki bandel nan memesona di sekolahnya yang bernama Bayu. Terdengar lucu memang, namun pada kenyatannya memang seperti itulah cara Nabila menemukan cinta pertamanya.

Berkesan, namun hanya bertahan dalam waktu singkat. Ya, setelah sebuah insiden yang mengerikan terjadi pada nilai ujiannya,  Nabila pun memutuskan untuk mengakhiri hubungannya dengan Bayu secara sepihak. Bertahun-tahun lamanya setelah lulus SMA dan menetap di Jepang, Nabila masih memberi sedikit ruang di hatinya untuk Bayu. Hingga akhirnya Ibu memperkenalkannya kepada sosok laki-laki yang tampan, cerdas, dan soleh bernama Bagas. Meski belum bisa melepaskan bayang-bayang Bayu seutuhnya, namun Nabila rupanya cukup merasa nyaman dengan kehadiran Bagas. Sosok lelaki dengan penuh kewibawaan itu berhasil membuat Nabila merasa  bimbang. Ia tengah berada di sebuah persimpangan jalan. Jalan itu menyabang ke sisi yang berlawanan dan membuat Nabila berdiam diri cukup lama di sana tanpa menentukan pilihan pasti.

Kanan atau kiri? Barat atau timur?

Bagas atau Bayu?
***

“Bersama Bagas memang tidak ada rasa menggebu-gebu seperti dengan Bayu. Tapi menimbulkan rasa aman. Tenteram. Bisa dipercaya. Terjamin. Seperti sebuah rumah.
Bayu, sebaliknya, seperti balon berisi gas helium. Melayang-layang. Walaupun tanganmu memegangnya erat-erat, selalu ada rasa waswas dia bakal terlepas. Dan terbang pergi.”
Hlm. 240

Sebelumnya, aku mau minta maaf sama kak Irene dan Kak Kiki karena tidak bisa menyelesaikan review buku ini sesuai target. Karena memang akhir-akhir ini aku banyak disibukkan dengan tugas sekolah yang semakin menumpuk, dan lebih parahnya kemarin ditunjuk mendadak untuk ikut serta lomba monolog mewakili sekolah. Yatuhaann, nggak nyangka akhir bulan ini bakal sok sibuk begini. But, lupakanlah. Satu paragraf sepertinya sudah sangat cukup untuk sesi curhat dadakan ini, hehe.

Complicated Thing Called Love merupakan sebuah novel metropop sekaligus novel pertama dari Kak Irene Dyah yang aku baca. Dilihat dari judulnya saja, sebagian pembaca mungkin sudah bisa menyimpulkan sendiri bagaimana arah persoalan cerita ini. Ya, di novel CTCL ini Kak Irene Dyah menghadirkan sebuah problematika cinta dari seorang gadis bernama Nabila. Tidak hanya secara kasar saja, namun segala problematika tersebut benar-benar dihadirkan secara detail dan dengan segala kerumitannya. Lewat tokoh utamanya—Nabila—segala problematika cinta ini menjadi kian rumit tatkala penulis juga menghadirkan sisi kerealistisan dari seorang perempuan. Yaitu tentang jalan pemikiran perempuan yang juga terbilang rumit. Membaca CTCL ini membuatku berkesimpulan bahwa tidak hanya cinta saja yang rumit, namun juga perempuan. Tapi meskipun sama-sama rumit, jangan khawatir dan menyerah. Akan ada satu titik dimana segala kerumitan itu perlahan menujukkan titik terang. Dan, dijamin kalian tidak akan kecewa.

Rumit bukan berarti akan menjadi kelemahan bagi novel ini. Namun justru nilai plus. Karena dengan segala kerumitan dan problematika yang dihadirkan, kita ditantang untuk benar-benar memahami setiap konflik  yang terjadi, dan… ya… kita juga disuruh memahami bagaimana complicated-nya jalan pemikiran seorang perempuan. Tak jarang, ada beberapa adegan yang membuatku geram terhadap Nabila karena selalu bimbang pada satu masalah yang sama. Bukannya tegas mengambil keputusan, justru lebih suka berputar-putar di lingkaran yang membingungkan. Two tumbs up untuk sang penulis yang berhasil problematika cinta secara detail.

Selain itu, apa yang tertulis di bagian backcover buku sangatlah benar. Bahwa pada awalnya cerita di buku ini tidak memiliki keterkaitan, terutama pada tokohnya. Mungkin, bagi yang belum sebegitu tau tentang buku ini, pasti akan mengira bahwa ini adalah kumcer. Ya, memang buku ini dibuka dengan  intro kelima tokohnya. Setiap intro menghadirkan satu tokoh dengan segala cerita hidupnya. Tapi bukan berarti semua tokoh dan cerita di buku ini akan berjalan secara terpisah. Saat mulai memasuki  Bab 1 dan seterusnya, setiap jalan cerita yang dibawa oleh masing-masing tokoh perlahan mulai menyatu dan saling memiliki keterikatan. Aku menemukan gaya bercerita dan menulis yang apik di CTCL ini.

Pemilihan setting tempat di buku ini juga sangat baik. Aku sangat menyukai bagian Intro pertama dimana penulis menghadirkan kisah Sora dan Langit yang berlatar di Verona, Italia. Aku suka dengan pertemuan manis antara Sora dan Langit, dan juga pemilihan setting yang cenderung berbeda—tidak melulu Jogja atau Jepang. Terlebih lagi saat keduanya sedang berada di rumah Juliet dengan latar langit senja Kota Verona yang memukau. Sebuah bayangan baru nan menakjubkan langsung terbentuk di otakku. Really awesome! Oh iya, biar ga penasaran, nih aku kasih gambar seperti apa Rumah Juliet yang berada di Italia tersebut.


Rumah Juliet, Italia.

Source: Click here! 



Source: Click here! 

Bagus banget, kan? Aku harap sih Mba Penulis mau menuliskan kisah Sora dan Langit secara terpisah di buku barunya, hehe. They’re the couple who I love so much! Oh iya, hal lain yang membuat aku suka dengan CTCL ini adalah karena banyak surprise di dalamnya. Seperti tebakanku tentang pilihan jodoh Nabila yang rupanya…. salah, dan prolog -nya yang sempat menipuku. Aku menyebutnya kamuflase prolog. Sangat tidak terduga, dan itu semua baru akan kita ketahui pada pertengahan buku.

Namun, aku rasa, aku kurang bisa memahami setting waktu yang digunakan di beberapa adegan. Susah membedakan; apakah ini terjadi sebelumnya, atau sesudahnya? Membutuhkan pencermatan yang cukup lama untuk aku bisa memahami semua itu. Dengan mengaitkan satu demi satu adegan, baru aku bisa memahaminya. Yah, meskipun itu cukup bikin pusing sih, hehe.

But, overall, CTCL patut mendapat 4 jempol dariku!


Untuk Kak Irene, tulisin cerita Sora dan Langit yah? Ya? Hehe. Dan untuk Kak Kiki, thanks banget udah dikasih kesempatan menang dan baca buku ini. Wishlist yang tidak salah. I hope, I can win again in the next chance!

Terima kasih!

***

“At the end, woman will marry good guys. That’s  for sure. They probably fancy cooky-cool-bad-guys and play around, but again, woman will marry a good guy.”
Hlm. 245


1 komentar:

  1. Ternyata novel ini rumit ya, rumit akan kisah percintaan. Jadi penasaran sama Sora

    BalasHapus